Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analisis Sosiolog UGM soal Permasalahan Miras di Yogyakarta

Kompas.com, 8 November 2024, 14:06 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Maraknya peredaran minuman beralkohol atau minuman keras di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menjadi sorotan. 

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bahkan telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 5 Tahun 2024 yang mengatur inventarisasi, pengawasan, hingga peredaran minuman beralkohol

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto mengapresiasi diterbitkanya Instruksi Gubernur DIY tersebut mengingat peredaran minuman beralkohol selama ini memang belum diawasi secara maksimal. 

"Kalau dilihat masalah miras ini tidak hanya dari jual-belinya saja, tapi sebagian besar penduduk Jogja kan bukan penduduk asli. Barang bebas masuk dari mana saja," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11/2024). 

Baca juga: Campur Etanol dengan Sirup, 4 Pemuda di Semarang Tewas


Baca juga: Bahaya Kecubung yang Sebabkan Dua Warga Banjarmasin Tewas

Sektor pariwisata vs minuman beralkohol

Kawasan Jalan Malioboro di Yogyakarta. 
Dok. Shutterstock/Jaya Tri Hartono Kawasan Jalan Malioboro di Yogyakarta.

Derajat menilai, instruksi gubernur tersebut dinilai cukup responsif. Meskipun pemerintah sejak awal seharusnya sudah bisa mengantisipasi pengendalian penyebaran minuman beralkohol. 

Dikatakan Derajad, dari sisi sektor formal, regulasi tersebut sangat relevan. Hanya saja perlu upaya pengawasan khusus untuk persebaran minuman beralkohol yang secara informal. 

Selama ini, industri minuman beralkohol bergerak secara underground dan tidak bisa dikendalikan pemerintah. 

Baca juga: Kronologi dan Motif Promosi Miras Holywings Muhammad-Maria

Menurut Derajad, sektor informal ini berperan besar dalam menggerakkan industri minuman beralkohol ini. 

"Sudah bagus, walaupun penanganannya bisa dibilang terlambat. Sejauh ini belum ada badan khusus yang ditugaskan mengawasi jual-beli miras. Instruksi tersebut hanya mengatur sektor formal saja," ucapnya. 

Di sisi lain, industri minuman beralkohol turut berperan besar dalam perekonomian Yogyakarta, khususnya sektor pariwisata. 

Sektor pariwisata diduga banyak ditopang oleh industri minuman beralkohol. 

Baca juga: Ramai soal Polisi Buang Botol Miras ke Laut, Ini Penjelasan Kapolres

Minimnya pengawasan terhadap industri minuman beralkohol membuat peredaran uangnya juga tidak dapat dideteksi. 

"Memang underground economy, jadi sulit pengawasannya. Selain peredarannya, produknya itu sendiri juga perlu diawasi. Mungkin produk yang resmi beredar bisa terdata, tapi bagaimana dengan produk oplosan, misalnya?," ucapnya. 

Menurut Derajad, menangani masalah tersebut, pemerintah perlu mengetahui dulu industri miras yang selama ini berjalan. Menekan peredaran, penjualan miras bisa diatur agar lebih terpusat. 

Baca juga: Viral Siswi SMA Negeri di Demak Diduga Pesta Miras, Ini Faktanya

Legalkan, tapi penjualannya terpusat

Dengan terpusatnya jual beli minuman beralkohol atau miras imbuhnya, akan sangat membantu pemerintah mengawasi industri tersebut. Termasuk untuk mengimplementasi regulasi yang sudah berlaku. 

"Sarannya saya kira justru legalkan, tapi penjualannya terpusat. Kalau begitu nanti kita bisa tahu siapa penjualnya, siapa yang beli, perputaran uangnya ke mana. Itu jelas," ucapnya.  

Soal instruksi gubernur, menurutnya belum mengatur pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi miras secara khusus. Hal ini menyebabkan regulasi yang berlaku justru sulit diimplementasikan.  

Baca juga: Ramai soal Perpres Miras, Ini Penjelasan Mengapa Alkohol Memabukkan

Menurutnya, fungsi pengawasan harus dilakukan oleh dua pihak.

Pertama, elemen masyarakat perlu dilibatkan secara ad hoc, khususnya mereka yang memiliki keahlian mengenali jenis-jenis miras yang beredar. Sebab banyak ditemukan kasus miras diracik sendiri oleh oknum-oknum tertentu dan diperjualbelikan secara bebas.

Elemen masyarakat tentu akan lebih mengenal dan mengetahui distribusi dari produk miras tersebut.  

Kedua, harus ada lembaga yang mampu mengawasi secara terus menerus dan berlapis. Mulai dari jenis produk, sampai perputaran ekonominya. 

"Perlu diawasi dari segi produknya juga. Kalau kita bicara anggur (atau miras) itu kan  bermacam-macam kadar alkoholnya. Banyak pakar dan elemen perhotelan itu saya kira lebih tahu. Mereka juga perlu dilibatkan," pungkasnya.

Baca juga: 10 Risiko Konsumsi Miras bagi Kesehatan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau