Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Erupsi Merapi yang Transmigrasi ke Konawe Selatan Disebut Tak Dapat Lahan yang Dijanjikan, Sebagian Pulang

Kompas.com, 23 Juni 2025, 16:19 WIB
Wijaya Kusuma,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Korban erupsi Gunung Merapi 2010 yang transmigrasi ke Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga kini diduga belum menerima haknya berupa lahan usaha seluas 2 hektare per kepala keluarga (KK).

Meskipun jatah lahan dan sertifikat sudah tercantum dalam nota kesepahaman antara pemerintah daerah, warga transmigrasi asal Sleman tersebut masih menunggu kepastian.

Bupati Sleman, Harda Kiswaya, mengungkapkan bahwa ia mengetahui permasalahan ini dari anggota DPR RI, Totok Daryanto.

Baca juga: Menko AHY Lepas 135 Transmigran asal Jateng dan DIY ke Sumatera dan Sulawesi

"Pertama kali saya tahu itu malah dari DPR pusat, Mas Totok Daryanto, kalau ada transmigrasi dari Sleman yang belum dilayani sesuai kesepakatan antara Kabupaten Sleman dan Konawe Selatan," ujar Harda saat ditemui di kantor DPRD Sleman, Senin (23/06/2025).

Pada tahun 2011, sebanyak 25 KK berangkat transmigrasi ke Konawe Selatan, khususnya di Kecamatan Ranomeeto.

Mereka adalah korban erupsi Gunung Merapi 2010.

Dari 25 KK tersebut, 12 KK memilih kembali ke Sleman karena kesulitan beradaptasi.

"Dulu awalnya ada 25 KK, tapi ada 12 KK yang pulang, mungkin tidak kuat menjalani kehidupan di sana," kata Harda.

Saat ini, masih ada 13 KK yang bertahan di Konawe Selatan, namun mereka juga belum mendapatkan hak lahan usaha yang dijanjikan.

"Yang 13 ini belum terlayani sesuai harapannya. Awalnya akan diberikan dua hektar, tapi baru satu hektar yang diterima," tuturnya.

Harda menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya saat kunjungan ke lokasi, luas lahan satu hektar yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

"Ada yang sesuai dan ada yang tidak, tetapi itu tidak menjadi masalah bagi teman-teman transmigran," ujarnya.

Baca juga: Mahasiswa di Manokwari Demo Tolak Program Transmigrasi Presiden Prabowo

Selama kunjungan tersebut, Harda juga berbicara dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan mengenai langkah penyelesaian.

Pemerintah setempat berencana mengganti satu hektar lahan yang belum diberikan dengan menggarap kawasan hutan sosial.

"Itu dengan bahasa tanah kas desa, Nggaduh (bagi hasil) 35 tahun. Bisa diperpanjang satu kali, jadi bisa 70 tahun. Saya sampaikan kepada teman-teman transmigran agar bisa menerima, tetapi ini belum menjadi keputusan," jelasnya.

Harda menegaskan bahwa tanah yang sudah dicadangkan untuk transmigrasi seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan lain, namun saat ini lahan tersebut sudah digunakan untuk perkebunan sawit.

"Lahan sudah dicadangkan untuk program transmigrasi, tetapi digunakan lagi untuk perkebunan sawit," urainya.

Saat ini, Harda sedang menyusun kajian untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Setelah kajian selesai, ia berencana kembali ke Konawe Selatan untuk bertemu dengan Bupati Konawe Selatan guna membahas kerjasama transmigrasi dan penyelesaian masalah yang ada.

"Saya akan ke sana lagi untuk bertemu bupati membahas berkaitan dengan kerjasama transmigrasi ini, permasalahan harus kita selesaikan," tegasnya.

Baca juga: Jadi Terdakwa Korupsi, Eks Kepala Dinas Transmigrasi Papua Barat Kembalikan Uang Rp 200 Juta ke Jaksa

Permasalahan hak lahan bagi transmigran asal Sleman ini menjadi perhatian serius Pemkab Sleman.

Harda menekankan pentingnya perbaikan kerjasama terkait transmigrasi, karena masalah ini dapat mengurangi daya tarik program transmigrasi ke Konawe Selatan.

"Kalau kejadian seperti ini, ya mesti tidak menarik. Kan tidak ada kepastian hukum bagi transmigran, masih ada sedikit keramaian masyarakat berkaitan dengan hak di sana," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau