Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Lestarikan Budaya, MTs di Kulon Progo Ini Pakai Bahasa Jawa Setiap Kamis Saat Belajar

Kompas.com, 18 September 2025, 17:51 WIB
Dani Julius Zebua,
Krisiandi

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – MTs Negeri 6 Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerapkan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar setiap Kamis Pon.

Kebijakan ini merupakan upaya untuk melestarikan budaya dan menanamkan karakter siswa sejak dini.

Kepala MTs Negeri 6 Galur, Muhammad Muslich Purwanto, mengungkapkan keprihatinannya terhadap semakin jarangnya anak-anak muda yang fasih berbahasa Jawa, terutama dalam konteks unggah-ungguh atau tata krama berbahasa.

Baca juga: Di Kota Malang, Ada BUMD Pakai Chatbot AI Jawab Keluhan Pelanggan, Bisa Bahasa Jawa dan Madura

“Dulu kegiatan seperti ini sudah pernah ada ketika dinas pendidikan masih enam hari kerja, masuk Sabtu. Dinas menerapkan memakai bahasa Jawa di hari Sabtu untuk semua kegiatan. Kemudian berlangsung hal sama di semua dinas. Saya ambil kebijakan satu hari, agar bisa diterapkan bahasa sehari-hari,” ujar Muslich.

Muslich menjelaskan bahwa penerapan program berbahasa Jawa pada Kamis Pon berangkat dari pengamatannya terhadap minimnya anak muda yang mampu menyampaikan pidato dalam bahasa Jawa saat kegiatan masyarakat.

“Sulit sekali cari pemuda yang bisa berbahasa Jawa halus, apalagi jadi MC di mantènan (pernikahan) atau acara masyarakat. Terobosan pun diambil, agar anak-anak memiliki kemampuan bahasa Jawa yang baik dan benar di masyarakat nanti,” tambahnya.

Lebih jauh, Muslich menekankan bahwa penggunaan bahasa Jawa tidak hanya berdampak pada aspek linguistik, tetapi juga menyentuh sisi pembentukan karakter.

“Kalau kita terbiasa bicara dengan unggah-ungguh, otomatis karakter anak terbentuk. Mereka tahu kapan harus menghormati, bagaimana cara meminta tolong yang sopan, dan sebagainya,” jelasnya.

Pemilihan Kamis Pon sebagai hari penerapan bahasa Jawa berkaitan dengan tradisi masyarakat DIY yang mengenakan baju adat Jawa pada hari tersebut, bertepatan dengan hari deklarasi berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Mengenakan pakaian Jawa pada Kamis Pon untuk melestarikan budaya dan sejarah, menegaskan identitas, serta meneladani nilai-nilai luhur nenek moyang,” kata Muslich.

Baca juga: Warga Kulon Progo Gelar Upacara 17 Agustus dengan Bahasa Jawa dan Baju Adat

Pelaksanaan program ini melibatkan seluruh guru dan siswa.

Dalam praktiknya, guru tetap menyampaikan inti materi pelajaran sesuai mata pelajaran masing-masing, tetapi dengan pengantar dan perintah menggunakan bahasa Jawa.

Guru matematika, Zuni Astuti, juga menyambut baik program ini dan telah mencoba menggunakan istilah-istilah matematika dalam bahasa Jawa.

“Tadi saya coba pakai kata ditambahke untuk ‘ditambahkan’ dan disudo untuk ‘dikurangkan’. Memang anak-anak sempat berpikir dulu, tapi ini proses. Kita semua sedang belajar,” ungkapnya.

Siswa kelas 9P, Aulia Syafiqiatunnisa, mengaku kaget dengan metode ini, tetapi tetap bisa memahami pelajaran.

“Rasanya agak sulit karena biasanya pakai ngoko, sekarang harus krama. Tapi ya bisa dipahami. Positifnya kita jadi bisa menguri-uri budaya Jawa,” kata Aulia.

Baca juga: Bupati Samani: Bahasa Jawa dengan Dialek Muria Unik dan Ngangeni

Kepala Madrasah menyatakan bahwa program ini masih akan dievaluasi dan dikembangkan.

“Jika memungkinkan, penggunaan bahasa pengantar daerah tidak hanya berhenti pada bahasa Jawa saja, tetapi bisa dikembangkan menjadi hari bahasa asing. Dulu pernah juga mencoba bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Tapi yang realistis sekarang kita mulai dari bahasa Jawa dulu, karena ini bahasa ibu yang malah sekarang mulai jarang digunakan dengan tepat,” pungkas Muslich.

Dengan langkah ini, diharapkan pembelajaran di MTs Negeri 6 Galur tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga menyentuh aspek budaya dan karakter siswa.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau