Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Terdakwa Pelaku Klitih di Gedongkuning Yogyakarta Sampaikan Anaknya Tak Bersalah

Kompas.com, 8 November 2022, 11:47 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Orangtua terdakwa pelaku klitih di Gedongkuning, Kota Yogyakarta, membantah bahwa anaknya merupakan pelaku klitih dan menjadi korban salah tangkap, dia menduga adanya rekayasa kasus klitih di sana.

Orangtua terdakwa Andi yang bernama Aan menegaskan, ia bersama orangtua terdakwa lainnya anti kejahatan jalanan atau klitih. Ia menambahkan bahwa anaknya bukanlah pelaku klitih di Gedongkuning yang menewaskan satu orang bernama Dafa Adzin Albasith, pelajar SMA Muhammadiyah 2 yang diketahui anak anggota DPRD Kebumen.

"Anak kami bukan pelaku, anak kami juga korban. Korban ketidakadilan, korban salah tangkap, di sini kami orangtua melihat adanya dugaan rekayasa kasus," kata Aan saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat lalu (3/11/2022).

Baca juga: Penyidik Kasus Tawuran yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Dilaporkan ke Propam

Aan menceritakan dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus bermula saat anaknya dan rekannya sebanyak 4 orang, total 5 orang, sedang melakukan perang sarung di daerah Druwo, Jalan Prangtritis. Perang sarung dilakukan oleh anaknya berinisial AD dengan kawan lainnya pada pukul 02.30 WIB.

"Pada saat yang bersamaan terjadi penganiayaan di Gedongkuning yang waktu itu viral pada tanggal 3 April 2022. Apalagi di Gedongkuning berjarak sekitar 8 km," ucapnya.

Lanjut dia, anaknya dijemput oleh Polisi seminggu setelah kejadian penganiayaan di Gedongkuning, Kota Yogyakarta. Namun, saat penjemputan Aan merasa ada kejanggalan yakni dia tidak diperbolehkan untuk momotret surat penangkapan dari pihak kepolisian.

"Ketika saya foto tidak boleh gitu tetapi polisi seolah-olah kaya ada serah terima surat gitu. Saya difoto oleh polisi untuk dokumentasi, tapi ketika suratnya saya minta itu enggak boleh dan saya memang agak kurang tahu persis isinya," jelas dia.

Kejanggalan lain juga dialami dirinya, saat anaknya dibawa oleh polisi dia diperbolehkan menyusul oleh polisi yang membawa anaknya. Satu jam setelahnya Aan menyusul ke kantor Polisi, namun saat dia menyusul justru diminta untuk pulang.

"Tapi oleh Polisi disuruh pulang ya Itu polisi juga mengatakan 'belum selesai Bu pemeriksaannya. Ibu pulang aja mungkin masih lama sampai tengah malam. Aman kok Bu, polisi zaman sekarang enggak kayak zaman dulu'," ucap dia menirukan perkataan Polisi.

Baca juga: Pelaku Penyerangan yang Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen Bantah Terlibat, Mengaku Korban Salah Tangkap

Anaknya ditangkap polisi pada 9 April 2022 malam, dia menyusul keesokan harinya ke kantor Polisi dan dia kembali diminta untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah dia diberi sebanyak 3 surat dari kepolisian.

"Tengah malam polisi langsung memberi surat tiga macam. Surat pemeriksaan, surat  penangkapan, surat penetapan tersangka dan penahanan," imbuh dia.

Keesokan harinya dia menyusul ke Polsek di mana anaknya ditahan, namun dia tidak bisa bertemu dengan anaknya karena anaknya sudah tidak berada di Polsek.

Lima orang yang terlibat dalam kasus penganiayaan di Jalan Gedongkuning yang menyebabkan seorang pelajar Dafa Adzin Albasith (18) meminggal dunia saat dihadirkan dalam jumpa pers di Mapolda DIY.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Lima orang yang terlibat dalam kasus penganiayaan di Jalan Gedongkuning yang menyebabkan seorang pelajar Dafa Adzin Albasith (18) meminggal dunia saat dihadirkan dalam jumpa pers di Mapolda DIY.

"Ternyata saya dengar sudah ada conference di Polda. Anak saya sudah diumumkan kepada publik secara resmi. Kalau suratnya kan malamnya sudah saya terima kemudian besoknya press conference," ucap dia.

Dugaan rekayasa kasus ini bermula dari dia tidak bisa bertemu dengan anaknya karena harus menjalani karantina lantaran masih dalam pandemi Covid-19. Selain itu, saat rekonstruksi kejadian juga dirasa janggal.

Rekonstruksi dilakukan di Polsek tidak di TKP, penjelasan dari polisi pada saat itu adalah untuk alasan keamanan dan dirinya masih bisa menerima. tetapi, rekonstruksi yaang dilakukan pada saat itu bersifat tertutup.

Baca juga: Kelima Penyerang Anak Anggota DPRD Kebumen hingga Tewas Tergabung dalam Geng Sekolah

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau