Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah

Kompas.com, 15 Oktober 2025, 19:51 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Istilah gifted children atau anak dengan kecerdasan luar biasa di atas rata-rata masih jarang dikenal di Indonesia.

Anak-anak berbakat istimewa ini sering kali menghadapi tantangan dalam sistem pendidikan yang belum mampu menyesuaikan kebutuhan belajar mereka.

Masalah itu salah satunya dirasakan oleh Patricia Lestari Taslim, seorang ibu asal Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ia adalah founder komunitas Parents Support Group for Gifted Children (PSGGC) Jogjakarta, wadah bagi orangtua yang memiliki anak-anak gifted untuk saling berbagi pengalaman dan mencari solusi.

Awal Mula dari Keresahan Seorang Ibu

Patricia menceritakan, ide pembentukan komunitas ini berawal dari pengalaman pribadinya mendampingi putrinya, Maria Clara Yubilea atau biasa disapa Lala, yang kerap keluar masuk sekolah saat duduk di bangku SD.

“Saya masih ingat saat itu kelas 2 SD, dia sempat ngomong tidak mau sekolah. Maunya homeschooling,” kenang Patricia saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (14/10/2025).

Baca juga: Apa Itu Anak Gifted Children atau Cerdas Istimewa? Cek Cirinya

Sebagai orangtua dengan latar belakang pendidik—sang suami, Boy Rahardjo Sidharta, adalah dosen di Universitas Atma Jaya, sementara Patricia sendiri dosen dan mantan guru—mereka mencoba berdialog dengan sang anak.

“Kalimat yang sama saya sampaikan waktu itu, ayahnya dosen, ibunya guru, anaknya nggak mau sekolah, apa kata dunia?” ujarnya sambil tersenyum.

Namun, Lala tetap merasa tidak nyaman di sekolah. Ia sering mengeluh pelajaran yang diterima terasa berulang dan membosankan.

“Kami berusaha memenuhi kehausan ilmunya. Setiap hari setelah sarapan, kami tanya, ‘pulang sekolah kamu mau apa?’ Dia minta ke museum, ke perpustakaan, ya kami penuhi. Waktu itu kami belum tahu anak ini gifted,” tutur Patricia.

Dari Mogok Sekolah ke Homeschooling

Krisis itu memuncak saat Lala duduk di kelas 6 SD. Ia menolak mengikuti model pembelajaran yang hanya berfokus pada latihan soal untuk ujian nasional.

“Drilling itu membuat dia sangat tidak nyaman. Dia sempat protes, ‘kalau dari dulu lulusnya cuma tiga pelajaran, ngapain belajar sepuluh?’” kata Patricia.

Baca juga: Mangkrak sejak 2019, Gifted School Cawang Bakal Disulap Jadi SMP dan SKB

Akhirnya, setelah negosiasi panjang, orangtua mengizinkan Lala berhenti sekolah formal dan menjalani homeschooling, dengan syarat tetap mengikuti ujian agar memperoleh ijazah.

Namun, tak lama berselang, Lala kembali bosan. Saat usianya belum genap 13 tahun, ia menguasai materi pelajaran setingkat SMP dan ingin langsung mengikuti ujian paket B.

“Syaratnya waktu itu harus tes IQ. Hasilnya 131. Dari situ kami mulai sadar ada sesuatu yang berbeda,” ungkap Patricia.

Terbentuknya Komunitas PSGGC

Penasaran dengan istilah “gifted”, Patricia mencari informasi di internet hingga akhirnya menemukan komunitas nasional orangtua anak gifted di media sosial.

“Lewat Facebook saya buat pengumuman. Dari situ awal mula PSGGC Jogja. Orangtua-orangtua dengan keresahan yang sama berkumpul. Kami sama-sama butuh berjuang bagaimana mengasuh anak-anak ini,” ujarnya.

Baca juga: Baru 14 Tahun, Siswa Homeschooling Elias Kim Akan Kuliah di Imperial College London

Kini, setelah 12 tahun berdiri, PSGGC Yogyakarta aktif menggelar seminar, diskusi, dan edukasi seputar anak gifted dengan menghadirkan psikolog dan pakar pendidikan.

Komunitas ini juga telah menerbitkan dua buku:

Menyongsong Pagi: Menyingkap Tabir Permasalahan Pendidikan Anak Gifted (Cerdas Istimewa)

Menyiangi Petang: Menyibak Aneka Karakter Anak-Anak Cerdas Istimewa di Jogjakarta

“Selain lewat seminar, kami juga aktif di media sosial agar orangtua lain tidak bingung mencari informasi,” tambahnya.

Kini Berkembang ke Seluruh Indonesia

Seiring waktu, PSGGC Jogja berkembang menjadi jaringan nasional.

“Sekarang sudah ada PSGGC Solo, Jawa Timur, bahkan anggota kami ada di Kalimantan, Papua, dan Thailand. Kami menyebutnya PSGGC Indonesia,” kata Patricia.

Baca juga: Melawan Stigma Anak Gifted, Noble Academy: Perlu Penanganan Khusus

Total anggota PSGGC Jogja saat ini mencapai 50 keluarga dengan anak yang sudah terdiagnosis gifted, sementara secara nasional jumlah anggotanya mencapai 200 orang.

Bagi Patricia, perjuangan mendampingi anak gifted bukan hanya soal pendidikan, tapi tentang memahami cara berpikir, rasa ingin tahu, dan kebutuhan emosi mereka.

“Anak-anak gifted bukan sombong, mereka hanya butuh ruang untuk berpikir dengan caranya sendiri,” tutupnya dengan tenang.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau