YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan judicial review terkait ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.
Keputusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor: 62/PUU-XXII/2024 yang berlangsung pada Kamis (2/1/2025).
Empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag, dan Tsalis Khoirul Fatna, memulai proses sidang di MK pada 24 Februari 2024.
Baca juga: Alasan 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Ajukan Gugatan Presidential Threshold Usai Pilpres
Tsalis Khoirul Fatna, yang akrab disapa Nana, mengungkapkan bahwa mereka menjalani proses sidang selama hampir satu tahun dengan tujuh kali persidangan.
"Kami sebenarnya masih mahasiswa dan beracaranya itu kurang lebih selama satu tahun. Jadi di periode itu kita kalau enggak salah tujuh kali sidang. Ya, kalau enggak salah tujuh kali sidang sampai putusan ini," ujar Nana dalam jumpa pers pada Jumat (3/01/2025).
Selama masa sidang, keempat mahasiswa tersebut juga menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Baca juga: Penjelasan Universitas Jember soal Mahasiswa yang Tewas Terjatuh dari Lantai 8
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali Sodikin
Nana mengungkapkan bahwa pengalaman mengikuti sidang sambil KKN menjadi momen yang tak terlupakan.
"Jadi mungkin itu merupakan momen-momen yang tidak terlupakan dan juga perjuangan yang sangat-sangat berarti bagi kami," tuturnya.
Meskipun tidak menggunakan kuasa hukum, Nana menjelaskan bahwa keterbatasan finansial menjadi alasan utama.
"Kami di sini tidak menggunakan kuasa hukum ya karena kami masih seorang mahasiswa belum mampu untuk menggaji seorang kuasa hukum," bebernya.
Baca juga: Keanggotaan Partai Politik, Siapa yang Boleh Mendaftar?
Nana juga menambahkan bahwa mereka mengajukan permohonan untuk melakukan sidang secara online karena beberapa kendala.
"Dan karena kebetulan di MK juga bisa menggunakan sidang online, jadi kami juga mengajukan permohonan ke MK kalau kami melakukan sidangnya secara online ya karena keterbatasan satu dan lain hal," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie, menjelaskan bahwa ketiga mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara, sedangkan satu lainnya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum.
"Kebetulan saya Ketua Prodi Hukum Tata Negara di Fakultas Syari'ah dan Hukum. Tiga mahasiswa Prodi HTN, yang satu Prodi Ilmu Hukum. Di bawah Fakultas Syari'ah dan Hukum, semuanya," ujarnya.
Baca juga: Kepengurusan Partai Politik di Indonesia, seperti Apa?
Gugun menambahkan bahwa keempat mahasiswa tersebut dikenal berprestasi dan aktif dalam komunitas pemerhati konstitusi, termasuk menggelar debat dan menerbitkan artikel ilmiah.
"Mereka juga aktif melakukan debat konstitusi. Kemudian artikel-artikel ilmiah mereka sudah publikasi di beberapa jurnal ilmiah," ucapnya.
Dengan keputusan MK ini, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden resmi dihapus, memberikan dampak signifikan pada dinamika politik di Indonesia.
Baca juga: Daftar Partai Politik di Indonesia untuk Pemilu 2024
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang