Editor
KOMPAS.com - Tradisi kirab malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta setiap tahun selalu identik dengan arak-arakan kirab pusaka.
Salah satu keunikan dari kirab pusaka malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta adalah kemunculan rombongan Kebo Bule.
Baca juga: Mengenal Laku Tapa Bisu yang Dilakukan Peserta Kirab Malam 1 Suro di Solo dan Yogya
Kebo Bule ini juga bukan merupakan kerbau biasa tapi menjadi salah satu pusaka yang dimiliki oleh Keraton Kasunanan Surakarta.
Sebutan kerbau bule atau Kebo Bule berasal dari warna kulit kerbau yang putih dan kemerah-merahan, sehingga berbeda dari kerbau yang umumnya berwarna hitam atau cokelat.
Baca juga: 11 Weton Tulang Wangi yang Dikaitkan Malam 1 Suro, Apa Itu?
Sementara masyarakat Solo dan sekitarnya mengenal Kebo Bule ini dengan nama Kyai Slamet.
Dilansir dari laman TribunSoloWiki.com, Heri Sulistyo sebagai pawang menyebut bahwa Kebo Bule ini hanya ada di Keraton Surakarta dan tidak ada di tempat lain.
Selain dari warna kulitnya, Kebo Bule juga memiliki tanduk panjang yang jarang dimiliki oleh kerbau lain pada umumnya.
Baca juga: 4 Mitos Malam 1 Suro
Keistimewaan Kebo Bule Keraton Kasunanan Surakarta tidak terlepas dari sejarah dan asal-usulnya.
Kerbau Bule yang dikenal dengan nama Kyai Slamet ini kerap disebut sebagai klangenan atau kesayangan Raja Keraton Solo Susuhunan Pakubuwono II.
Dilansir dari laman Pemerintah Kota Surakarta, Kebo Bule yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta ini merupakan hadiah istimewa dari Kyai Hasan Besari Tegalsari yang merupakan Bupati Ponorogo untuk Pakubuwono II.
Kebo Bule ini diberikan bersama dengan sebuah pusaka berupa tombak yang diberi nama Kyai Slamet.
Hadiah ini diberikan setelah Kyai Hasan Besari Tegalsari mengetahui bahwa Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak Pecinan serta berpindahnya kerajaan dari Kartasura ke Desa Sala pada 20 Februari 1745.
“Karena bertugas menjaga dan mengawal pusaka Kyai Slamet, maka masyarakat menjadi salah kaprah menyebut kebo bule ini sebagai Kebo Kyai Slamet,’’ kata Wakil Pengageng Sasono Wilopo Keraton Surakarta, Kanjeng Raden Aryo (KRA) Winarno Kusumo, seperti dikutip dari laman KompasTV.
Kebo Bule berjumlah 5 ekor, yang dipercaya sebagai pengawal pusaka Kyai Slamet Kirab saat Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, Jawa Tengah (Jateng) digelar pada Rabu (19/7/2023).Yang menarik, ternyata ada peran Kebo Bule ketika terpilihnya Desa Sala sebagai lokasi kerajaan yang baru.
Hal ini terjadi di tahun 1725, saat Pakubuwono II tengah mencari lokasi untuk keraton yang baru.
Saat pemindahan kerajaan dilakukan, leluhur dari Kebo Bule ini dilepas dan dibiarkan berjalan dengan diikuti para abdi dalem hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi lokasi Keraton Kasunanan berdiri.
Lebih lanjut, sejarah peran Kebo Bule dalam acara kirab berawal dari kebiasaan Pakubuwono X.
Saat itu, pusaka tombak Kyai Slamet sering dibawa berkeliling tembok Baluwarti setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon oleh Pakubuwono X, di mana Kebo Bule selalu mengikuti di belakangnya.
Hingga saat ini, Kebo Bule yang ikut dalam tradisi kirab malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta merupakan keturunan dari kerbau Kyai Slamet.
Namun untuk jumlah Kebo Bule yang ikut dalam tradisi kirab malam 1 Suro beragam, tergantung keputusan atau dawuh dari raja yang bertahta.
Dalam perayaan malam 1 suro di Keraton Surakarta, Kebo Bule ini akan berjalan di depan sebagai cucuk lampah atau pemimpin kirab pusaka.
Kerbau ini akan berjalan mengikuti rute yang dilalui oleh kirab sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni Supit Urang, Jalan Pakubuwana, Gapura Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke Keraton Solo.
Sebelum dapat mengikuti kirab, Kebo Bule memang sudah dipastikan sehat serta dilatih agar terbiasa berinteraksi dengan banyak orang.
Selain itu, Kebo Bule yang akan mengikuti tradisi kirab malam 1 Suro juga akan menjalani sejumlah ritual, seperti dimandikan, dijamasi, dan diberi sesajen.
Dilansir dari laman Antara, pawang kebo bule Heri Sulistyo menyebut bahwa Kebo Bule yang ikut dalam tradisi kirab malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta akan diiringi oleh dua tim.
Pertama adalah tim Semut Hitam yang tugasnya menyediakan pakan untuk kerbau, dan kedua adalah tim Semut Putih yang bertugas membawa pecut yang tugasnya mengawasi para kerbau selama perjalanan.
Sebelum dimulainya acara, Kerbau Bule akan dimandikan di kandangnya yang ada di kawasan Alun-alun Utara, dan selanjutnya akan dibawa ke kandang lawas.
Di kandang lawas, kerbau akan dijamasi dan diberi sesajen yang telah disiapkan oleh pihak dalam keraton.
Kebo Bule kemudian akan disiapkan di Kori Kamandungan untuk selanjutnya diikutkan kirab dengan posisi paling depan yang selanjutnya diikuti pusaka-pusaka keraton.
Kebo Bule yang akan mengikuti tradisi kirab malam 1 Suro ini akan memakai kalung dari rangkaian bunga melati.
Sebelum kirab dimulai, akan “dijamu” dengan ubi serta dua ember berisi air putih dan kopi, di mana kerbau yang akan dikirabkan biasanya akan menikmati jamuan yang sudah siapkan tersebut.
Kebo Bule berjumlah 5 ekor, yang dipercaya sebagai pengawal pusaka Kyai Slamet Kirab saat Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, Jawa Tengah (Jateng) digelar pada Rabu (19/7/2023).Keberadaan Kebo Bule dalam tradisi sakral Keraton Kasunanan Surakarta ternyata memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Kebo Bule ini merupakan lambang rakyat kecil terutama karena kedekatannya dengan aktivitas kaum petani.
Selain itu, kerbau juga dianggap sebagai simbol penolak bala karena dipercaya memiliki kepekaan dalam mengusir roh jahat dan atau mampu menghilangkan niatan buruk.
Selain itu, filosofi dari keberadaan Kebo Bule ini mengandung pesan bahwa meski kerbau identik dengan hewan bodoh justru inilah yang dijadikan sebagai pengingat agar manusia yang berakal budi harus pintar dan jangan sampai bertindak serta berpikir bodoh seperti kerbau.
Bagi sebagian masyarakat, Kebo Bule Keraton Kasunanan Surakarta dianggap sebagai hewan keramat yang bisa membawa berkah.
Tidak heran jika selama Kebo Bule berjalan mengikuti tradisi kirab malam 1 Suro, tidak sedikit masyarakat yang berusaha menyentuhnya.
Sehingga tidak jarang sisa minuman air putih dan kopi yang diminum diperebutkan oleh masyarakat. Menariknya, jika si kerbau tidak minum maka tidak ada yang mengambil air tersebut.
Bahkan, sebagian orang tidak ragu untuk mengambil sisa makanan maupun kotoran yang dikeluarkan Kebo Bule selama arak-arakan berlangsung.
Sisa makanan atau kotoran tersebut kemudian akan dibawa pulang dengan keyakinan akan memberi berkah, baik itu untuk keselamatan, panjang umur, awet muda, menyuburkan tanah, dan lain sebagainya.
Sumber:
surakarta.go.id
surakarta.go.id
antaranews.com
antaranews.com
tribunsolowiki.tribunnews.com
kompas.tv
kompas.tv
regional.kompas.com (Reza Kurnia Darmawan)