YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Sebanyak 500 lebih pekerja pabrik tekstil milik BUMN yang berada di Kabupaten Sleman dirumahkan. Selain itu ada sebanyak 15 pekerja di PHK.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) DI Yogyakarta (DIY) Dani Eko Wiyono. Selama ini KSBSI mengadvokasi pekerja yang di PHK pabrik tekstil tersebut.
"500 lebih (pekerja) dirumahkan. Security cuma paling jaga," ujarnya, Selasa (9/07/2024).
Dani menyampaikan para pekerja yang dirumahkan ini tidak mendapatkan hak gaji mereka. Para pekerja ini dirumahkan sejak 1 Juni 2024 lalu.
Baca juga: Pabrik BUMN Sleman Merumahkan Karyawan, Sultan HB X: Jangan Rugikan Karyawan
Selain itu, ada juga pekerja yang di-PHK. Jumlah pekerja di pabrik tekstil milik BUMN tersebut yang di PHK ada sebanyak 15 orang.
Menurut Dani, sebanyak 15 pekerja tersebut di PHK pada November tahun lalu. Para pekerja yang di-PHK tersebut awalnya tidak mendapatkan pesangon.
Kemudian KSBSI melakukan advokasi hingga akhirnya ada surat perjanjian dengan perusahaan.
"Kita bombardir terus baru lah keluar surat perjanjian. Terus pencairan pertama. Di situ pertama kali dibayar tanggal 6 April, kalau hitungan persen itu baru 30 persen," tuturnya.
Dani melihat, adanya pekerja yang dirumahkan dan PHK akibat dari permasalahan keuangan diperusahaan tersebut. Sedangkan sejak Juni 2024 lalu, operasional perusahaan tersebut sudah berhenti.
"Sejak Juni itu semua. Sebelum itu masih ada kerjaan, operasional," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, salah satu pekerja pabrik tekstil milik BUMN yang berada di Kabupaten Sleman menyampaikan curahan hatinya di media sosial. Pekerja ini menceritakan jika satu bulan lebih dirumahkan dan beberapa tunggakan gaji belum dibayarkan.
Postingan berisi curhatan seorang pekerja ini diunggah di media sosial X akun @merapi_uncover. Di postingan disebutkan jika merupakan salah satu karyawan pabrik tekstil di wilayah Kabupaten Sleman yang masih milik BUMN.
Pekerja ini menceritakan jika nasibnya saat ini terombang-ambing dan terpaksa harus mencari nafkah serabutan. Sebab sudah selama satu bulan lebih dirumahkan.
Ia pun prihatin dan kecewa dengan tanggungjawab perusahaan karena sampai dengan saat ini tunggakan gaji belum dibayarkan. Termasuk dengan tunggakan THR yang juga belum dibayarkan.
Diceritakan pula jika sudah lapor ke dinas terkait. Namun belum menemui hasil yang diharapkan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sleman Sutiasih mengatakan sudah menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan melakukan mediasi.
"Kasusnya itu sudah kami tangani, mediasi," ujarnya, saat ditemui dikantornya, Selasa (9/07/2024).
Dari mediasi itu sudah ada kesepakatan. Namun hasil kesepakatan tersebut belum bisa direalisasikan oleh pihak perusahaan tersebut karena belum ada dana.
Baca juga: Nasib Pilu Pekerja Pabrik Tekstil BUMN di Sleman, Dirumahkan dan Gaji Tertunda
"Pertama konsultasi-konsultasi, bipartit sampai ke mediasi dan berakhir ada kesepakatan tapi ternyata belum bisa dipenuhi oleh PT. Sehingga mereka masih menuntut haknya untuk dipenuhi tapi belum bisa karena belum ada dana," ucapnya.
Menurut Sutiasih ada ratusan pegawai di perusahaan tersebut yang dirumahkan. Kemudian sebanyak 15 pegawai di perusahaan tersebut yang di-PHK.
Sampai dengan saat ini hak 15 pegawai tersebut belum dapat dipenuhi oleh perusahaan, meskipun sudah ada kesepakatan,
"15 orang yang PHK. Sebenarnya sudah kesepakatan tapi kesepakatannya belum bisa dipenuhi, janjinya mundur lagi. Maka nya kemarin audiensi," tuturnya.
Sutiasih menegaskan sudah melakukan berbagai upaya sesuai dengan kewenanganya untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.
Baca juga: Buruh PT Pos Jateng Khawatir Kena PHK akibat Transformasi Teknologi Robot
"Kemudian sekarang kewenangan sudah diambil alih oleh PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset) itu tinggal menunggu dari sana, manajemen sini bingung juga mau diajak bipartit juga belum siap," ucapnya.
Terkait apakah perusahaan nantinya dapat membayarkan gaji dan pesangon pengawai, Sutiasih mengaku tidak dapat memastikan. Sebab pihaknya tidak bisa masuk sampai pada berapa uang yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
"Itu aja nanti bisa mbayar atau tidak kurang tahu, kami kan tidak bisa sampai kepada uang berapa yang dimiliki enggak bisa sampai intervensi ke sana," tegasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang