KULON PROGO, KOMPAS.com – Kelumpuhan mendera pinggang ke kedua kaki pada tubuh bawah Tukijan (54), Pedukuhan Kepiton, Kalurahan Banjarsari, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kondisi ini dialami sejak jatuh dari ketinggian lima meter pohon alpukat di kebun rumah di Kepiton.
Tukijan praktis hanya bisa berbaring setiap hari di tempat tidur karena derita ini. Makan, minum, hingga buang air, semua sambil berbaring.
Berawal dari peristiwa dirinya jatuh dari pohon alpukat di pekarangan rumah dua bulan lalu. Daun alpukat muda dikumpulkan untuk pakan ternak empat kambing.
Ketika naik pohon itu, ia salah menginjak dahan hingga tergelincir jatuh. "Sadar-sadar sudah ada di rumah sakit," kata Tukijan di RSUD Wates, Rabu (28/9/2022).
Kambing dianakkan untuk dijual. Tukijan lantas mencari pakan untuk kambing di sela kegiatan utama sebagai petani di sawah.
Penghasilan yang didapat untuk membiayai anak ketiganya yang masih SMP kelas 3. Sementara dua anaknya yang lain, sudah memiliki keluarga sendiri.
Pria setengah baya ini melakoni pekerjaan seorang diri sejak istrinya meninggal dunia setahun lalu. Ia mencari pakan di ladang saat siang di hari ia celaka. Saat itu, ia naik pohon alpukat, tapi malah jatuh hingga tidak sadarkan diri.
Kecelakaan mengakibatkan luka berat pada dirinya. Dua tulang rusuk patah, tulang belakang bagian belakang ada yang pecah dan punggung bagian bawah patah. Tukijan dilarikan ke RSU Boro di Kalibawang, kemudian dirujuk ke RSUD Wates untuk operasi.
Dokter mengungkap, saraf utama pada bagian belakang ada yang pecah. Dokter mengatakan, hanya keajaiban Tuhan yang membuat Tukijan bisa pulih normal seperti sedia kala.
"Operasi bukan untuk bisa jalan lagi. Kalau bisa jalan, itu kuasa Tuhan. Kami bantu operasi untuk bisa duduk kembali, karena tulang belakangnya pecah," kata Erna Andriyani (26) asal Tanjung, Banjaroya, Kalibawang. Erna anak kedua Tukijan.
Sejak itu, Tukijan praktis hanya berbaring. Ia kemudian dibawa anaknya yang sulung untuk dirawat. Kondisinya memprihatinkan, di mana makan, minum, buang air, bahkan mandi, semua dibantu anak dari Tukijan ini.
Selain itu, Tukijan mesti ditemani karena luka punggung masih belum kering akibat selalu tidur berbaring.
"Bahkan duduk saja harus ditemani, karena waktu yang dipakai untuk duduk juga tidak lama. Dokter dan perawat home visit karena luka itu masih diawasi," kata Erna.
Baca juga: Kisah Maryadi, Nelayan Tradisional Muara Angke yang Berjuang Sekolahkan Anak hingga Sarjana
Tukijan kehilangan banyak kemampuan. Ia merelakan lahan 2.000 meter persegi sawah digarap orang dengan bagi hasil. Biasanya, ia menggarap sendiri lahan itu yang mana hasilnya dijual dan sebagian dikonsumsi sendiri.