Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Jenderal Sudirman serta Sejarah Perjuangan dan Peran dalam Kemerdekaan

Kompas.com - 06/01/2022, 14:47 WIB
Dini Daniswari

Penulis

KOMPAS.com - Jenderal Besar Raden Sudirman adalah Perwira Tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Sudirman lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Purbalingga,
Jawa Tengah.

Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji yang berkerja sebagai mandor tebu pada
pabrik gula di Purwokerto. Ibunya bernama Siyem.

Sejak kecil, Sudirman telah diangkat anak oleh Raden Cokrosunaryo, Asisten
Wedana (Camat) di Rembang, Purbalingga. Setelah pensiun, keluarga Cokrosunaryo
menetap di Cilacap.

Perjalanan Pendidikan Sudirman hingga Menjadi Guru

Pada usia tujuh tahun, Sudirman bersekolah di Hollandsche Inlandsche School
(HIS) setingkat sekolah dasar di Cilacap.

Sudirman menjadi anak yang cukup beruntung pada masa itu. Dia dibesarkan dengan
cerita-cerita kepahlawanan, diajarkan etika dan tata krama priyayi, etos kerja,
dan kesederhanaan rakyat jelata.

Sudirman dididik penuh disiplin. Dia harus membagi waktu antara belajar, bermain,
dan mengaji. Meski hidup berkecukupan, keluarga Sudirman bukanlah keluarga kaya.

Baca juga: Tempat Kelahiran Jenderal Sudirman, Ternyata Ada di Purbalingga

Setelah tamat HIS, Sudirman masuk Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) atau
setingkat SMP. Setahun kemudian, dia pindah ke Perguruan Parama Wiworo Tomo dan
tamat pada 1935.

Selanjutnya, Sudirman manjadi guru di HIS Muhammadiyah. Sebagai guru, dia mengajarkan
pelajaran moral dengan menggunakan contoh kisah wayang tradisional pada murid-muridnya.

Sudirman dikenal sebagai guru yang adil dan sabar. Dia senang mengajar dengan
mencampurkan humor dan nasionalisme, hal ini membuatnya terkenal di kalangan
murid-muridnya.

Pada masa pendudukan Jepang, rakyat kesulitan mencari bahan pangan.

Kondisi ini menggerakkan Sudirman untuk aktif membina Badan Pengurus Makanan
Rakyat (BPMR). Badan yang dikelola masyarakat bukan buatan Pemerintah Jepang.

BPMR bergerak dibidang pengumpulan dan distribusi makanan supaya masyarakat
Cilacap terhindar dari bahaya kelaparan.

Pada Oktober 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang mengumumakan penbentukan
Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Karir Sudirman Sebagai Prajurit

Sebagai tokoh masyarakat, Sudirman ditunjuk mengikuti pelatihan PETA angkatan
kedua di Bogor. Di sinilah, Sudirman memulai karir sebagai prajurit.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Jepang membebaskan PETA dan melucuti senjata.
Semua anggota PETA disuruh pulang ke kampung halamannya.

Baca juga: Monumen Jenderal Sudirman di Pacitan, Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia

Pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI) membentuk
Badan Keamanan Rakyat (BPR). Sudirman dan rekannya sesama tentara PETA mendirikan
cabang BPR di Banyumas pada akhir Agustus.

Sudirman berusaha menghimpun kekuatan BKR. Bersama, Residen Banyumas Iskaq
Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lain, dia melakukan perebutan kekuasaan dari
Jepang secara damai.

Komandan Batalyon Tentara Jepang, Mayor Yuda menyerahkan senjata cukup banyak.
Karena itu, BKR Banyumas merupakan kesatuan yang memiliki senjata lengkap.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Sudirman diangkat menjadi
Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat kolonel.

Sudirman Mulai Menderita Sakit dan Diangkat Menjadi Jenderal

Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman terpilih menjadi
Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Saat ini, Sudirman mulai
menderita tuberkulosis.

Perang besar pertama yang dipimpin Sudirman adalah perang Palagan Ambarawa
melawan pasukan Inggris dan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) Belanda.

Perang berlangsung pada November hingga Desember 1945. Pada 12 Desember 1945,
Sudirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa.

Baca juga: Patung Jenderal Sudirman, Dibangun Pakai Uang Urunan hingga Kontroversi Tangan Menghormat

Upaya Sudirman tidak sia-sia, pertempuran selama lima hari berhasil memukul
mundur pasukan Inggris ke Semarang.

Setelah kemenangan Sudirman dalam Palagan Ambarawa, pada 18 Desember 1945,
Sudirman dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno.

Pangkat Jenderal tersebut tidak diperoleh melalui sistem Akademi Militer
atau pendidikan lainnya namun melalui prestasinya. Itulah bedanya Sudirman
dengan yang lain.

Penyakit Sudirman Semakin Parah

Saat berada di Yogyakarta, penyakit yang diderita Sudirman menjadi parah.
Paru-parunya yang berfungsi hanya satu.

Yogyakarta dikuasai Belanda walaupun sempat dikuasai Indonesa.

Saat itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta serta beberapa tokoh anggota
kabinet juga ditangkap oleh tentara Belanda.

Karena situasi genting, Sudirman dengan tandu berangkat bersama pasukannya
dan kembali melakukan gerilya.

Baca juga: Bagaimana Strategi Perang Jenderal Sudirman Ketika Melawan Belanda?

Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan, dari hutan satu ke hutan lainnya
maupun dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah. Bahkan, dia
dalam kondisi hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis.

Mulai 1 April 1949, Sudirman menetap di Desa Sobo, Solo, Jawa Tengah.
Di saat sakit semangat juangnya tidak luntur, dia tetap memberi petunjuk dan strategi kepada para prajuritnya.

Perang gerilya itu akhirnya berhasil mematahkan serbuan Belanda. Belanda
pun mengajak berunding.

Sudirman Sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan

Sudirman diminta untuk kembali ke Yogyakarta. Karena, perundingan dengan
Belanda tentang angkatan perang tidak mungkin tidak dihadiri panglima
besar di ibukota.

Pada 10 Juli 1949, Jenderal Sudirman dan rombongan kembali ke Yogyakarta.
Untuk menyambut kedatangannya, parade militer yang diadakan di Alun-alun
Yogyakarta berlangsung sangat haru.

Pasalnya, kondisi fisik Sudirman terlihat pucat dan kurus. Rasa haru dan
kagum bercampur menjadi satu. Ini menunjukkan betapa berharganya Sudirman di hati anak buahnya. 

Baca juga: Patung Jenderal Sudirman Dipakaikan Masker, Warga: Enggak Ngaruh!

Pemerintah Indonesia dan Belanda terus mengadakan konferensi panjang selama
beberapa bulan. Perundingan berakhir dengan pengakuan Belanda atas Kedaulatan
Indonesia pada 27 Desember 1949.

Pada saat itu, Sudirman diangkat sebagai Panglima Besar TNI di negara baru
bernama Republik Indonesia Serikat.

Pada 29 Januari 1950, Sudirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah
karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.
Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.

Pada 1997, Jenderal Sudirman mendapat gelar Jenderal Besar Anumerta dengan
bintang lima. Pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa jenderal di
Republik Indonesia sampai saat ini.

Namanya disematkan menjadi nama jalan utama di Ibukota Jakarta.

Sumber: https://smartcity.jakarta.go.id/blog/79/sudirman-berjuang-tanpa-batas
dan http://soedirman.pahlawan.perpusnas.go.id/public/home/

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diburu Usai Curi Panci dan Tabung Gas, Residivis Ini Malah Ditemukan di Tahanan

Diburu Usai Curi Panci dan Tabung Gas, Residivis Ini Malah Ditemukan di Tahanan

Yogyakarta
Ada Kades yang Ikut Penjaringan Bacawabup di Partai Golkar, Apdesi Bantul Minta Anggotanya Netral

Ada Kades yang Ikut Penjaringan Bacawabup di Partai Golkar, Apdesi Bantul Minta Anggotanya Netral

Yogyakarta
Komplotan Pencuri di Yogyakarta Ditangkap, Sehari Ganjal 10 Mesin ATM, Uang Rp 150 Juta Disikat

Komplotan Pencuri di Yogyakarta Ditangkap, Sehari Ganjal 10 Mesin ATM, Uang Rp 150 Juta Disikat

Yogyakarta
Jelang Desentralisasi Sampah, Pj Wali Kota: Pembangunan TPST 3R Karangmiri Mundur

Jelang Desentralisasi Sampah, Pj Wali Kota: Pembangunan TPST 3R Karangmiri Mundur

Yogyakarta
Tak Mau 'Snack Lelayu' Terulang Saat Pilkada, Ketua KPU DIY Minta Lebih Teliti

Tak Mau "Snack Lelayu" Terulang Saat Pilkada, Ketua KPU DIY Minta Lebih Teliti

Yogyakarta
Terdapat 3 Sengketa Pemilu, Penetapan Anggota Legislatif di DIY Terancam Mundur

Terdapat 3 Sengketa Pemilu, Penetapan Anggota Legislatif di DIY Terancam Mundur

Yogyakarta
Muncul dalam Penjaringan PDI Perjuangan, Soimah Tidak Bersedia Maju Pilkada

Muncul dalam Penjaringan PDI Perjuangan, Soimah Tidak Bersedia Maju Pilkada

Yogyakarta
Lansia di Kulon Progo Dibacok Residivis yang Cemburu Buta

Lansia di Kulon Progo Dibacok Residivis yang Cemburu Buta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Pelihara Buaya dari Sekecil Tokek Kini 2 Meter, Pemilik Ngeri dan Serahkan ke BKSDA Yogyakarta

Pelihara Buaya dari Sekecil Tokek Kini 2 Meter, Pemilik Ngeri dan Serahkan ke BKSDA Yogyakarta

Yogyakarta
Saat Bansos Jelang Pilkada Jadi Perhatian Khusus KPU DIY...

Saat Bansos Jelang Pilkada Jadi Perhatian Khusus KPU DIY...

Yogyakarta
Pembebasan Lahan di IKN, AHY: Tidak Boleh Asal Gusur

Pembebasan Lahan di IKN, AHY: Tidak Boleh Asal Gusur

Yogyakarta
Soal Gugatan 'Snack Lelayu', KPU Sleman: No Comment, Kami Sampaikan pada Waktu yang Tepat

Soal Gugatan "Snack Lelayu", KPU Sleman: No Comment, Kami Sampaikan pada Waktu yang Tepat

Yogyakarta
Soal Posisi PDI-P Pasca-Pilpres 2024, Ganjar: Rasanya Iya, di Luar Pemerintahan

Soal Posisi PDI-P Pasca-Pilpres 2024, Ganjar: Rasanya Iya, di Luar Pemerintahan

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com