Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keracunan MBG Kulon Progo, Dinkes: Produksi Skala Besar Tingkatkan Risiko Kontaminasi Bakteri

Kompas.com, 20 Agustus 2025, 17:10 WIB
Dani Julius Zebua,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Penyelidikan Dinas Kesehatan Kulon Progo atas kasus keracunan massal 497 siswa menyimpulkan adanya titik risiko tertinggi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tantangan logistik untuk melayani ribuan porsi setiap hari diduga kuat memaksa penyedia jasa memasak makanan sehari sebelumnya, yang menjadi biang kerok utama kontaminasi bakteri.

Baca juga: 497 Siswa Kulon Progo, 3 Jenis Bakteri Berbahaya Ditemukan di Menu MBG

Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, mengungkapkan bahwa skala penyediaan makanan yang masif menjadi celah berbahaya.

Dengan target melayani lebih dari 3.000 siswa per hari, penyedia makanan sering kali tidak memiliki cukup waktu untuk memasak seluruh porsi pada pagi hari yang sama.

“Karena porsinya banyak, kadang makanan dimasak malam sebelumnya, lalu dipanaskan di pagi hari dan dimakan siangnya. Inilah titik risiko tertinggi,” kata Sri Budi Utami saat dihubungi pada Rabu (20/8/2025).

Proses penyimpanan semalam dan pemanasan ulang inilah yang diyakini menjadi penyebab bakteri berkembang biak.

Temuan uji laboratorium dari Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi (BLKK) Yogyakarta menunjukkan adanya Bacillus cereus pada nasi, Staphylococcus aureus pada tahu goreng dan sayur tumis, serta Escherichia coli (E. coli) pada semangka.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kulon Progo, Arif Mustofa, menegaskan bahwa keberadaan mikroorganisme tersebut menandakan adanya masalah serius dalam penanganan makanan.

"Semua bakteri itu seharusnya tidak ada dalam makanan," ujar Mustofa.

Baca juga: Usai Ratusan Siswa Keracunan, Nasib Program MBG di Gemolong Sragen Belum Jelas

Dinas Kesehatan juga mengidentifikasi faktor lain yang memperburuk situasi, yaitu perilaku konsumsi.

Beberapa siswa mungkin tidak langsung menyantap makanan begitu tiba di sekolah, melainkan menunggu hingga jam istirahat.

"Kalau ada yang menunda waktu makan, misalnya makanan sudah sampai tapi menunggu istirahat, itu ikut memperpanjang waktu simpan makanan dan bisa meningkatkan risiko," jelas Mustofa.

Meskipun gejala yang dialami 497 siswa di dua SD dan dua SMP tersebut tergolong ringan, temuan ini menjadi pukulan telak bagi sistem pengawasan program MBG.

Penyelidikan membuktikan bahwa kontaminasi tidak hanya berasal dari satu bahan, tetapi menyebar ke berbagai menu yang disajikan hari itu.

Baca juga: Ratusan Siswa di Sragen Keracunan MBG, Hasil Pemeriksaan Sampel Makanan Segera Keluar

Evaluasi SPPG

Dinas Kesehatan Kulon Progo lantas mengimbau pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap SOP pengadaan makanan dalam SPPG, dan meningkatkan pengawasan terhadap seluruh proses program MBG.

Langkah-langkah yang ditekankan antara lain:

  • Pengecekan kualitas makanan secara organoleptik (bau dan rasa) oleh guru sebelum disajikan.
  • Anjuran cuci tangan sebelum makan.
  • Larangan membawa pulang makanan untuk mencegah konsumsi makanan yang sudah tidak layak.
  • Memperketat prosedur dalam pemilihan bahan baku, terutama protein hewani (ayam, daging, udang, telur) yang rentan terkontaminasi.
  • Pengelolaan air bersih dan alat masak.
  • Kebersihan penjamah makanan.
  • Proses memasak, penyimpanan, dan distribusi.

Sri mengingatkan peran guru dalam melakukan pengecekan awal terhadap makanan yang akan diberikan kepada siswa sebelum dikonsumsi.

Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau