YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, hingga dosen mengelar demontrasi di halaman Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM).
Massa aksi ini menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI.
Sekitar pukul 13.00 WIB, massa aksi baik mahasiswa maupun sejumlah dosen mulai tiba di halaman Balairung UGM.
Massa aksi tampak membawa berbagai poster yang bertuliskan "DPR & Pemerintah bahas RUU TNI di hotel mewah & di akhir pekan. Halo, efisiensi?" , "Ganti aja gimana? TNI jadi ASN, sipil yang angkat senjata!" dan "Tolak RUU TNI".
Baca juga: TAUD Bakal Laporkan Balik Hotel Fairmont Soal DPR Rapat RUU TNI
Aksi demontrasi ini diawali dengan orasi dari Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang Wiratraman.
Kemudian dilanjutkan dengan mimbar bebas dan pembacaan pernyataan sikap.
Tampak turut hadir dan bergabung dalam aksi di depan Balairung UGM, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid.
"Tujuan kita adalah seperti dengan hashtag nya kampus tolak Dwifungsi, tolak militerisme," ujar Herlambang Wiratraman dalam orasinya di Halaman Balirung UGM, Selasa (18/03/2025).
Herlambang menyampaikan aksi ini digelar karena wakil rakyat atau DPR tidak mau mendengar aspirasi yang sebenarnya telah banyak disampaikan oleh masyarakat.
Revisi Undang-Undang TNI diungkapkan Herlambang hanya akan mengikis supremasi sipil.
"Kita tahu semangat dari rencana revisi ini adalah mengikis supremasi sipul. Ia ingin memasukan gagasan-gagasan dimana jabatan militer itu bisa masuk ke kekuasaan sipil," ucapnya.
Saat ini lanjut Herlambang perlu menjaga stamina untuk terus mengingatkan penguasa yang hari-hari ini semakin susah mendengar suara rakyat. Bahkan dari waktu ke waktu memanipulasi proses.
"Kita bersama-sama hadir di sini dalam rangka merawat solidaritas kampus untuk tetap menyuarakan apa yang seharusnya kita kritisi, terutama berkaitan dengan perkembangan revisi undang-undang yang sering kali karena situasinya sering tidak mendengar maka isinya abusive law making, pembentukan hukum semakin ugal-ugalan," ucapnya.
Herlambang melihat RUU TNI sepertinya terus dikebut. Padahal tidak ada urgensi sehingga RUU TNI harus direvisi.
Sementara ada banyak undang-undang jauh lebih penting untuk direvisi, diperbaiki dan dibentuk.
"Kalau bicara kesejahteraan, kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI. Kita tahu TNI juga perlu sejahtera, tapi warga negara bangsa kita semuanya harus sejahtera," tuturnya.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid saat ditemui di sela-sela aksi di Balirung UGM menyampaikan aksi ini merupakan bentuk solidaritas yang menghubungkan akal sehat lintas lembaga di Yogya untuk menyuarakan kegelisahan.
Sebab aspirasi yang selama ini disuarakan ternyata diabaikan.
"Terkait dengan rencana revisi UU TNI yang kita tahu pernah suatu masa di Indonesia ketika Dwifungsi ABRI saat itu menyisakan banyak luka. Kita tidak ingin sisi gelap itu akan terulang kembali," ujar Fathul Wahid.
Fathul Wahid mengungkapkan UII sepakat menolak Revisi Undang-Undang TNI. Sikap menolak ini demi kebagian bangsa dan negara.
Di sisi lain Fathul Wahid menyampaikan ada sejumlah kekhawatiran ketika RUU TNI disahkan. Salah satunya adalah Dwifungsi TNI.
"Kita bisa membaca kembali sejarah, ketika Dwifungsi ABRI banyak sekali yang kita sesali saat ini. Mulai dari supremasi militer yang itu sangat mungkin bermuara pada represi sipil, kemudian yang lain juga ada banyak kekerasan saat itu, yang kita tidak ingin itu kembali terulang," tuturnya.
"Ingatan terhadap sejarah itu seharusnya membuat kita sadar bahwa bayangan untuk kembali ke pola yang sama harus kita tolak," imbuhnya.
Di dalam pernyataan sikap, ada lima poin tuntutan yang disuarakan: