Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa dan Dosen UGM Demo Tolak RUU TNI: Kampus Tolak Dwifungsi, Tolak Militerisme

Kompas.com, 18 Maret 2025, 17:22 WIB
Wijaya Kusuma,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, hingga dosen mengelar demontrasi di halaman Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM).

Massa aksi ini menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI.

Sekitar pukul 13.00 WIB, massa aksi baik mahasiswa maupun sejumlah dosen mulai tiba di halaman Balairung UGM.

Massa aksi tampak membawa berbagai poster yang bertuliskan "DPR & Pemerintah bahas RUU TNI di hotel mewah & di akhir pekan. Halo, efisiensi?" , "Ganti aja gimana? TNI jadi ASN, sipil yang angkat senjata!" dan "Tolak RUU TNI".

Baca juga: TAUD Bakal Laporkan Balik Hotel Fairmont Soal DPR Rapat RUU TNI

Aksi demontrasi ini diawali dengan orasi dari Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang Wiratraman.

Kemudian dilanjutkan dengan mimbar bebas dan pembacaan pernyataan sikap.

Tampak turut hadir dan bergabung dalam aksi di depan Balairung UGM, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid.

"Tujuan kita adalah seperti dengan hashtag nya kampus tolak Dwifungsi, tolak militerisme," ujar Herlambang Wiratraman dalam orasinya di Halaman Balirung UGM, Selasa (18/03/2025).

Herlambang menyampaikan aksi ini digelar karena wakil rakyat atau DPR tidak mau mendengar aspirasi yang sebenarnya telah banyak disampaikan oleh masyarakat.

Revisi Undang-Undang TNI diungkapkan Herlambang hanya akan mengikis supremasi sipil.

"Kita tahu semangat dari rencana revisi ini adalah mengikis supremasi sipul. Ia ingin memasukan gagasan-gagasan dimana jabatan militer itu bisa masuk ke kekuasaan sipil," ucapnya.

Saat ini lanjut Herlambang perlu menjaga stamina untuk terus mengingatkan penguasa yang hari-hari ini semakin susah mendengar suara rakyat. Bahkan dari waktu ke waktu memanipulasi proses.

"Kita bersama-sama hadir di sini dalam rangka merawat solidaritas kampus untuk tetap menyuarakan apa yang seharusnya kita kritisi, terutama berkaitan dengan perkembangan revisi undang-undang yang sering kali karena situasinya sering tidak mendengar maka isinya abusive law making, pembentukan hukum semakin ugal-ugalan," ucapnya.

Herlambang melihat RUU TNI sepertinya terus dikebut. Padahal tidak ada urgensi sehingga RUU TNI harus direvisi.

Sementara ada banyak undang-undang jauh lebih penting untuk direvisi, diperbaiki dan dibentuk.

"Kalau bicara kesejahteraan, kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI. Kita tahu TNI juga perlu sejahtera, tapi warga negara bangsa kita semuanya harus sejahtera," tuturnya.

Rektor UII ikut aksi

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid saat ditemui di sela-sela aksi di Balirung UGM menyampaikan aksi ini merupakan bentuk solidaritas yang menghubungkan akal sehat lintas lembaga di Yogya untuk menyuarakan kegelisahan.

Sebab aspirasi yang selama ini disuarakan ternyata diabaikan.

"Terkait dengan rencana revisi UU TNI yang kita tahu pernah suatu masa di Indonesia ketika Dwifungsi ABRI saat itu menyisakan banyak luka. Kita tidak ingin sisi gelap itu akan terulang kembali," ujar Fathul Wahid.

Fathul Wahid mengungkapkan UII sepakat menolak Revisi Undang-Undang TNI. Sikap menolak ini demi kebagian bangsa dan negara.

Di sisi lain Fathul Wahid menyampaikan ada sejumlah kekhawatiran ketika RUU TNI disahkan. Salah satunya adalah Dwifungsi TNI.

"Kita bisa membaca kembali sejarah, ketika Dwifungsi ABRI banyak sekali yang kita sesali saat ini. Mulai dari supremasi militer yang itu sangat mungkin bermuara pada represi sipil, kemudian yang lain juga ada banyak kekerasan saat itu, yang kita tidak ingin itu kembali terulang," tuturnya.

"Ingatan terhadap sejarah itu seharusnya membuat kita sadar bahwa bayangan untuk kembali ke pola yang sama harus kita tolak," imbuhnya.

Tuntutan aksi

Di dalam pernyataan sikap, ada lima poin tuntutan yang disuarakan:

  1. Menuntut pemerintah dan DPR membatalkan revisi UU TNI yang tidak transparan, terburu-buru, dan mengabaikan suara publik karena hal tersebut merupakan kejahatan konstitusi
  2. Menuntut Pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati Agenda Reformasi dengan menjaga prinsip supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum, serta menolak dwifungsi TNI/Polri.
  3. Menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.
  4. Mendesak seluruh insan akademik di seluruh Indonesia segera menyatakan sikap tegas menolak sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, melanggar konstitusi, dan kembali menegakkan Agenda Reformasi.
  5. Mendorong dan mendukung upaya Masyarakat Sipil menjaga Agenda Reformasi dengan menjalankan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja Pemerintah dan DPR.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau