Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Kalender Jawa yang Diciptakan Raja Ketiga Mataram Islam

Kompas.com, 11 September 2024, 23:31 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Masyarakat Jawa tidak hanya mengenal sistem penanggalan Kalender Masehi dan Kalender Hijriah saja, namun juga masih menggunakan Kalender Jawa.

Penggunaan Kalender Jawa telah lama dilakukan oleh masyarakat Jawa, tepatnya sejak zaman Kesultanan Mataram Islam.

Baca juga: Mengenal Pasaran, Siklus Hari dalam Kalender Jawa dan Artinya

Pada masa lalu, Kalender Jawa digunakan sebagai patokan penyelenggaraan upacara-upacara adat kerajaan.

Hingga saat ini, sistem penanggalan dengan Kalender Jawa masih digunakan ntuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan tradisi dan budaya.

Baca juga: Mengenal Pranata Mangsa, Kalender Jawa Untuk Musim Cocok Tanam

Selain digunakan untuk menentukan waktu berlangsungnya upacara-upacara adat atau suatu tradisi, Kalender Jawa juga digunakan untuk menghitung hari baik.

Hari baik ini biasanya digunakan sebaga acuan waktu untuk melangsungkan acara penting, seperti pernikahan, membuka usaha, pindah rumah, hingga bercocok tanam.

Baca juga: Tahun Barunya Sama, Kalender Jawa dan Islam Ternyata Beda

Sejarah Kalender Jawa

Kalender Jawa adalah sistem penanggalan yang diciptakan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yang merupakan raja ketiga dari Kesultanan Mataram Islam.

Ada sebutan lain dari Kalender Jawa yaitu Kalender Sultan Agungan dan penanggalan Jawa Candrasangkala.

Terdapat nilai akulturasi budaya dalam penyusunan sistem Kalender Jawa pada masa itu.

Hal ini karena dalam menyusunan Kalender Jawa, Sultan Agung memadukan antara perhitungan Kalender Saka dan Kalender Hijriah.

Alasan dari dilakukan hal tersebut adalah untuk menyelaraskan perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh kerajaan dengan perayaan-perayaan hari besar Islam.

Perbedaan yang mendasar yang dimiliki kalender Jawa adalah adalah pada saat penetapan pergantian hari ketika terjadi pergantian bulan.

Candrasangkala Jawa menetapkan bahwa pergantian hari ketika pergantian bulan adalah pada saat matahari terbenam atau waktu surup (antara pukul 17.00–18.00).

Suasana Grebeg Mulud di Keraton Yogyakarta.SHUTTERSTOCK/ANOR HARYA Suasana Grebeg Mulud di Keraton Yogyakarta.

Siklus Hari dalam Kalender Jawa

Seperti dalam sistem penanggalan lainnya, Kalender Jawa memiliki siklus hari atau dikenal atau dikenal dengan sebutan dina.

Hanya saja ada berbagai macam siklus hari yang masih dipakai sampai saat ini, seperti saptawara, pancawara, dan sadwara.

Saptawara atau padinan adalah siklus mingguan yang terdri dari tujuh hari seperti pada kalender Masehi, yaitu Ngahad (Dite), Senen (Soma), Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah (Sukra), dan Setu (Tumpak).

Sementara pancawara adalah adalah siklus mingguan yang terdiri dari lima hari, yaitu Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan).

Siklus pasaran dahulu digunakan oleh pedagang untuk membuka pasar atau melakukan kegiatan jual beli sesuai hari pasaran yang ada.

Selanjutnya sadwara atau paringkelan adalah adalah siklus mingguan yang terdiri dari enam hari, yaitu Tungle, Aryang, Warungkung, Paningron, Uwas, dan Mawulu.

Walau kadang masih digunakan dalam pencatatan waktu, paringkelan tidak digunakan dalam menghitung jatuhnya waktu upaca-upacara adat di keraton.

Siklus Bulan dalam Kalender Jawa

Kalender Jawa juga memiliki siklus bulan atau dikenal atau dikenal dengan sebutan sasi. Umur tiap bulan dalam Kalender Jawa berselang-seling, yaitu antara 30 dan 29 hari.

Nama bulan dalam Kalender Jawa merupakan serapan dari bahasa Arab yang disesuaikan dengan pengucapan orang Jawa.

Nama 12 bulan dalam Kalender Jawa secara berurutan yaitu:

  • Bulan 1 : Sura
  • Bulan 2 : Sapar
  • Bulan 3 : Mulud
  • Bulan 4 : Bakdamulud
  • Bulan 5 : Jumadilawal
  • Bulan 6 : Jumadilakhir
  • Bulan 7 : Rejeb
  • Bulan 8 : Ruwah (Arwah, Sabun)
  • Bulan 9 : Pasa (Puwasa, Siyam, ramelan)
  • Bulan 10 : Sawal
  • Bulan 11 : Dulkangidah (Sela, Apit)
  • Bulan 12 : Besar

Lebih lanjut, penyebutan bulan pada Kalender Masehi juga memiliki istilah sendiri dalam Bahasa Jawa, yaitu:

  • Januari : Wadana
  • Februari : Wijangga
  • Maret : Wiyana
  • April : Widada
  • Mei : Widarpa
  • Juni : Wilapa
  • Juli : Wahana
  • Agustus : Wanana
  • September : Wurana
  • Oktober : Wujana
  • Nopember : Wujala
  • Desember : Warana

Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa sesaji saat prosesi Labuhan Pantai Parangkusumo di Bantul, Yogyakarta, Minggu (11/2/2024). Ritual yang digelar setiap tanggal 30 bulan Rajab dalam kalender Jawa tersebut dalam rangka memperingati bertahtanya Sri Sultan HBX. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa sesaji saat prosesi Labuhan Pantai Parangkusumo di Bantul, Yogyakarta, Minggu (11/2/2024). Ritual yang digelar setiap tanggal 30 bulan Rajab dalam kalender Jawa tersebut dalam rangka memperingati bertahtanya Sri Sultan HBX.

Siklus Tahun dalam Kalender Jawa

Karena satu tahun dalam Kalender Jawa terdiri dari 354 3/8 hari, maka sistem penanggalan ini memiliki siklus tahun yang disebut Windu.

Dalam satu windu terdapat delapan tahun yang masing-masing memiliki nama tersendiri, yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.

Tahun Ehe, Dal, dan Jimakir terdiri dari 355 hari dan dikenal sebagai tahun panjang (Taun Wuntu). Pada tahun panjang, bulan Besar sebagai bulan terakhir memiliki umur 30 hari

Sedangkan tahun Alip, Jimawal, Je, Be, dan Wawu yang terdiri dari 354 hari dikenal sebagai tahun pendek (Taun Wastu).

Selain itu, terdapat siklus empat windu berumur 32 tahun di mana nama hari, pasaran, tanggal, dan bulan akan tepat berulang atau disebut tumbuk. Keempat windu dalam siklus itu diberi nama Kuntara, Sangara, Sancaya, dan Adi.

Tiap windu tersebut memiliki lambang sendiri, Kulawu dan Langkir. Masing-masing lambang berumur 8 tahun, sehingga siklus total dari lambang berumur 16 tahun.

Selain itu, tiap 120 tahun atau disebut dengan khurup akan ada penambahan satu hari dalam Kalender Jawa yang disebabkan adanya perbedaan satu hari antara Kalender Jawa dan Kalender Hijiriyah.

Nama khurup mengacu pada jatuhnya hari pada tanggal 1 bulan Sura tahun Alip.

Pada Khurup Asapon, tanggal 1 bulan Sura tahun Alip akan selalu jatuh pada hari Selasa Pon selama kurun waktu 120 tahun.

Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa uba rampe menuju Bangsal Srimanganti saat upacara Labuhan Merapi di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (12/2/204). Upacara Labuhan Merapi yang diikuti abdi dalem dan masyarakat tersebut merupakan rangkaian peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa uba rampe menuju Bangsal Srimanganti saat upacara Labuhan Merapi di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (12/2/204). Upacara Labuhan Merapi yang diikuti abdi dalem dan masyarakat tersebut merupakan rangkaian peringatan bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Wuku dan Neptu dalam Kalender Jawa

Selain siklus hari, bulan, dan tahun, Kalender Jawa juga memiliki periode waktu yang terkait dengan astrologi yaitu Wuku dan Neptu.

Wuku adalah periode waktu yang digunakan untuk menentukan watak dari anak yang dilahirkan, dengan ilmu perhitungannya disebut sebagai Pawukon.

Terdapat 30 Wuku yang masing-masing memiliki umur 7 hari, sehingga satu siklus Wuku memiliki umur 210 hari yang disebut Dapur Wuku.

Neptu adalah periode waktu yang digunakan untuk melihat nilai dari suatu hari,yang biasanya juga digunakan untuk menghitung baik buruknya hari terkait kegiatan tertentu juga perwatakan seseorang yang lahir pada hari tersebut.

Ada dua macam Neptu, yaitu Neptu Dina yang digunakan untuk menandai nilai hari-hari pada saptawara, dan Neptu Pasaran digunakan untuk menandai nilai hari-hari pada pancawara.

Sumber:
kratonjogja.id 
gramedia.com   
sendangsari.bantulkab.go.id  
pontianak.tribunnews.com  

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau