KULON PROGO, KOMPAS.com – Penyelidikan Dinas Kesehatan Kulon Progo atas kasus keracunan massal 497 siswa menyimpulkan adanya titik risiko tertinggi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Tantangan logistik untuk melayani ribuan porsi setiap hari diduga kuat memaksa penyedia jasa memasak makanan sehari sebelumnya, yang menjadi biang kerok utama kontaminasi bakteri.
Baca juga: 497 Siswa Kulon Progo, 3 Jenis Bakteri Berbahaya Ditemukan di Menu MBG
Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengungkapkan bahwa skala penyediaan makanan yang masif menjadi celah berbahaya.
Dengan target melayani lebih dari 3.000 siswa per hari, penyedia makanan sering kali tidak memiliki cukup waktu untuk memasak seluruh porsi pada pagi hari yang sama.
“Karena porsinya banyak, kadang makanan dimasak malam sebelumnya, lalu dipanaskan di pagi hari dan dimakan siangnya. Inilah titik risiko tertinggi,” kata Sri Budi Utami saat dihubungi pada Rabu (20/8/2025).
Proses penyimpanan semalam dan pemanasan ulang inilah yang diyakini menjadi penyebab bakteri berkembang biak.
Temuan uji laboratorium dari Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi (BLKK) Yogyakarta menunjukkan adanya Bacillus cereus pada nasi, Staphylococcus aureus pada tahu goreng dan sayur tumis, serta Escherichia coli (E. coli) pada semangka.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kulon Progo, Arif Mustofa, menegaskan bahwa keberadaan mikroorganisme tersebut menandakan adanya masalah serius dalam penanganan makanan.
"Semua bakteri itu seharusnya tidak ada dalam makanan," ujar Mustofa.
Baca juga: Usai Ratusan Siswa Keracunan, Nasib Program MBG di Gemolong Sragen Belum Jelas
Dinas Kesehatan juga mengidentifikasi faktor lain yang memperburuk situasi, yaitu perilaku konsumsi.
Beberapa siswa mungkin tidak langsung menyantap makanan begitu tiba di sekolah, melainkan menunggu hingga jam istirahat.
"Kalau ada yang menunda waktu makan, misalnya makanan sudah sampai tapi menunggu istirahat, itu ikut memperpanjang waktu simpan makanan dan bisa meningkatkan risiko," jelas Mustofa.
Meskipun gejala yang dialami 497 siswa di dua SD dan dua SMP tersebut tergolong ringan, temuan ini menjadi pukulan telak bagi sistem pengawasan program MBG.
Penyelidikan membuktikan bahwa kontaminasi tidak hanya berasal dari satu bahan, tetapi menyebar ke berbagai menu yang disajikan hari itu.
Baca juga: Ratusan Siswa di Sragen Keracunan MBG, Hasil Pemeriksaan Sampel Makanan Segera Keluar
Dinas Kesehatan Kulon Progo lantas mengimbau pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap SOP pengadaan makanan dalam SPPG, dan meningkatkan pengawasan terhadap seluruh proses program MBG.
Langkah-langkah yang ditekankan antara lain:
Sri mengingatkan peran guru dalam melakukan pengecekan awal terhadap makanan yang akan diberikan kepada siswa sebelum dikonsumsi.
Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang