Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum UII Sebut Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Mengacaukan Sistem Ketatanegaraan

Kompas.com, 18 Oktober 2023, 07:35 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi capres dan cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui Pemilu.

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Allan Fatchan Gani Wardhana angkat bicara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Baca juga: Gibran Mengaku Belum Komunikasi dengan Gerindra Setelah Putusan MK Dikabulkan

Dia menilai MK telah terjebak arus politik jelang pemilu 2024.

"Dikabulkanya gugatan mengenai syarat capres-cawapres ini membuktikan bahwa MK telah terjebak pada arus politik menuju Pemilu 2024," ujar Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Allan Fatchan Gani Wardhana melalui chat WhatsApp (WA), Selasa (17/10/2023).

Ada beberapa hal yang menjadi catatan Allan terkait MK yang mengabulkan gugatan tersebut. Salah satunya adalah syarat usia capres-cawapres bukanlah ranah dari MK.

"Ranahnya pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Presiden. Yang berhak mengatur terkait syarat capres-cawapres termasuk soal usia adalah pembentuk UU," ucapnya.

Allan mengungkapkan tugas MK hanya menguji sebuah norma apakah bertentangan dengan UUD atau tidak (menguji konstitusionalitas norma).

"Putusan ini sangat mengacaukan sistem ketatanegaraan yang selama ini sudah babak belur akibat ulah segelintir elit yang tidak mematuhi hukum tata negara kita," urainya.

Putusan tersebut menurut Allan membuktikan sebagian hakim MK tidak memiliki komitmen kuat mengawal proses demokrasi yang mengedepankan etika politik 

"Mereka yang mengabulkan putusan ini telah terjebak dalam permainan kekuasaan. Terutama terjebak untuk memenuhi ambisi politik 'keluarga' yang ingin berkuasa terus-menerus," tandasnya.

Dia menilai ukuran pengalaman merupakan hal yang subjektif. Seharusnya, seseorang dapat dikatakan pengalaman jika sudah selesai menjabat.

Baca juga: Putusan MK Bolehkan Gibran Nyalon Cawapres, PDI-P Jateng: Tegak Lurus Ikuti Bu Ketum

"Sangat politis, dan MK telah terjebak dalam politik praktis. Kalau pundisyaratkan harus punya pengalaman, lagi-lagi itu bukan kewenangannya MK untuk mengatur. Apalagi sampai menentukan aturan terkait pengalaman," ungkapnya.

Menurut Allan putusan tersebut akan menjadi beban institusi MK dan dicatat oleh sejarah. Disisi lain, kepercayaan publik terhadap MK akan menurun seiring turunnya kualitas putusan dan turunnya integritas dalam pembuatan putusan.

"MK yang lahir sebagai produk reformasi telah runtuh dan susah untuk dipercaya dan diberikan kepercayaan pasca pengucapan putusan yang mengabulkan syarat usia capres cawapres ini," tandasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau