Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komplotan Penyalahgunaan Gas LPG Bersubsidi di Kulon Progo Ditangkap, Keuntungan Rp 20 Juta per Bulan

Kompas.com, 23 April 2025, 19:56 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tiga orang ditangkap oleh pihak kepolisian dalam kasus penyalahgunaan gas LPG bersubsidi.

Modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku adalah memindahkan isi gas LPG bersubsidi ukuran 3 kg ke dalam tabung berukuran 5,5 kg dan 12 kg.

Penindakan terhadap para pelaku dilakukan pada 15 April 2025 di Nanggulan, Kulon Progo, seperti yang diungkapkan oleh Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Haris Munandar Hasyim dalam jumpa pers di Mapolda DIY, Rabu (23/04/2025).

"Tempat kejadian perkara (TKP) di daerah Nanggulan, Kulon Progo," ujar Haris.

Baca juga: UGM, Roy Suryo, dan Polemik Ijazah Jokowi

Tiga orang yang ditangkap adalah JS (46 tahun), PS (48 tahun), dan EA (39 tahun), ketiganya merupakan warga Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.

Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat yang mencium bau gas yang mencurigakan.

Informasi tersebut ditindaklanjuti dengan kunjungan ke lokasi dan penindakan.

"Tersangka tertangkap tangan sedang memindahkan isi LPG 3 kg bersubsidi ke tabung 5,5 kg dan 12 kg," ucapnya.

Baca juga: Tanggapan Jokowi soal Isu Matahari Kembar

Metode proses pemindahan gas

Haris menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan dua metode dalam proses pemindahan gas.

Metode pertama adalah dengan menggunakan pemanas air, sedangkan metode kedua menggunakan tekanan udara dari kompresor.

Proses pemindahan gas dilakukan di rumah salah satu pelaku berinisial JS.

Baca juga: UGM Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi, Lengkap dengan Bukti dan Dokumen Akademik

Gas LPG 3 kg yang digunakan oleh para pelaku berasal dari beberapa pangkalan di daerah Nanggulan yang dikelola oleh JS.

"Rata-rata setiap hari, para pelaku dapat mengisi 30 tabung gas ukuran 12 kg dengan mengambil isi dari kurang lebih 150 tabung gas berukuran 3 kg," ungkapnya.

Para pelaku menjual gas LPG 5,5 kg dengan harga Rp 80.000 hingga Rp 90.000, sedangkan gas LPG 12 kg dijual dengan harga Rp 188.000 hingga Rp 195.000.

"Keuntungan kotor dari penjualan satu buah tabung LPG 5,5 kg kurang lebih Rp 30.000 dan LPG 12 kg kurang lebih Rp 70.000," tambahnya.

Baca juga: UGM Pastikan Ijazah Joko Widodo Valid, Siap Jadi Saksi di Pengadilan

Keuntungan bersih Rp 20 juta per bulan

Haris menyatakan bahwa praktik ini sudah dilakukan oleh para pelaku sejak 2024, dengan estimasi keuntungan bersih sekitar Rp 20 juta per bulan.

Dalam kesempatan yang sama, Area Manager Comm, Rel & CSR Pertamina Jateng DIY, Taufiq Kurniawan, mengapresiasi tindakan Polda DIY dalam menangkap para pelaku penyalahgunaan LPG 3 kg yang merupakan produk subsidi pemerintah.

"Hal tersebut jelas telah merugikan negara dan masyarakat yang seharusnya menerima subsidi produk LPG 3 kg," kata Taufiq.

Baca juga: Dedikasi di Balik Tugu Biawak, Rejo Rela Berutang demi Wonosobo

Taufiq menambahkan bahwa Pertamina telah memberikan sanksi kepada oknum lembaga penyalur LPG yang melanggar aturan dalam menyalurkan produk Pertamina, baik subsidi maupun nonsubsidi.

"Pertamina telah melakukan Pemutusan Hubungan Usaha (PHU) per 16 April 2025 kepada lima pangkalan yang terindikasi terlibat dalam penyalahgunaan distribusi LPG 3 kg," ucapnya.

Pertamina juga mengambil langkah untuk mencari pengganti agar tidak terjadi kekosongan gas LPG di masyarakat.

"Kami segera mencari pangkalan pengganti agar tidak terjadi kekosongan di masyarakat dan mengalihkan supply kepada 11 pangkalan terdekat yang masih dalam satu desa," tambahnya.

Baca juga: Alasan Menjadikan Biawak Ikon Baru Wonosobo

Dari tangan para pelaku, polisi mengamankan barang bukti berupa 49 tabung gas 12 kg yang masih terisi, 52 tabung gas 12 kg kosong, serta peralatan pemindahan gas seperti dua unit water heater, satu unit kompresor, selang regulator, dan tabung-tabung pendukung.

Selain itu, timbangan, troli, segel, karet sil, obeng, dan satu unit mobil pickup juga disita.

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja, UU 11 Tahun 2020, dan UU 6 Tahun 2023, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.

Baca juga: Kisah Hardianti Triana, Sopir Perempuan Trans Banyumas yang Juga Mahasiswi PGSD

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau