Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Perjalanan Empat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Gugat "Presidential Threshold" ke MK

Kompas.com, 4 Januari 2025, 07:38 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan judicial review terkait ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.

Keputusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor: 62/PUU-XXII/2024 yang berlangsung pada Kamis (2/1/2025).

Empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag, dan Tsalis Khoirul Fatna, memulai proses sidang di MK pada 24 Februari 2024.

Baca juga: Alasan 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Ajukan Gugatan Presidential Threshold Usai Pilpres

Tsalis Khoirul Fatna, yang akrab disapa Nana, mengungkapkan bahwa mereka menjalani proses sidang selama hampir satu tahun dengan tujuh kali persidangan.

"Kami sebenarnya masih mahasiswa dan beracaranya itu kurang lebih selama satu tahun. Jadi di periode itu kita kalau enggak salah tujuh kali sidang. Ya, kalau enggak salah tujuh kali sidang sampai putusan ini," ujar Nana dalam jumpa pers pada Jumat (3/01/2025).

Selama masa sidang, keempat mahasiswa tersebut juga menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Baca juga: Penjelasan Universitas Jember soal Mahasiswa yang Tewas Terjatuh dari Lantai 8


Pengalaman mengikuti sidang

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali SodikinDOK. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali Sodikin

Nana mengungkapkan bahwa pengalaman mengikuti sidang sambil KKN menjadi momen yang tak terlupakan.

"Jadi mungkin itu merupakan momen-momen yang tidak terlupakan dan juga perjuangan yang sangat-sangat berarti bagi kami," tuturnya.

Meskipun tidak menggunakan kuasa hukum, Nana menjelaskan bahwa keterbatasan finansial menjadi alasan utama.

"Kami di sini tidak menggunakan kuasa hukum ya karena kami masih seorang mahasiswa belum mampu untuk menggaji seorang kuasa hukum," bebernya.

Baca juga: Keanggotaan Partai Politik, Siapa yang Boleh Mendaftar?

Nana juga menambahkan bahwa mereka mengajukan permohonan untuk melakukan sidang secara online karena beberapa kendala.

"Dan karena kebetulan di MK juga bisa menggunakan sidang online, jadi kami juga mengajukan permohonan ke MK kalau kami melakukan sidangnya secara online ya karena keterbatasan satu dan lain hal," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie, menjelaskan bahwa ketiga mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara, sedangkan satu lainnya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum.

"Kebetulan saya Ketua Prodi Hukum Tata Negara di Fakultas Syari'ah dan Hukum. Tiga mahasiswa Prodi HTN, yang satu Prodi Ilmu Hukum. Di bawah Fakultas Syari'ah dan Hukum, semuanya," ujarnya.

Baca juga: Kepengurusan Partai Politik di Indonesia, seperti Apa?

Gugun menambahkan bahwa keempat mahasiswa tersebut dikenal berprestasi dan aktif dalam komunitas pemerhati konstitusi, termasuk menggelar debat dan menerbitkan artikel ilmiah.

"Mereka juga aktif melakukan debat konstitusi. Kemudian artikel-artikel ilmiah mereka sudah publikasi di beberapa jurnal ilmiah," ucapnya.

Dengan keputusan MK ini, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden resmi dihapus, memberikan dampak signifikan pada dinamika politik di Indonesia.

Baca juga: Daftar Partai Politik di Indonesia untuk Pemilu 2024

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau