Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Kampung di Atas Bukit yang Hanya Dihuni Dua Keluarga, Sejumlah Rumah Kosong dan Serba Terbatas

Kompas.com - 29/08/2023, 15:04 WIB
Markus Yuwono,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Sepeda motor milik Kompas.com, harus melalui jalan setapak bercor blok di tengah bebatuan besaruntuk sampai ke gang menuju rumah Tupan, di Padukuhan Suru RT 004 RW 007, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul, DI Yogyakarta. 

Tupan merupakan salah satu warga yang tinggal di atas perbukitan. Diketahui perbukitan tersebut hanya ditinggali dua keluarga saja. 

Setelah sampai gang yang dituju, sepeda motor kami pun harus diparkirkan. Pasalnya jalan yang harus dilalui selanjutnya menanjak dan terjal sehingga sulit dilalui sepeda motor. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. 

Selain menanjak, jalan yang kami lalui banyak tertutup dedaunan. Setelah 15 hingga 20 menit berjalan kaki, kami tiba di permukiman Padukuhan Suru. Saat memasuki Padukuhan Suru, kami disuguhi pemandangan sejumlah rumah kosong. 

Setelah berjalan sekitar 150 meter, di sisi kiri ada dua rumah milik Winarno dan tujuh orang keluarganya. Saat Kompas.com datang, hanya ada istri Winarno yakni Sugiyanti beserta dua cucu dan anak, serta menantunya.

Baca juga: Kisah Dua Keluarga Tersisa di Atas Perbukitan Gunungkidul, Dihantui Serangan Monyet

Sambil menggendong cucunya, Sugiyanti mengantarkan kami ke rumah Tupan. Kami menyusuri tanjakan terjal dan sepi. Sesekali terdengar suara burung dan hewan liar lainnya. 

Sugiyanti mengungkapkan bahwa kawasan ini dulu cukup ramai. Dia mengatakan puluhan kepala keluarga (KK) sempat bermukin di wilayah tersebut.

"Dulu di sini ada banyak rumah, total ada 22 KK. Sekarang tinggal kami dan Tupan. Lainnya sudah pindah," kata Sugiyanti bercerita sambil menyuapi cucunya, Senin (28/8/2023).

Istri Tupan, adik dari suaminya, saat ini menjabat Ketua RT untuk dua keluarga yang tinggal di perbukitan tersebut. Setelah berjalan sekitar 15 menit, akhirnya sampai di sebuah rumah limasan dengan dinding kayu, bambu dan seng. 

Selain itu tampak kandang sapi berukuran besar. Sapi di dalam kandang tersebut milik orang lain yang dititipkan ke Tupan untuk diperlihara. Sugiyanti memanggil nama Tupan, namun tidak ada jawaban. Dia pun melanjutkan ceritanya tentang tempat tinggalnya tersebut.

Tak ada pilihan selain bertahan

Sugiyanti mengaku tak mudah untuk hidup di atas perbukitan tersebut. Untuk menikmati listrik, dia harus memasang meteran di bawah perbukitan dan menarik kabel hingga hampir 1 km.

Sementara untuk air bersih, dirinya menggunakan sumur dari bawah dan dipompa ke atas. Air itu, cukup untuk dikonsumsi delapan orang keluarganya. Sebelumnya ada sembilan orang, dan baru sepekan ibunya yang berusia 115 tahun meninggal dunia.

Belum lagi ancaman monyet ekor panjang yang beberapa hari sekali menyambangi rumah dan ladang.

"Sekarang di sini parah, monyet ekor panjang itu sampai ke rumah. Selain tanaman, mereka juga masuk ke rumah," kata Sugiyanti.

Meski hidup serba terbatas dan penuh kesulitan, Sugianti mengaku tak ada pilihan selain bertahan. Pasalnya untuk pindah dari atas bukit butuh biaya tidak sedikit. 

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Diare Massal di Gunungkidul, Diduga karena Bakteri E Coli

Diare Massal di Gunungkidul, Diduga karena Bakteri E Coli

Yogyakarta
Maju Pilkada, Mantan Bupati Kulon Progo Ambil Formulir Penjaringan Bacabup di PDI-P

Maju Pilkada, Mantan Bupati Kulon Progo Ambil Formulir Penjaringan Bacabup di PDI-P

Yogyakarta
PAN Gunungkidul Usung Mahmud Ardi sebagai Bakal Calon Wakil Bupati

PAN Gunungkidul Usung Mahmud Ardi sebagai Bakal Calon Wakil Bupati

Yogyakarta
Gibran Janji Kawal Program di Solo Meski Tidak Menjabat Sebagai Wali Kota

Gibran Janji Kawal Program di Solo Meski Tidak Menjabat Sebagai Wali Kota

Yogyakarta
Awal Kemarau, Warga di Gunungkidul Mulai Beli Air Bersih Seharga Rp 170.000

Awal Kemarau, Warga di Gunungkidul Mulai Beli Air Bersih Seharga Rp 170.000

Yogyakarta
Persoalan Sampah di Yogyakarta Ditargetkan Kelar pada Juni 2024, Ini Solusinya...

Persoalan Sampah di Yogyakarta Ditargetkan Kelar pada Juni 2024, Ini Solusinya...

Yogyakarta
PPDB SMP Kota Yogyakarta 2024 Banyak Perubahan, Apa Saja?

PPDB SMP Kota Yogyakarta 2024 Banyak Perubahan, Apa Saja?

Yogyakarta
PPDB DIY, Standar Nilai Jalur Prestasi Diturunkan

PPDB DIY, Standar Nilai Jalur Prestasi Diturunkan

Yogyakarta
Golkar-PKB Koalisi di Pilkada Gunungkidul 2024, Sudah Ada Calon?

Golkar-PKB Koalisi di Pilkada Gunungkidul 2024, Sudah Ada Calon?

Yogyakarta
'Study Tour' Dilarang, GIPI DIY Khawatir Wisatawan Turun jika Pemerintah Tak Tegas

"Study Tour" Dilarang, GIPI DIY Khawatir Wisatawan Turun jika Pemerintah Tak Tegas

Yogyakarta
Jelang Idul Adha, Begini Cara Memilih Sapi Kurban Menurut Pakar UGM

Jelang Idul Adha, Begini Cara Memilih Sapi Kurban Menurut Pakar UGM

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Senin 20 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Senin 20 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Senin 20 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Senin 20 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Cerah Berawan

Yogyakarta
Duka Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong: Lebaran Kemarin Tak Sempat Pulang...

Duka Keluarga Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong: Lebaran Kemarin Tak Sempat Pulang...

Yogyakarta
Sejumlah Daerah Larang 'Study Tour', Pemda DIY Yakin Tak Pengaruhi Kunjungan Wisata

Sejumlah Daerah Larang "Study Tour", Pemda DIY Yakin Tak Pengaruhi Kunjungan Wisata

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com