Editor
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Memasuki bulan kemerdekaan, jalanan di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, dihiasi oleh umbul-umbul kuning-merah yang khas bernama Podhang Ngisep Sari.
Lebih dari sekadar dekorasi, umbul-umbul ini adalah sebuah simbol kearifan lokal yang sarat akan makna filosofis dan sejarah panjang bagi masyarakat Gunungkidul.
Keberadaannya yang berkibar berdampingan dengan bendera Merah Putih setiap bulan Agustus, saat bersih desa (rasulan), atau perayaan hari jadi kabupaten, telah menjadi identitas visual yang kuat.
"Iya itu kearifan lokal," kata Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, saat ditemui di Nglipar, Selasa (5/8/2025).
Baca juga: Bukan One Piece, Ini yang Mendampingi Bendera Merah Putih di Gunungkidul
Kepala Kesbangpol Kabupaten Gunungkidul, Johan Eko Sudarto, menegaskan bahwa Podhang Ngisep Sari memiliki status yang berbeda dengan bendera.
"Itu umbul-umbul bukan bendera. Umbul-umbul warna merah dan kuning yang namanya Podhang Ngisep Sari," kata Johan. "Sesuai identitas Gunungkidul dan Podhang Ngisep Sari memang dipasang dalam perayaan tertentu," tambahnya.
Sebelum dikenal dalam bentuk umbul-umbul vertikal seperti sekarang, simbol ini memiliki wujud yang berbeda.
Kepala Kundho Kabudayan (Dinas Kebudayaan) Gunungkidul, Agus Mantara, menjelaskan bahwa Podhang Ngisep Sari pada awalnya adalah sebuah panji atau bendera.
"Awalnya panji dalam perkembangannya, dirubah menjadi umbul-umbul pada tahun 1982," kata Agus Mantara.
Menurutnya, panji ini merupakan simbol eksistensi Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat di wilayah Gunungkidul.
Selain itu, panji dengan latar kuning dan lingkaran merah di tengahnya ini juga berfungsi sebagai sandi dalam komunikasi pada masa lampau. Perubahan bentuk menjadi umbul-umbul pada tahun 1982 ditujukan untuk memudahkan pemahaman masyarakat luas.
Baca juga: Apa Makna Bendera Merah Putih? Ini Filosofi Mendalam di Baliknya
Secara harfiah, nama 'Podhang Ngisep Sari' berasal dari tiga kata dalam bahasa Jawa yang menggambarkan seekor burung Kepodhang (Podhang) yang sedang menghisap (Ngisep) madu bunga (Sari). Namun, di balik gambaran alamiah itu, terkandung ajaran luhur.
Agus Mantara menyimpulkan makna utamanya secara singkat. "Secara filosofi podhang Ngisep sari adalah semangat membangun (daerah)," kata Agus.
Dikutip dari situs gunungkidulkab.go.id, jika diuraikan lebih dalam, filosofi ini memiliki tiga komponen utama:
Dengan demikian, Podhang Ngisep Sari bukanlah sekadar simbol visual.
Ia adalah pedoman hidup, sebuah pengingat bagi masyarakat Gunungkidul untuk terus membangun daerahnya dengan cara mengambil manfaat dari kekayaan alam secara arif dan berkelanjutan demi kesejahteraan bersama.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang