Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluhan Warga Kulon Progo, Menanti Uang Ganti Rugi Lahan untuk Proyek JJLS, 6 Tahun tak Kunjung Cair

Kompas.com, 26 Juli 2025, 09:58 WIB
Bilal Ramadhan

Editor

KULON PROGO, KOMPAS.com - Warga Kalurahan Karangwuni di Kapanewon Wates, Kulon Progo gelisah dengan kelanjutan proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melewati wilayahnya.

Sebab hingga saat ini ratusan warga belum menerima Uang Ganti Rugi (UGR) atas lahannya yang terdampak proyek.

Eko Yulianto, warga Karangwuni mengatakan mereka terus menanti pencairan ganti rugi selama 6 tahun lamanya.

Terhitung sejak Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek JJLS diterbitkan.

"Kami sudah menunggu bertahun-tahun, kok tidak ada pencairan," kata Eko ditemui di Karangwuni pada Jumat (25/07/2025).

Baca juga: Jalanan Wonosari Gunungkidul Dipasang Lampu Senilai Rp 500 Juta, namun JJLS Masih Gelap

Padahal, warga Karangwuni sudah mengikuti semua tahapan.

Mereka juga sudah menerima jika lahannya harus terdampak oleh proyek JJLS, yang saat ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Eko, tim appraisal sudah melakukan pengukuran dan penaksiran nilai lahan warga yang terdampak.

Nilai UGR untuk setiap warga yang lahannya terdampak pun sudah keluar, sehingga saat ini tinggal nunggu pencairan.

Warga yang sudah yakin akan menerima pencairan pun memutuskan membeli lahan untuk bangunan rumah yang baru.

Biayanya mengandalkan pinjaman dari bank, dengan sertifikat tanah sebagai jaminan.

"Harapan warga, begitu menerima pencairan UGR bisa langsung melunasi pinjaman di bank," jelas Eko.

Baca juga: Sopir Mengantuk, Sigra Masuk Jurang di JJLS Gunungkidul

Namun sampai kini tidak ada kejelasan terkait pencairan UGR dari pihak terkait, sampai status IPL sudah habis.

Adapun IPL JJLS diterbitkan tahun 2019 dan hanya berlaku selama 2 tahun.

Alhasil, warga yang sudah telanjur menggadaikan sertifikat tanah demi pinjaman di bank pun nasibnya kini seakan digantung.

Mereka pun tidak berani berbuat banyak karena khawatir dampak kerugian yang ditimbulkan.

Eko merasa ada kejanggalan dalam proses pencairan UGR.

Pasalnya, pencairan UGR untuk Karangwuni justru dilakukan sebagian terhadap lahan di sisi barat, sedangkan yang sisi timur belum dilakukan.

"Padahal yang di Kalurahan Garongan, Kapanewon Panjatan di sisi timur Karangwuni UGR-nya sudah beres, harusnya kan sisi timur Karangwuni dulu, kok ini langsung lompat ke sisi barat," ujarnya.

Baca juga: Hasil Penelitian Goa JJLS Gunungkidul: Termasuk Goa Freatik dan Ornamennya Paling Bagus

Salah satu warga Karangwuni yang tanah dan bangunannya terdampak adalah Andi Sumiarjo.

Lahan yang terdampak luasnya 134 meter persegi dengan nilai UGR lebih dari Rp 400 juta.

Ia mengatakan bahwa sudah ada penandatanganan dari pihak bank, yang menandakan kesepakatan akan luas lahan yang terdampak dan nilai kerugian yang diterima.

Adanya kesepakatan itu membuat warga yakin UGR segera diterima.

"Seperti di Garongan, begitu tanda tangan langsung pencairan kurang dari sebulan," jelas Andi ditemui di rumahnya.

Status IPL yang sudah habis pun membuat ia bersama warga lainnya semakin kebingungan.

Sebab mereka khawatir jika membongkar bangunan akan berdampak pada nilai UGR yang akan diterima.

Andi berharap masalah UGR segera dibereskan, termasuk kejelasan status lahan yang akan digunakan.

Ia menilai sebaiknya lahan tersebut dikembalikan lagi ke warga.

"Sekarang ini mau tidak mau kami hanya bisa menunggu kejelasan," ujarnya.

Baca juga: Hasil Penelitian UGM soal Goa di Gunungkidul Rampung, Pembangunan JJLS Dapat Dilanjutkan

Lurah Karangwuni, Anwar Musadad mengungkapkan ada 487 bidang tanah milik warganya yang terdampak proyek JJLS. Total nilainya mencapai Rp 147,6 miliar.

"Yang terbayarkan UGR-nya baru sebanyak 46 bidang dengan nilai tanah Rp 24,5 miliar," kata Anwar, Jumat (25/7/2025).

Ia mengatakan tidak hanya Karangwuni yang bermasalah dengan pencairan UGR, tetapi juga Kalurahan Glagah dan Palihan di Kapanewon Temon.

Seluruh lahan warga yang terdampak di sana bahkan sama sekali belum menerima pencairan UGR.

Anwar menengarai masalah pencairan UGR salah satunya karena peralihan aset proyek JJLS ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Adapun jalan yang ada saat ini sebelumnya berstatus Jalan Provinsi yang kemudian beralih menjadi Jalan Nasional.

Selain itu, ada perbedaan dalam hal kewenangan.

Sebab Anwar mengungkapkan bahwa proses pengadaan tanah mengandalkan Dana Keistimewaan (Danais), yang selanjutnya menjadi UGR untuk warga terdampak.

"Informasinya alokasi dari Danais sudah ada, tapi dari pusatnya yang belum beres," ujarnya.

Baca juga: Soal Penemuan Goa di JJLS Gunungkidul, Aman tapi Tidak Cocok untuk Wisata Massal

UGR yang tak kunjung cair memicu persoalan sosial di masyarakat.

Menurut Anwar, banyak warganya yang saat ini kebingungan karena mereka sudah telanjur mengajukan pinjaman ke bank.

Pinjaman tersebut ditujukan untuk membangun rumah di lahan yang baru.

Pertimbangannya, saat proyek dimulai warga tidak akan kebingungan lagi untuk mencari tempat tinggal baru.

Mereka pun berani mengajukan pinjaman karena sudah ada nilai UGR dari tim appraisal, bahkan sudah menandatangani kesepakatan dengan pihak bank.

Nahasnya, hingga kini tidak ada kejelasan perihal pencairan.

"Warga itu sampai datang ke rumah saya, curhat soal beban bunga pinjaman bank yang terus membengkak," ungkap Anwar.

Pencairan UGR awalnya dijanjikan rampung sebelum masa berlaku IPK berakhir.

IPL JJLS sendiri terbit tahun 2019 namun masa berlakunya sudah habis pada 2022 lalu, dan sampai kini belum ada pencairan UGR.

Anwar menilai habisnya masa berlaku IPL menandakan lahan sepenuhnya kembali menjadi hak warga.

Maka warga pun seharusnya tidak perlu khawatir jika ingin kembali memanfaatkan lahan tersebut.

"Seharusnya dari pihak berwenang juga berkomunikasi langsung dengan warga saat masa IPL habis, jangan lewat Lurah saja," ujarnya.

Anwar sebagai Lurah pun mengaku tidak bisa berbuat banyak karena proyek JJLS sepenuhnya jadi wewenang pusat.

Namun ia setidaknya sudah melakukan berbagai upaya agar keluhan warganya didengarkan.

Terakhir upaya dilakukan sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

Dia memanfaatkan kegiatan Sambung Rasa yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi.

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kisah Warga Kulon Progo Menunggu Uang Ganti Rugi JJLS Tak Kunjung Cair.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau