YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) berupaya mendesain ulang bendungan bawah tanah satu-satunya di dunia yang terletak di Bribin II atau Sindon di Kalurahan Dadapayu, Semanu.
Sejak badai cempaka pada 2017, bendungan ini rusak dan tidak bisa melayani masyarakat.
Perbaikannya diperkirakan memerlukan anggaran Rp 45 miliar.
Jika nantinya berfungsi kembali, bendungan ini akan disalurkan untuk warga di tiga Kapanewon Gunungkidul.
Baca juga: Uang Mark Up Proyek Bendungan Margatiga Lampung Rp 9,3 Miliar Disita, 48 Rekening Dibekukan
Dari pengamatan Kompas.com di Bribin II, Bupati dan perwakilan dari BBWSO turun di bendungan dengan kedalaman 104 meter. Mereka memantau kerusakan bendungan yang ada di dalam tanah itu.
Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengatakan, saat ini sedang melakukan proses redesain untuk revitalisasi oleh BBWSO.
Dari pengamatannya di dalam bendungan, terjadi kerusakan yang cukup banyak.
"Kerusakan di sana luar biasa," kata Sunaryanta saat ditemui di Bribin II, Selasa (28/11/2023).
Sunaryanta mengatakan, kerusakan bendungan bawah tanah itu antara lain sambungan utama patah dan sejumlah alat yang ada di dalam bendungan rusak karena air.
Pihaknya berkoordinasi dengan BBWSO untuk perbaikan, dan nantinya diajukan ke pemerintah pusat.
"Saya akan ke Jakarta, salah satunya untuk ini (rencana perbaikan bendungan), mudah-mudahan nanti bisa dilakukan. Bisa berfungsi seperti semula. Nantinya jika berfungsi bisa untuk digunakan tiga Kapanewon, yakni Girisubo, Rongkop, dan Semanu. Ini debitnya besar," kata Sunaryanta.
Sementara itu, Satker OP SDA BBWSO Wardani mengatakan, saat ini pihaknya sudah meninjau desain dan berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia.
"Dari hasil review desain, total (dana yang dibutuhkan) Rp 45 miliar," kata Wardani.
Wardani mengatakan, akibat badai cempaka 2017, salah satu kerusakan yang parah adalah jalur utama tidak berfungsi lagi.
Untuk diketahui, bendungan bawah tanah yang berada di kedalaman 104 meter ini menggunakan sistem microhydro untuk mengangkat air ke permukaan tanah.