YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Orangtua terdakwa pelaku klitih di Gedongkuning, Kota Yogyakarta, membantah bahwa anaknya merupakan pelaku klitih dan menjadi korban salah tangkap, dia menduga adanya rekayasa kasus klitih di sana.
Orangtua terdakwa Andi yang bernama Aan menegaskan, ia bersama orangtua terdakwa lainnya anti kejahatan jalanan atau klitih. Ia menambahkan bahwa anaknya bukanlah pelaku klitih di Gedongkuning yang menewaskan satu orang bernama Dafa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 yang diketahui anak anggota DPRD Kebumen.
"Anak kami bukan pelaku, anak kami juga korban. Korban ketidakadilan, korban salah tangkap, di sini kami orangtua melihat adanya dugaan rekayasa kasus," kata Aan saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat lalu (3/11/2022).
Baca juga: Penyidik Kasus Tawuran yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Dilaporkan ke Propam
Aan menceritakan dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus bermula saat anaknya dan rekannya sebanyak 4 orang, total 5 orang, sedang melakukan perang sarung di daerah Druwo, Jalan Prangtritis. Perang sarung dilakukan oleh anaknya berinisial AD dengan kawan lainnya pada pukul 02.30 WIB.
"Pada saat yang bersamaan terjadi penganiayaan di Gedongkuning yang waktu itu viral pada tanggal 3 April 2022. Apalagi di Gedongkuning berjarak sekitar 8 km," ucapnya.
Lanjut dia, anaknya dijemput oleh Polisi seminggu setelah kejadian penganiayaan di Gedongkuning, Kota Yogyakarta. Namun, saat penjemputan Aan merasa ada kejanggalan yakni dia tidak diperbolehkan untuk momotret surat penangkapan dari pihak kepolisian.
"Ketika saya foto tidak boleh gitu tetapi polisi seolah-olah kaya ada serah terima surat gitu. Saya difoto oleh polisi untuk dokumentasi, tapi ketika suratnya saya minta itu enggak boleh dan saya memang agak kurang tahu persis isinya," jelas dia.
Kejanggalan lain juga dialami dirinya, saat anaknya dibawa oleh polisi dia diperbolehkan menyusul oleh polisi yang membawa anaknya. Satu jam setelahnya Aan menyusul ke kantor Polisi, namun saat dia menyusul justru diminta untuk pulang.
"Tapi oleh Polisi disuruh pulang ya Itu polisi juga mengatakan 'belum selesai Bu pemeriksaannya. Ibu pulang aja mungkin masih lama sampai tengah malam. Aman kok Bu, polisi zaman sekarang enggak kayak zaman dulu'," ucap dia menirukan perkataan Polisi.
Anaknya ditangkap polisi pada 9 April 2022 malam, dia menyusul keesokan harinya ke kantor Polisi dan dia kembali diminta untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah dia diberi sebanyak 3 surat dari kepolisian.
"Tengah malam polisi langsung memberi surat tiga macam. Surat pemeriksaan, surat penangkapan, surat penetapan tersangka dan penahanan," imbuh dia.
Keesokan harinya dia menyusul ke Polsek di mana anaknya ditahan, namun dia tidak bisa bertemu dengan anaknya karena anaknya sudah tidak berada di Polsek.
"Ternyata saya dengar sudah ada conference di Polda. Anak saya sudah diumumkan kepada publik secara resmi. Kalau suratnya kan malamnya sudah saya terima kemudian besoknya press conference," ucap dia.
Dugaan rekayasa kasus ini bermula dari dia tidak bisa bertemu dengan anaknya karena harus menjalani karantina lantaran masih dalam pandemi Covid-19. Selain itu, saat rekonstruksi kejadian juga dirasa janggal.
Rekonstruksi dilakukan di Polsek tidak di TKP, penjelasan dari polisi pada saat itu adalah untuk alasan keamanan dan dirinya masih bisa menerima. tetapi, rekonstruksi yaang dilakukan pada saat itu bersifat tertutup.
Baca juga: Kelima Penyerang Anak Anggota DPRD Kebumen hingga Tewas Tergabung dalam Geng Sekolah