YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kemarau basah yang melanda wilayah Gunungkidul, DI Yogyakarta, membawa dampak negatif bagi petani ketela pohon atau singkong.
Banyak petani mengalami kerugian akibat ketela yang dijemur menjadi gaplek mengalami pembusukan, yang oleh sebagian warga disebut 'jembuten'.
Meskipun demikian, gaplek yang menghitam tersebut masih dapat diolah menjadi makanan tradisional gatot.
Wardoyo, seorang petani dari Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, mengungkapkan bahwa hujan yang turun secara tiba-tiba telah merusak gaplek yang hampir mengering di lahannya.
Baca juga: 2 Penyakit yang Rentan Menyerang Saat Kemarau Basah
"Sudah busuk, sudah hitam. Beratnya pun turun banyak," ungkap Wardoyo kepada wartawan pada Selasa (5/8/2025).
Wardoyo menjelaskan bahwa harga singkong yang baru dicabut saat ini mencapai Rp 500 per kilogram, sementara gaplek yang berkualitas baik bisa dihargai antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per kilogram.
Namun, gaplek yang mengalami kerusakan harganya merosot drastis.
"Kalau seperti ini (menghitam) ya paling tinggi Rp 1.500 per kilogramnya, kadang malah di bawah itu harganya. Hampir semua petani merasakan dampaknya," tambahnya.
Dia berharap ada kenaikan harga di masa mendatang.
Sumari, petani asal Padukuhan Karangasem, Kalurahan Karangasem, Kapanewon Paliyan, juga mengungkapkan kesulitan yang dialami.
Menurutnya, untuk mengubah singkong menjadi gaplek diperlukan waktu sekitar tiga hari dengan cuaca terik.
Namun, dalam beberapa pekan terakhir, cuaca yang tidak menentu membuat petani resah. "Sore kemarin mendung. Malamnya hujan deras. Besok paginya gaplek saya sudah basah dan sebagian mulai berubah warna. Itu yang kami sebut jembuten," jelasnya.
Baca juga: Musim Kemarau Basah, Satu Desa di Sumbawa Alami Kekeringan
Dia mengakui bahwa harga gaplek merosot tajam saat mengalami perubahan warna menjadi hitam.
Meski demikian, petani masih bisa mengolah gaplek tersebut menjadi makanan khas gatot, yang terbuat dari singkong hitam dengan tekstur kenyal dan cita rasa yang khas.
"Kalau terlalu jembuten dan nggak bisa dijadikan gatot, biasanya masih bisa dijual murah untuk campuran pakan ternak," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang