Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Jenderal Sudirman serta Sejarah Perjuangan dan Peran dalam Kemerdekaan

Kompas.com, 6 Januari 2022, 14:47 WIB
Dini Daniswari

Penulis

Pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI) membentuk
Badan Keamanan Rakyat (BPR). Sudirman dan rekannya sesama tentara PETA mendirikan
cabang BPR di Banyumas pada akhir Agustus.

Sudirman berusaha menghimpun kekuatan BKR. Bersama, Residen Banyumas Iskaq
Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lain, dia melakukan perebutan kekuasaan dari
Jepang secara damai.

Komandan Batalyon Tentara Jepang, Mayor Yuda menyerahkan senjata cukup banyak.
Karena itu, BKR Banyumas merupakan kesatuan yang memiliki senjata lengkap.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Sudirman diangkat menjadi
Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat kolonel.

Sudirman Mulai Menderita Sakit dan Diangkat Menjadi Jenderal

Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman terpilih menjadi
Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Saat ini, Sudirman mulai
menderita tuberkulosis.

Perang besar pertama yang dipimpin Sudirman adalah perang Palagan Ambarawa
melawan pasukan Inggris dan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) Belanda.

Perang berlangsung pada November hingga Desember 1945. Pada 12 Desember 1945,
Sudirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa.

Baca juga: Patung Jenderal Sudirman, Dibangun Pakai Uang Urunan hingga Kontroversi Tangan Menghormat

Upaya Sudirman tidak sia-sia, pertempuran selama lima hari berhasil memukul
mundur pasukan Inggris ke Semarang.

Setelah kemenangan Sudirman dalam Palagan Ambarawa, pada 18 Desember 1945,
Sudirman dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno.

Pangkat Jenderal tersebut tidak diperoleh melalui sistem Akademi Militer
atau pendidikan lainnya namun melalui prestasinya. Itulah bedanya Sudirman
dengan yang lain.

Penyakit Sudirman Semakin Parah

Saat berada di Yogyakarta, penyakit yang diderita Sudirman menjadi parah.
Paru-parunya yang berfungsi hanya satu.

Yogyakarta dikuasai Belanda walaupun sempat dikuasai Indonesa.

Saat itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta serta beberapa tokoh anggota
kabinet juga ditangkap oleh tentara Belanda.

Karena situasi genting, Sudirman dengan tandu berangkat bersama pasukannya
dan kembali melakukan gerilya.

Baca juga: Bagaimana Strategi Perang Jenderal Sudirman Ketika Melawan Belanda?

Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan, dari hutan satu ke hutan lainnya
maupun dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah. Bahkan, dia
dalam kondisi hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau