KULON PROGO, KOMPAS.com – Namanya Qonitah Ikhtiar Syakuroh, asal Pedukuhan (dusun) Soropati, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kemampuan menepok bola bulu membawa Qonitah menjadi salah satu atlet Indonesia yang dikirim ke Paralimpiade Paris 2024 pada 29 Agustus hingga 9 September mendatang.
Saat ini, dia masih jalani pemusatan latihan di Solo, Jawa Tengah. Dia menjalani latihan itu sejak awal 2023.
Baca juga: Sagil Si Bocah SD Bertinggi 2 Meter Memilih Menjadi Atlet Basket
“Setiap malam Ibu, orangtua selalu telepon dan video call menanyakan kabar dan latihan,” kata Qonitah ditemui di Wates, usai bertemu Pj Bupati Kulon Progo, Srie Nurkyatsiwi, belum lama ini.
Gadis mungil kelahiran Kulon Progo 2001 ini akan bertanding di nomor tunggal standing lower (SL) 3 pada cabang bulu tangkis paralimpiade. Pada nomor ini, atlet bertanding setengah lapangan.
SL 3 atau Standing Lower 3 adalah klasifikasi untuk atlet dengan keterbatasan pada salah satu atau kedua kaki yang membuat hilang keseimbangan baik saat berjalan maupun berlari.
Qonitah memiliki keterbatasan pada kedua kaki. Ia berdiri dengan punggung kaki sehingga tidak bisa berjalan dengan normal. Sejak lahir, dia menderita Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau kaki pengkor.
Disabilitas CTEV membuat dirinya tidak bisa dengan mudah melangkah maju, mundur, apalagi ke samping. Selain itu, mudah sekali kaki saling terbentur saat melangkah. Meski begitu, tubuh dari pinggang ke atas terlihat bugar dan lincah.
Atlet dari 11 negara bertemu di nomor ini, di antaranya China, Turki, Nigeria, India hingga Perancis. Kata Qonitah, pebulutangkis China dan Nigeria paling diwaspadai.
“Mereka fisik normal tapi separuh lemah. Dengan kondisi ini, atlet yang China mudah melakukan jangkauan sulit. Pernah beberapa kali ketemu di pertandingan. Apalagi saya tidak bisa jinjit. Sedangkan bulutangkis ada jinjit. Saya full pakai paha. Atlet Nigeria juga sama,” kata Qonita.
Qonitah berlatih meningkatkan enduran agar memiliki ketahanan diri menepok bulu dalam waktu lama. Hal ini mengingat ia bertubuh mungil, sementara beberapa atlet paralimpian memiliki tubuh jangkung.
Bertanding di setengah lapangan, enduran menjadi pertaruhan.
“Setengah lapangan itu permainan yang mengandalkan keuletan. Lebih banyak melangkah maju dan mundur. Mematikan bola sangat sulit bila setengah lapangan. Karena itu, adu fisik jadi andalan. Betah tidaknya permainan menentukan kemenangan,” katanya.
“Berbeda dengan full lapangan. Strategi mematikan bola bisa dilakukan karena lebarnya lapangan. Untuk itu, latihannya dilakukan untuk meningkatkan kecepatan mengambil bola depan dan belakang maka membutuhkan ketahanan,” katanya.
Qonitah lakoni pemusatan latihan sejak awal 2023. Ia berlatih dua kali setiap hari.