KULON PROGO, KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia memperluas kawasan konservasi hingga 30 persen wilayah laut Indonesia pada 2045.
Konservasi pada perairan mendorong banyak hal positif, mulai dari menjamin keberlanjutan stok ikan, cadangan karbon dan perlindungan pada ekosistem di pesisir dan pulau-pulau terpencil.
Selain itu, juga sebagai komitmen bersama negara lain terkait luas konservasi di perairan.
Semua itu sebagai upaya negara mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Baca juga: 30 Warga Jateng Terpapar Covid-19, Terbanyak Kota Semarang 18 Kasus
“Tujuan negara kita sejahtera ke depan, Kementerian menerapkan lima strategi prioritas, yang pertama adalah memperluas kawasan konservasi laut,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Victor Gustaaf Manoppo, di Forum Adat Nasional 2023 yang berlangsung di Yogyakarta, Jumat (15/12/2023).
Forum merupakan kerja KKP bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Mereka menghadirkan pembicara dari KKP sendiri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Bappenas.
Perluasan konservasi laut bagian dari peta jalan ekonomi biru pemerintahan sekarang.
Saat ini, konservasi perairan baru 28,9 juta hektar di akhir 2022 atau 8,9 persen dari target 10 persen di 2030.
Angka ini terus didorong hingga terwujud 30 persen atau 97,5 juta hektar kawasan konservasi laut pada 2045 mendatang.
“97,5 juta hektar harus kita penuhi sebagai kawasan konservasi,” kata Victor, di forum yang mengangkat tajuk Sinergi dan Optimalisasi Peran Masyarakat Hukum Adat dan Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Masyarakat Hukum Adat (MHA) punya peran pada capaian kawasan konservasi perairan laut.
Mereka berada dalam kawasan konservasi. Budaya dan kearifan lokal dalam masyarakat efektif untuk mengelola kawasan.
Pemerintah di daerah, baik kabupaten dan kota, perlu mendukung legalitas bagi masyarakat ini.
Victor mengatakan, kementerian telah mendampingi dua hingga tiga masyarakat hukum adat agar bisa memperoleh legalitasnya dari pemerintah di daerah.
“Tapi (Pemda) ini hanya sebagian kecil dari kehadiran negara,” kata Victor.
Baca juga: Didominasi Lanjut Usia, Kabupaten Semarang Terancam Kekurangan Petani
Ia mengungkapkan, tidak hanya dilakukan oleh KKP, tetapi sejatinya bisa juga dilakukan oleh lembaga lain maupun kementerian lain, atau kerja sama antar lembaga.
“Kementerian desa bisa, kominfo boleh, kebudayaan masuk, perekonomian masuk perdagangan masuk, tergantung kita mau ke mana,” kata dia.