Sepanjang perjalanan mengantar ke sekolah, Sri Subekti tak jarang harus berhenti.
Dia mengambil barang-barang rongsok, seperti botol-botol plastik bekas yang ditemuinya di jalan maupun dibuang di tempat sampah.
Setelah mengantar kedua anaknya, Sri kembali melanjutkan berkeliling untuk mencari rezeki.
Sembari menunggu anaknya pulang sekolah, Ia berkeliling mencari rongsok di tempat sampah yang masih bisa dijual.
Saat jam sekolah selesai, Sri kembali menjemput kedua anaknya.
Tak langsung pulang, Sri kembali mendorong gerobak kayu berkeliling melewati untuk mencari barang-barang rongsokan yang bisa dijualnya.
"Saya nganter sambil cari sambil ke sekolahan. Nanti cari lagi saya muter, jemput terus muter lagi baru pulang. Terus nimbang rongsok," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Pengantin Wanita di Bima NTB, Berdiri Tanpa Mempelai Laki-laki di Pelaminan, Videonya Viral
Nisabela Putri dengan seragam putih merah yang masih melekat dan mengenakan topi turut membantu ibunya berkeliling.
Nisa pun turut mengecek tempat sampah untuk mencari barang-barang yang bisa dijual.
"(Anak -anak) Tidak rewel, paling ya haus minta jajan ya dibelikan. Intinya saya cari uang untuk anak-anak bukan kesenangan saya, jadi kalau pengen jajan ya dibelikan. Enggak apa-apa nanti uang dapat dicari, ada daja. Tapi alhamdulillah nurut semua," tutur Sri Subekti.
Sri Subekti berasal dari Ngawi, Jawa Timur. Sekitar 12 tahun lalu, dia memutuskan pindah ke Yogyakarta.
Saat ini Sri harus berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya setelah berpisah dengan suaminya.
"Di sini sudah 12 tahun sudah kayak orang sini cuma saya enggak punya rumah di sini. Tujuan ke sini dulu jualan, di kampung sepi terus ke sini-sini," tuturnya.
Sri sebenarnya memiliki tiga orang anak. Namun, dia harus kehilangan satu anaknya karena sakit GERD (gastroesophageal reflux disease). Putranya tersebut meninggal di usia 26 tahun.
Guna menyambung hidup, membayar kos dan membiayai sekolah anak-anaknya, Sri sehari-hari berkeliling mencari rongsok untuk dijual.
Baca juga: Gibran Samakan Persiapan ASEAN Para Games dengan Kisah Bandung Bondowoso
Dalam kondisi sakit pun Sri mau tidak mau tetap harus berkeliling mendorong gerobak mencari rongsok demi kedua anaknya.
"Kerja setiap hari, saya sakit pun kerja. Intinya kan setiap hari butuh makan butuh bayar kos, jadi sakit pun tetap kerja, kalau sakit pelan-pelan saya berhenti capek, kemarin habis sebulan sakit kecapekan cuma jalan saja pelan-pelan," urainya.
Penghasilan dari mencari rongsokan diakui Sri tidaklah seberapa. Namun dia tetap bersyukur berapa pun hasil yang didapatnya.
"Kalau hasil tidak tentu, ya Rp 30.000 kadang Rp 40.000, ya ngepres (mepet). Untuk kos sebulan Rp 350.000 bayar air Rp 100.000, lalu listrik Rp 50.000," tuturnya.
Di luar itu, Sri masih harus mengeluarkan uang untuk makan sehari-hari.
Dia bersyukur satu anaknya mendapat keringanan biaya sekolah meskipun masih harus mengeluarkan uang untuk membeli buku.
"Alhamdulillah yang satu sekolah enggak bayar, yang satu bayar. Tapi masalah buku tetap bayar," bebernya.
Sri menyampaikan harus pintar-pintar mengatur keuangan, sehingga harus berhemat untuk makan sehari-hari.
Dia mengutamakan memenuhi gizi kedua anaknya. Baginya, kedua anaknya membutuhkan asupan gizi yang baik agar mendukung dalam proses belajar di sekolah.
"Ya ngirit, ibarat cuma makan sayur bayem sama tempe saja. Yang penting ada sayur ada lauk, kalau makan ngirit, gizi buat anak yang penting, kalau saya ya seadanya. Intinya penting sayur harus tiap hari," ucapnya.