KULON PROGO, KOMPAS.com – Insiden keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kulon Progo masih menyisakan kekecewaan tak hanya bagi murid, tapi juga pihak sekolah.
Salah seorang kepala sekolah, RW, mengaku harus “mengejar” penyedia layanan makan pagi gratis (SPPG) agar bertanggung jawab ketika salah satu siswanya mengalami keracunan parah.
Keracunan massal yang terjadi pada 31 Juli 2025 membuat sekitar 85 persen siswa di sekolahnya mengalami diare.
RW mengatakan, kasus itu makin berat karena salah satu muridnya berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak memiliki BPJS.
“Itu saya kejar, Pak. Karena murid kami diare agak parah dan dia tidak punya BPJS, itu saya kejar. Saya minta pertanggungjawaban,” kata RW dengan nada jengkel, Selasa (23/9/2025).
Baca juga: Keracunan MBG Kulon Progo, Dinkes: Produksi Skala Besar Tingkatkan Risiko Kontaminasi Bakteri
"Tapi pihak dapur malah bilang nanti akan cover kalau rawat inap, tapi tidak sepenuhnya. Lho, kok enggak sepenuhnya?" sambung dia.
Menurut RW, jawaban dari pihak dapur penyedia MBG sangat mengecewakan.
Pasalnya, orangtua siswa selalu datang menuntut ke sekolah terlebih dahulu, sementara MoU program MBG tidak memuat klausul jelas mengenai siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi masalah kesehatan.
“Yang bertanggung jawab itu belum jelas. Kalau sampai ada anak keracunan, siapa yang bertanggung jawab? Itu tidak tertulis di MoU,” ujar RW.
RW mengaku telah menyampaikan keberatan itu dalam forum bersama Ombudsman RI dan Badan Gizi Nasional (BGN).
Baca juga: Perjanjian MBG Rugikan Sekolah, Ahli Hukum: Guru Jangan Takut, Wajib Lindungi Siswa
Ia mendesak agar MoU MBG direvisi supaya ada kejelasan hukum terkait perlindungan siswa.
“Kalau seperti ini, kami harus pertanyakan ke SPPG juga. Harus ada MoU ulang. Harus jelas siapa yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang