Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Rektor UIN Yogyakarta untuk Hentikan Kasus Penendang Sesajen dan Respons Kapolri

Kompas.com, 16 Januari 2022, 05:16 WIB
Teuku Muhammad Valdy Arief

Editor

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Saat kecaman terus menyasar laki-laki berinisial HF yang menendang sesajen di Gunung Semeru, pernyataan dengan nada sebaliknya datang dari Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin.

Guru besar yang banyak mengkaji kelompok minoritas itu justru meminta HF untuk dimaafkan.

Dia turut meminta agar proses hukum terhadap HF dihentikan.

Baca juga: Akhir Perjalanan HF, Pria yang Tendang Sesajen di Gunung Semeru, Video Viral di Medsos, Ditangkap Polisi dan Jadi Tersangka

Salah satu alasan Al Makin meminta agar penendang sesajen itu dimaafkan adalah tindakan itu dianggap tidak sampai membahayakan orang lain.

"Jika itu tidak berbahaya dan jika itu tidak menyakiti manusia lain lebih baik kita maafkan," sebut Al Makin saat ditemui di UIN Sunan Kalijaga, Jumat (14/1/2022).

Perbuatan HF juga dipandang Al Makin tidak sebesar kejahatan lain yang dipernah dilakukan kepada kelompok minoritas.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin, di kampusnya, Jumat (14/1/2022).KOMPAS.com/WISANG SETO PANGARIBOWO Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin, di kampusnya, Jumat (14/1/2022).

Terlebih, banyak kejahatan yang menimpa kelompok minoritas di Indonesia tidak pernah sampai diadili.

"Maka sungguh tidak adil jika hanya seorang saja yang mungkin khilaf kemudian diproses secara hukum, bagi saya kurang bijak," kata Al Makin yang belasan tahun meneliti kelompok minoritas di Indonesia.

Baca juga: Soal Penendang Sesajen di Gunung Semeru, Pelaku Minta Bantuan Teman untuk Merekam Aksinya

Pemberian maaf kepada HF, dipandangnya bakal menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar.

"Jika kita bangsa yang baik, bangsa yang besar, beri contoh kita bangsa yang pemaaf. Beri pelajaran dengan cara lapangkan dada kita agar yang bersangkutan belajar, bahwa berbeda itu tidak apa-apa," jelasnya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat berada di Pelabuhan Benoa, Bali, Sabtu (15/1/2022).Polda Bali Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat berada di Pelabuhan Benoa, Bali, Sabtu (15/1/2022).
Menanggapi permintaan Al Makin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bakal mengkaji kasus tersebut.

"Ini ada mekanisme yang nanti akan kita lihat apakah ini menjadi salah satu kasus yang harus proses lanjut atau kah bisa masuk status yang bisa restorative justice," kata Sigit saat berkunjung ke Pelabuhan Benoa, Denpasar, Sabtu (15/1/2022).

Kuasa hukum HF, Moh Habib Alkutbhi, menyayangkan penetapan status tersangka terhadap kliennya.

Baca juga: Pria Penendang Sesajen Pernah Kuliah di UIN Sunan Kalijaga, tapi Tak Lulus, Rektor: Kecewa...

Menurutnya, penetapan tersangka itu terlalu prematur. Sebab, kliennya tidak dipanggil sebagai saksi dan langsung ditetapkan tersangka.

"Bagi kami terlalu prematur, tidak ada pemanggilan untuk diminta keterangan sebagai saksi, langsung ditetapkan tersangka," kata Moh Habib Alkuthbi saat dikonfirmasi, Jumat.

Kata Habib Alkuthbi, jika kliennya ditahan, ia akan mengajukan permohonan banding penanguhan penahanan dengan jaminan pihak keluarga.

Minta maaf

Setelah ditangkap polisi, HF, pria yang menendang sesajen di lokasi gunung semeru meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukannya.

"Kepada seluruh masyarakat Indonesia yang saya cintai, kiranya apa yang pernah kami lakukan dalam video itu dapat menyinggung perasaan Saudara, kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya," kata HF di sela-sela pemeriksaan di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Jumat.

Baca juga: Akhir Kisah Pria yang Tendang Sesajen di Semeru karena Undang Azab

HF menjadi sorotan publik setelah videonya menendang sesajen makanan di Gunung Merapi beredar luas setelah diunggah oleh akun Twitter @setiawan3833 pada Sabtu (8/1/2022).

Makanan yang dibuang itu diduga berasal dari tradisi ruwatan warga Sumbersari, Lumajang.

Tradisi ruwatan biasanya dilakukan warga untuk memohon keselamatan dari bencana usai erupsi Gunung Semeru.

HF akhirnya ditangkap di rumahnya di Gang Dorowati, Pringgolayan, Banuntapangan, Bantul, DIY, pada Kamis (13/1/2022) sekitar pukul 22.40 WIB.

Atas perbuatannya, HF telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.

HF dijerat Pasal 156 dan Pasal 158 tentang penghinaan terhadap golongan tertentu.

Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

Baca juga: Rektor UIN Sunan Kalijaga Minta Proses Hukum Penendang Sesajen Dihentikan

Direskrimum Polda Jatim Kombes Totok Suharyanto mengatakan, untuk sementara motifnya spontanitas karena pemahaman dan keyakinan tersangka.

"Motif sementara pelaku karena sesajen bukan tradisi yang diyakininya," kata Totok kepada wartawan, Jumat.

Namun, lanjutnya, penyidik masih mendalami motif sesunguhnya.

Bukan hanya itu, kata Totok, penyidik masih mendalami lebih lanjut terkait kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus tersebut.

"Tergantung nanti hasil pemeriksaan," ungkapnya.

Penulis: Kontributor Surabaya, Muchlis; Kontributor Surabaya, Achmad Faizal; Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo; Kontributor Bali, Ach. Fawaidi

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau