Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bahkan telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 5 Tahun 2024 yang mengatur inventarisasi, pengawasan, hingga peredaran minuman beralkohol.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto mengapresiasi diterbitkanya Instruksi Gubernur DIY tersebut mengingat peredaran minuman beralkohol selama ini memang belum diawasi secara maksimal.
"Kalau dilihat masalah miras ini tidak hanya dari jual-belinya saja, tapi sebagian besar penduduk Jogja kan bukan penduduk asli. Barang bebas masuk dari mana saja," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11/2024).
Derajat menilai, instruksi gubernur tersebut dinilai cukup responsif. Meskipun pemerintah sejak awal seharusnya sudah bisa mengantisipasi pengendalian penyebaran minuman beralkohol.
Dikatakan Derajad, dari sisi sektor formal, regulasi tersebut sangat relevan. Hanya saja perlu upaya pengawasan khusus untuk persebaran minuman beralkohol yang secara informal.
Selama ini, industri minuman beralkohol bergerak secara underground dan tidak bisa dikendalikan pemerintah.
Menurut Derajad, sektor informal ini berperan besar dalam menggerakkan industri minuman beralkohol ini.
"Sudah bagus, walaupun penanganannya bisa dibilang terlambat. Sejauh ini belum ada badan khusus yang ditugaskan mengawasi jual-beli miras. Instruksi tersebut hanya mengatur sektor formal saja," ucapnya.
Di sisi lain, industri minuman beralkohol turut berperan besar dalam perekonomian Yogyakarta, khususnya sektor pariwisata.
Sektor pariwisata diduga banyak ditopang oleh industri minuman beralkohol.
Minimnya pengawasan terhadap industri minuman beralkohol membuat peredaran uangnya juga tidak dapat dideteksi.
"Memang underground economy, jadi sulit pengawasannya. Selain peredarannya, produknya itu sendiri juga perlu diawasi. Mungkin produk yang resmi beredar bisa terdata, tapi bagaimana dengan produk oplosan, misalnya?," ucapnya.
Menurut Derajad, menangani masalah tersebut, pemerintah perlu mengetahui dulu industri miras yang selama ini berjalan. Menekan peredaran, penjualan miras bisa diatur agar lebih terpusat.
Legalkan, tapi penjualannya terpusat
Dengan terpusatnya jual beli minuman beralkohol atau miras imbuhnya, akan sangat membantu pemerintah mengawasi industri tersebut. Termasuk untuk mengimplementasi regulasi yang sudah berlaku.
"Sarannya saya kira justru legalkan, tapi penjualannya terpusat. Kalau begitu nanti kita bisa tahu siapa penjualnya, siapa yang beli, perputaran uangnya ke mana. Itu jelas," ucapnya.
Soal instruksi gubernur, menurutnya belum mengatur pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi miras secara khusus. Hal ini menyebabkan regulasi yang berlaku justru sulit diimplementasikan.
Menurutnya, fungsi pengawasan harus dilakukan oleh dua pihak.
Pertama, elemen masyarakat perlu dilibatkan secara ad hoc, khususnya mereka yang memiliki keahlian mengenali jenis-jenis miras yang beredar. Sebab banyak ditemukan kasus miras diracik sendiri oleh oknum-oknum tertentu dan diperjualbelikan secara bebas.
Elemen masyarakat tentu akan lebih mengenal dan mengetahui distribusi dari produk miras tersebut.
Kedua, harus ada lembaga yang mampu mengawasi secara terus menerus dan berlapis. Mulai dari jenis produk, sampai perputaran ekonominya.
"Perlu diawasi dari segi produknya juga. Kalau kita bicara anggur (atau miras) itu kan bermacam-macam kadar alkoholnya. Banyak pakar dan elemen perhotelan itu saya kira lebih tahu. Mereka juga perlu dilibatkan," pungkasnya.
https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/11/08/140636978/analisis-sosiolog-ugm-soal-permasalahan-miras-di-yogyakarta