Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Penanganan Hewan Ternak yang Terkena Penyakit Mulut dan Kuku

Kompas.com, 7 Januari 2025, 15:25 WIB
Sari Hardiyanto

Editor

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali merebak di Indonesia.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi peternak di berbagai wilayah. Terlebih banyak hewan ternak yang mati akibat penyakit tersebut.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Aris Haryanto, mengungkapkan langkah-langkah mitigasi yang perlu dilakukan untuk menangani PMK pada hewan ternak.

Baca juga: Penyakit Mulut dan Kuku Serang 824 Sapi di Yogyakarta, 21 Ekor Mati

Penyakit PMK, yang juga dikenal dengan nama apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD), disebabkan oleh virus RNA dari genus Apthovirus, keluarga Picornaviridae.

Virus ini memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi, bahkan dapat menyebar hingga jarak 200 kilometer melalui udara.

“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/01/2025).

Baca juga: Alasan UGM Berikan Anugerah HB IX Award 2024 kepada Haedar Nashir


Tahapan mitigasi sesuai gejala

Prof Aris menjelaskan, mitigasi perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan gejala yang muncul pada hewan ternak:

Tahap demam tinggi

  • Pada tahap awal, hewan yang terinfeksi PMK akan mengalami demam tinggi.
  • Peternak disarankan segera memberikan analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.
  • Hewan yang menunjukkan gejala harus dipisahkan dari hewan lainnya untuk mencegah penularan lebih lanjut.

Tahap munculnya lesi dan luka

  • Gejala berikutnya adalah munculnya lepuh atau lesi di rongga mulut, serta luka pada kuku.
  • Pada tahap ini, hewan harus diberikan antibiotik dan vitamin secara berkala untuk mencegah infeksi sekunder akibat luka terbuka.

Biosekuriti ketat

  • Peternak diharapkan menerapkan langkah biosekuriti, termasuk pengawasan ketat terhadap akses keluar-masuk area kandang.
  • Masa inkubasi virus PMK berlangsung antara 2 hingga 14 hari, sehingga langkah pencegahan harus dilakukan secara konsisten.

Baca juga: Penyakit Tangan Kaki Mulut pada Anak, Apakah Berkaitan dengan Penyakit Mulut Kuku Hewan?

Pentingnya vaksinasi dan kolaborasi

KASUS PMK: Pemantauan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Solo dalam menangani kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) baru-baru ini.Dok. Dispangtan Kota Solo KASUS PMK: Pemantauan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispangtan) Kota Solo dalam menangani kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) baru-baru ini.

Prof Aris menegaskan bahwa vaksinasi menjadi salah satu cara penting dalam mencegah wabah PMK.

Sayangnya, cakupan vaksinasi di Indonesia saat ini masih belum merata, dan produksi vaksin dalam negeri belum mencukupi kebutuhan.

“Vaksinasi harus dilakukan dua kali dengan jarak satu bulan, dan setelahnya tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” jelasnya.

Selain itu, kerja sama antara pemerintah, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dan para pakar sangat diperlukan untuk mengatasi wabah ini.

Fakultas Kedokteran Hewan UGM, melalui PDHI dan mahasiswa, turut berkontribusi dalam penanganan kasus PMK di DIY dan Jawa Tengah.

Baca juga: Penyakit Mulut dan Kuku Tak Menular ke Manusia, Hewan yang Terdampak Aman Dikonsumsi?

Penutupan pasar hewan untuk pencegahan

Pemerintah telah mengambil langkah dengan menutup beberapa pasar hewan di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai langkah pencegahan.

Prof Aris berharap masyarakat dapat mematuhi kebijakan ini karena bersifat sementara.

“Tidak perlu panik, segera laporkan jika ada hewan yang menunjukkan gejala PMK dan lakukan mitigasi. Langkah ini penting untuk memutus rantai penularan,” tegasnya.

Dengan upaya bersama antara peternak, pemerintah, dan akademisi, diharapkan wabah PMK dapat segera teratasi sehingga aktivitas peternakan kembali berjalan normal.

Baca juga: Apakah Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Menular ke Manusia?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau