Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kades Candibinangun Sleman Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah Kas Desa

Kompas.com, 7 Februari 2024, 16:24 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menetapkan tersangka mafia tanah kas desa. Kali ini, Kejati DIY menetapkan Kepala Desa Candibinangun, Sleman, berinisial SM sebagai tersangka.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Anshar Wahyuddin menjelaskan, penetapan tersangka SM tersebut berdasarkan dua alat bukti yang ditemukan.

"Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Selanjutnya terhadap tersangka SM dilakukan pemeriksaan kesehatan dan oleh Dokter dinyatakan sehat," ujar Anshar, Selasa (7/2/2024).

Baca juga: Sempat Ditunda, Sidang Perdana Lurah Maguwoharjo Terkait Kasus Tanah Kas Desa Digelar Hari Ini

Tersangka telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta (Lapas Wirogunan) selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 07 Februari 2024 sampai tanggal 26 Februari 2024.

Anshar mengatakan penetapan SM sebagai tersangka bermula pada tahun 2012. Pemerintah Desa Candibinangun mendapatkan izin dari Gubernur DIY untuk menyewakan tanah kas Desa Candibinangun yang terletak di Padukuhan Bulus II Kembangan dan Samberembe seluas 200.225 meter persegi kepada PT Jogja Eco Wisata.

Rencananya lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk Tempat Wisata dan Taman Rekreasi Water Park.

Sesuai dengan izin gubernur ditentukan masa sewa berlaku selama 20 tahun. Lalu perjanjian sewa tersebut akan ditinjau ulang setiap tiga tahun sekali.

Selain itu pendapatan dari sewa menyewa ini harus dikelola melalui APBDes. Dengan berlakunya Pergub No. 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa Pasal 21 ayat 3 menyatakan besaran sewa berdasarkan hasil penilaian tim penilai publik.

"Namun ternyata tersangka tidak melakukan review perjanjian sewa yang seharusnya dilakukan pada tahun 2018. Terutama mengenai besaran uang sewa yang harus didasarkan penilaian dari jasa penilai appraisal," katanya.

"Dan tersangka hanya menentukan kenaikan harga sewa secara lisan tanpa dasar yang jelas dan tentunya nilainya jauh lebih rendah dari yang seharusnya," beber dia.

Lanjut dia, uang sewa yang dibayarkan oleh PT JEW kepada Desa Candibinangun oleh tersangka tidak dimasukkan dalam APBDes terlebih dahulu. 

Tersangka membagikan uang sewa tersebut kepada para perangkat desa dan mantan perangkat desa secara asalpasalan. Akibatnya, terjadi kelebihan pembayaran yang mengakibatkan uang yang masuk ke kas Desa sangat kecil.

Berdasarkan perhitungan dari Inspektorat DIY, kerugian negara yang ditimbulkan SM sebesar Rp 9.199.267.890. 

Adapun rinciannya, kerugian dari kekurangan penerimaan kas desa atas pembayaran yang telah dilakukan oleh PT JEW sebesar Rp 704.667.890.

Penyidik telah melakukan penyitaan uang sebesar Rp 297.900.000 yang berasal dari perangkat desa.

Lalu kerugian dari harga sewa TKD oleh PT JEW yang terlalu rendah sebesar Rp 8.458.600.000.

Baca juga: Ketua KPU Pemalang Diminta Mundur, Dituding Lakukan Pungli sampai soal Dugaan Korupsi

Atas perbuatannya SM disangkakan pasal primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau