Salin Artikel

Keluhan Warga Kulon Progo, Menanti Uang Ganti Rugi Lahan untuk Proyek JJLS, 6 Tahun tak Kunjung Cair

Sebab hingga saat ini ratusan warga belum menerima Uang Ganti Rugi (UGR) atas lahannya yang terdampak proyek.

Eko Yulianto, warga Karangwuni mengatakan mereka terus menanti pencairan ganti rugi selama 6 tahun lamanya.

Terhitung sejak Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek JJLS diterbitkan.

"Kami sudah menunggu bertahun-tahun, kok tidak ada pencairan," kata Eko ditemui di Karangwuni pada Jumat (25/07/2025).

Padahal, warga Karangwuni sudah mengikuti semua tahapan.

Mereka juga sudah menerima jika lahannya harus terdampak oleh proyek JJLS, yang saat ini menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Menurut Eko, tim appraisal sudah melakukan pengukuran dan penaksiran nilai lahan warga yang terdampak.

Nilai UGR untuk setiap warga yang lahannya terdampak pun sudah keluar, sehingga saat ini tinggal nunggu pencairan.

Warga yang sudah yakin akan menerima pencairan pun memutuskan membeli lahan untuk bangunan rumah yang baru.

Biayanya mengandalkan pinjaman dari bank, dengan sertifikat tanah sebagai jaminan.

"Harapan warga, begitu menerima pencairan UGR bisa langsung melunasi pinjaman di bank," jelas Eko.

Namun sampai kini tidak ada kejelasan terkait pencairan UGR dari pihak terkait, sampai status IPL sudah habis.

Adapun IPL JJLS diterbitkan tahun 2019 dan hanya berlaku selama 2 tahun.

Alhasil, warga yang sudah telanjur menggadaikan sertifikat tanah demi pinjaman di bank pun nasibnya kini seakan digantung.

Mereka pun tidak berani berbuat banyak karena khawatir dampak kerugian yang ditimbulkan.

Eko merasa ada kejanggalan dalam proses pencairan UGR.

Pasalnya, pencairan UGR untuk Karangwuni justru dilakukan sebagian terhadap lahan di sisi barat, sedangkan yang sisi timur belum dilakukan.

"Padahal yang di Kalurahan Garongan, Kapanewon Panjatan di sisi timur Karangwuni UGR-nya sudah beres, harusnya kan sisi timur Karangwuni dulu, kok ini langsung lompat ke sisi barat," ujarnya.

Salah satu warga Karangwuni yang tanah dan bangunannya terdampak adalah Andi Sumiarjo.

Lahan yang terdampak luasnya 134 meter persegi dengan nilai UGR lebih dari Rp 400 juta.

Ia mengatakan bahwa sudah ada penandatanganan dari pihak bank, yang menandakan kesepakatan akan luas lahan yang terdampak dan nilai kerugian yang diterima.

Adanya kesepakatan itu membuat warga yakin UGR segera diterima.

"Seperti di Garongan, begitu tanda tangan langsung pencairan kurang dari sebulan," jelas Andi ditemui di rumahnya.

Status IPL yang sudah habis pun membuat ia bersama warga lainnya semakin kebingungan.

Sebab mereka khawatir jika membongkar bangunan akan berdampak pada nilai UGR yang akan diterima.

Andi berharap masalah UGR segera dibereskan, termasuk kejelasan status lahan yang akan digunakan.

Ia menilai sebaiknya lahan tersebut dikembalikan lagi ke warga.

"Sekarang ini mau tidak mau kami hanya bisa menunggu kejelasan," ujarnya.

Lurah Karangwuni, Anwar Musadad mengungkapkan ada 487 bidang tanah milik warganya yang terdampak proyek JJLS. Total nilainya mencapai Rp 147,6 miliar.

"Yang terbayarkan UGR-nya baru sebanyak 46 bidang dengan nilai tanah Rp 24,5 miliar," kata Anwar, Jumat (25/7/2025).

Ia mengatakan tidak hanya Karangwuni yang bermasalah dengan pencairan UGR, tetapi juga Kalurahan Glagah dan Palihan di Kapanewon Temon.

Seluruh lahan warga yang terdampak di sana bahkan sama sekali belum menerima pencairan UGR.

Anwar menengarai masalah pencairan UGR salah satunya karena peralihan aset proyek JJLS ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Adapun jalan yang ada saat ini sebelumnya berstatus Jalan Provinsi yang kemudian beralih menjadi Jalan Nasional.

Selain itu, ada perbedaan dalam hal kewenangan.

Sebab Anwar mengungkapkan bahwa proses pengadaan tanah mengandalkan Dana Keistimewaan (Danais), yang selanjutnya menjadi UGR untuk warga terdampak.

"Informasinya alokasi dari Danais sudah ada, tapi dari pusatnya yang belum beres," ujarnya.

UGR yang tak kunjung cair memicu persoalan sosial di masyarakat.

Menurut Anwar, banyak warganya yang saat ini kebingungan karena mereka sudah telanjur mengajukan pinjaman ke bank.

Pinjaman tersebut ditujukan untuk membangun rumah di lahan yang baru.

Pertimbangannya, saat proyek dimulai warga tidak akan kebingungan lagi untuk mencari tempat tinggal baru.

Mereka pun berani mengajukan pinjaman karena sudah ada nilai UGR dari tim appraisal, bahkan sudah menandatangani kesepakatan dengan pihak bank.

Nahasnya, hingga kini tidak ada kejelasan perihal pencairan.

"Warga itu sampai datang ke rumah saya, curhat soal beban bunga pinjaman bank yang terus membengkak," ungkap Anwar.

Pencairan UGR awalnya dijanjikan rampung sebelum masa berlaku IPK berakhir.

IPL JJLS sendiri terbit tahun 2019 namun masa berlakunya sudah habis pada 2022 lalu, dan sampai kini belum ada pencairan UGR.

Anwar menilai habisnya masa berlaku IPL menandakan lahan sepenuhnya kembali menjadi hak warga.

Maka warga pun seharusnya tidak perlu khawatir jika ingin kembali memanfaatkan lahan tersebut.

"Seharusnya dari pihak berwenang juga berkomunikasi langsung dengan warga saat masa IPL habis, jangan lewat Lurah saja," ujarnya.

Anwar sebagai Lurah pun mengaku tidak bisa berbuat banyak karena proyek JJLS sepenuhnya jadi wewenang pusat.

Namun ia setidaknya sudah melakukan berbagai upaya agar keluhan warganya didengarkan.

Terakhir upaya dilakukan sampai ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

Dia memanfaatkan kegiatan Sambung Rasa yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi.

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Kisah Warga Kulon Progo Menunggu Uang Ganti Rugi JJLS Tak Kunjung Cair.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/07/26/095849178/keluhan-warga-kulon-progo-menanti-uang-ganti-rugi-lahan-untuk-proyek-jjls

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com