Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan, Ratusan Hektar Lahan Pertanian di Gunungkidul Puso

Kompas.com, 18 Juli 2024, 08:44 WIB
Markus Yuwono,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta mencatat, ada ratusan hektar lahan pertanian puso atau gagal panen. Kerugian ditaksir miliaran Rupiah.

"Kekeringan mengakibatkan lahan pertanian puso di Kapanewon Semin mencapai 242 hektar dan di Ngawen 92 hektar," kata Sekretaris DPP Gunungkidul, Raharjo Yuwono saat dihubungi melalui telepon Kamis (18/7/2024).

Baca juga: Kekeringan di Gunungkidul Diprediksi Meluas, 1 Juta Liter Air Sudah Disalurkan ke Warga

Di Kapanewon Semin tercatat 108 hektar lahan pertanian mengalami kekeringan berat dan 70 hektar kekeringan sedang.

Sementara di Kapanewon Ngawen, kekeringan sedang ada 35 hektar, dan kekeringan berat 65 hektar.

Pemerintah berupaya mengurangi dampak kekeringan dengan memaksimalkam irigasi pertanian.

Selain itu, DPP telah memberi rekomendasi BBM solar bersubsidi untuk operasional pompa air tanah kepada kelompok tani (KT) atau perkumpulan petani pemakai air (P3A) pengelola pompa irigasi.

"Kita juga memberikan bantuan pompa air kepada 21 KT, total ada 54 pompa air yang dibagikan," kata Raharjo.

Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) UPTD BPTP DPP Gunungkidul Nuryadi mengatakan ada 1.939 lahan pertanian padi di Kapanewon Semin. Tanaman padi yang terselamatkan mencapai 1.697 ha ini berada di dekat Sungai Oya.

"Petani dapat menyalurkan air dari sungai Oya menggunakan pompa," kata Nuryadi.

Dikatakannya ada 242 hektar lahan puso, dengan rincian kerugian sekitar Rp 7 juta per hektarnya.

"Tinggal dikalikan saja dengan luas puso. Besar itu kerugiannya," kata dia.

Jika 242 dikali Rp 7 juta, jumlah kerugian ditaksir mencapai Rp 1,6 miliar.

Baca juga: Kekeringan, Warga Lhoknga Puasa Sunnah 3 Hari dan Shalat Istisqa

Nuryadi mengatakan, petani yang menanam pada Mei 2024 mengalami gagal tanam. Diakuinya, DPP telah menyarankan agar petani dapat menanam padi varietas umur pendek seperti N70, Cakrabuana, Padjajaran, pada awal April 2024.

Padi varietas ini dapat panen dalam waktu 70 hari, jauh lebih cepat jika dibandingkan Ciherang yang mencapai 120 hari.

"Petani justru ada yang menanam akhir-akhir ini. Ketika ada hujan dua-tiga hari petani malah menanam. Tanaman memang tumbuh tapi kemudian ditinggal sumber air," kata dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau