Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.
Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli 750 Masehi ditulis seorang citraleka atau sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga. Penulisan prasasti dibantu sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno.
Sejarawan memperkirakan bahwa masyarakat Hampra telah berjasa pada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya.
Raja Bhanu memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali.
Baca juga: Profil dan Sejarah Kota Batu, Dikenal Sebagai Tempat Peristirahatan Keluarga Kerajaan
Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan.
Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No.15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.
Zaman Penjajahan
Pada zaman penjajahan Belanda batas status Kota Salatiga cukup jelas berdasarkan Staatblad 1917 No.266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood Gemente Salatiga dengan daerah teritori terdiri dari 8 desa.
Karena didukung faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat strategis, Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda.
Letak strategis Salatiga karena terletak di jalur utama Jakarta-Semarang-Solo-Surabaya, dan terletak di dua pusat kota pengembangan, yaitu Kota Semarang dan Surakarta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.