Setelah itu, Sultan akan mengikuti pembacaan riwayat Nabi Muhammad yang dibawakan Abdi Dalem Pengulu di serambi Mesjid Gedhe dari awal hingga akhir.
Di tengah pembacaan riwayat Nabi Muhammad, Sultan akan menerima persembahan Sumping Melati dari Abdi Dalem Punokawan Kaji.
Sumping Melati yang dikenakan di telinga kiri merupakan simbol bahwa Sultan sebagai raja senantiasa mendengar aspirasi dan pendapat rakyatnya dan akan melaksanakan harapan rakyatnya tersebut.
Setelah Abdi Dalem Pengulu selesai membacakan riwayat Nabi Muhammad, maka Sultan akan memberi salam kepada hadirin dan kembali ke Keraton.
Pada malam tanggal 12 pukul 23.00 WIB, Gangsa Sekati juga akan berhenti ditabuh.
Kemudian dilakukan Kondur Gangsa yaitu prosesi dilepasnya kembalinya Gangsa Sekaten (Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga) untuk disimpan kembali ke dalam Keraton.
Rangkaian upacara Sekaten pun telah selesai dan dilanjutkan dengan acara penutup yaitu Garebeg Mulud pada keesokan harinya.
Jika dilihat dari penjelasan tersebut, tidak dijelaskan adanya prosesi pasar malam dalam rangkaian acara Sekaten di Keraton Yogyakarta.
Terkait hal tersebut, Tepas Tanda Yekti Keraton Yogyakarta Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tirtawijaya membarikan penjelasannya.
“Sekaten dengan pasar malam berbeda prinsipnya bagi keraton. Jadi pasar malam dengan Sekaten berbeda. Mindset-nya masyarakat, Sekaten itu pasar malam, sebenarnya tidak. Itu hal yang berbeda,” ucap Tirtawijaya kepada Kompas.com, Jumat (22/9/2023).
Tirtawijaya juga menjelaskan bahwa tujuan Keraton Yogyakarta menggelar Sekaten adalah untuk syiar budaya sekaligus syiar agama.
Diketahui pada masa itu masyarakat tidak memiliki banyak pilihan untuk hiburan, sehingga Sekaten dijadikan wahana atau wadah untuk syiar penyebaran agama Islam.
“Pada waktu itu penganut agama Islam tidak terlalu banyak di wilayah kita. Jadi dengan adanya Sekaten, masyarakat menuju tempat tersebut. Setelah datang di area sekaten, ada acara syahadatain atau mengislamkan masyarakat yang ingin masuk melalui syiar budaya,” jelasnya.
Jadi setelah dilakukan syahadatain, itu digelar dakwah yang bisa diikuti masyarakat.
Namun ternyata hal itu membuat Belanda takut dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan Keraton Yogyakarta.
“Setiap ada perkumpulan selalu curiga (Belanda), akhirnya membuat siasat acara Sekaten fokusnya dipecah dengan adanya pasar malam,” ucap dia.
Strategi Belanda itu kemudian membuat fokus Sekaten pun menjadi terpecah karena ada pasar malam.
Sumber:
kemenag.go.id
kratonjogja.id
kratonjogja.id
travel.kompas.com