YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar mayoritas merupakan warga Indonesia yang terdidik.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Rabu (16/4/2025).
Karding menjelaskan bahwa para korban TPPO di Myanmar tidak berangkat melalui agen penyalur tenaga kerja resmi di Indonesia.
Baca juga: Soal Juwita Diduga Diperkosa Prajurit TNI AL Jumran, Kadispenal: Kita Buktikan di Pengadilan
Sebagian besar dari mereka mendapatkan informasi mengenai pekerjaan dari iklan yang beredar di media sosial.
“Mereka dapat informasi dari iklan, lalu dihubungi oleh kontak tertentu. Nah, kontak ini bisa orang Indonesia. Banyak orang Indonesia, tapi tidak saling kenal. Diurus secara teratur proses administrasinya dikirim ke sana dan tidak saling kenal rata-rata ya,” ungkap Karding.
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah melarang penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke tiga negara di Asia Tenggara, yaitu Kamboja, Myanmar, dan Thailand.
Baca juga: UGM Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi, Lengkap dengan Bukti dan Dokumen Akademik
Larangan ini diambil menyusul maraknya kasus TPPO yang menimpa warga negara Indonesia di kawasan tersebut.
Karding menegaskan bahwa larangan ini diberlakukan karena ketiga negara tersebut belum menjalin kerja sama resmi dengan Indonesia terkait penempatan tenaga kerja.
“Kita ini sama Kamboja, Myanmar, dan Thailand tidak punya kerja sama penempatan. Kalau tidak punya kerja sama penempatan sebenarnya tidak boleh. Dan apalagi di sana banyak warga kita kena TPPO, makanya saya berinisiatif untuk melarang itu,” tegasnya, pada Senin (14/4/2025).
Baca juga: Jokowi Sebut Tuduhan Ijazah Palsu adalah Fitnah, Siap Gugat Balik
Karding menambahkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran menjadi prioritas utama pemerintah.
Meningkatnya laporan mengenai WNI yang menjadi korban perdagangan orang, terutama di Thailand, mendorong kementeriannya untuk mengambil tindakan cepat dan tegas.
“Kalau tidak ada kerja sama antarnegara, penempatan itu menjadi ilegal dan rawan disalahgunakan. Kita tidak ingin warga negara kita menjadi korban eksploitasi atau kekerasan,” pungkasnya.
Baca juga: UGM, Roy Suryo, dan Polemik Ijazah Jokowi
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang