Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitigasi Bencana di Balik Aktivitas Sesar Opak yang Picu Gempa Bantul 2006

Kompas.com - 06/08/2023, 14:01 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Warga Bantul, Yogyakarta, mengaku masih "trauma" dengan gempa 2006 lalu yang menewaskan ribuan orang, di tengah munculnya tanda peningkatan aktivitas Sesar Opak seperti yang diungkap BMKG.

Bagaimana kesiapan warga menghadapi risiko bencana yang bisa datang kapan saja itu?

Caecilia Naning, warga Desa Sumbermulyo, Bantul, mengaku tidak mengetahui banyak hal tentang Sesar Opak, yang memicu gempa besar pada 2006 lalu dan membuatnya trauma.

Setiap gempa terjadi, yang dia lakukan hanya pasrah dan berlari ke luar rumah.

Ahli Geologi Universitas Gadjah Mada, Wahyu Wilopo, mengatakan seharusnya pengetahuan tentang bagaimana menghadapi bencana bisa menjangkau semua warga tanpa terkecuali, agar warga bisa menghindari atau mengurangi risiko.

Baca juga: Mengenal Sesar Opak, Pusat Gempa Yogyakarta 2006

Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mengatakan pihaknya telah berupaya melakukan beberapa hal untuk mitigasi bencana, termasuk edukasi, membangun desa tangguh bencana, dan merekonstruksi bangunan dengan kualitas yang lebih baik.

Pada 3 Agustus lalu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan masyarakat di wilayah Yogyakarta harus terus melakukan pelatihan mitigasi kebencanaan karena ada gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak.

Gempa dengan magnitudo 6 pada 30 Juni lalu yang mengguncang Kabupaten Bantul adalah salah satu gejalanya.

Sesar Opak yang membentang dari selatan Yogyakarta ke arah utara sepanjang 45 kilometer dikatakan memiliki magnitudo tertarget 6,6.

Baca juga: Mengenal Sesar Opak, Pusat Gempa Yogyakarta 2006

Trauma dan pasrah

Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.KOMPAS.com/AMIR SODIKIN Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
Caecilia Naning, warga Desa Sumbermulyo, Bantul, Yogyakarya, mengaku masih “trauma” dengan guncangan gempa yang besar.

Sebab, pada 2006 lalu, rumahnya runtuh akibat gempa magnitudo moment 6,4 yang mengguncang Bantul dan sekitarnya.

Gempa yang dipicu aktivitas Sesar Opak itu menewaskan 20 orang di desanya.

Dampak gempa membuat Naning terpaksa tinggal di “rumah tenda” sampai berbulan-bulan lamanya, menunggu rumahnya kembali dibangun.

Naning bahkan melahirkan di rumah tenda yang berdiri tak jauh dari rumahnya yang runtuh.

Pada akhir Juni lalu, ketakutan dan trauma Naning muncul lagi karena guncangan gempa magnitudo 6 terasa kencang. Beruntung, rumahnya tidak mengalami kerusakan.

Baca juga: Ancaman Sesar Opak di DIY, Kepala BMKG: Mitigasi Jangan Terputus

Ketika ditanya mengenai ancaman gempa ke depan, seperti yang diungkap BMKG, Naning mengatakan dirinya belum mendapat informasi tentang hal itu.

Dia mengaku tidak ada persiapan khusus untuk menghadapi gempa yang bisa datang sewaktu-waktu.

“Tinggal pasrah saja. Habis [mau] bagaimana? Di sini kalau gempa semua orang langsung lari keluar rumah, ke kebun tebu, yang paling aman,” kata perempuan berusia 60 tahun itu kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/08).

Setelah gempa 2006, Naning mengatakan sering ada penyuluhan terkait gempa, tapi dia tidak ikut sehingga dia pun tidak tahu apa isi penyuluhan itu.

Menurut pengakuannya, beberapa tahun belakangan ini dia tidak mendapatkan informasi tentang itu.

“Yang dikasih tahu cuma dukuh-dukuh itu, Pak RT, enggak semua warga, nanti perwakilan dari RT diambil dua orang atau berapa, nanti diteruskan ke yang lain,” ujar dia.

Baca juga: Sesar Opak, Sesar Aktif yang Menghantui Wilayah Yogyakarta

Apa yang terjadi di Sesar Opak?

Ilustrasi Sesar Opak.Irwan Meilano/ ITB via VIK KOMPAS Ilustrasi Sesar Opak.
BMKG mengatakan ada gejala peningkatan aktivitas kegempaan akibat Sesar Opak. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa kenaikan aktivitas Sesar Opak "tampak dari monitoring" gempa bumi di jalur sesar tersebut.

Daryono menyebut aktivitas kegempaannya "sangat aktif dan intensif". Warga sekitar pun mengaku sering merasakan gempa kecil atau yang disebut Naning sebagai "lindu".

"Gempa kecil masih sering terjadi di jalur Sesar Opak. Banyak aktivitas gempa Sesar Opak, tetapi karena magnitudonya kecil sehingga tidak dirasakan oleh warga. Tetapi jika magnitudonya cukup signifikan, maka dapat dirasakan oleh masyarakat dekat jalur sesar ini karena kedalaman hiposenternya yang dangkal," kata Daryono menjelaskan.

Apakah potensi gempa 2006 bisa kembali terulang?

Ahli geologi dari Universitas Gadjah Mada Wahyu Wilopo mengatakan gempa seperti pada 2006 lalu “kemungkinan pasti” akan terjadi lagi, entah dengan kekuatan yang lebih kecil atau justru lebih besar.

Namun, kapan terjadinya, itu yang tidak bisa diketahui.

Wahyu mengatakan daerah yang berada di sepanjang Sesar Opak—mulai dari wilayah Kretek di Kabupaten Bantul, sampai dengan Prambanan di Kabupaten Sleman dan sekitarnya—berisiko mengalami “guncangan yang cukup tinggi akibat gempa”.

Baca juga: Mengenal Monumen Gempa Yogyakarta 2006 di Bantul, Titik Pusat Gempa

Bahkan di sekitar Sungai Opak, Wahyu menyebut ada potensi likuifaksi atau pencairan daratan karena material tanah yang halus dan muka tanah yang dangkal mendapatkan guncangan.

Gempa Yogyakarta pada 2006 lalu berpusat di Bantul dengan kedalaman 33 kilometer. Gempa magnitudo 6,4 itu berlangsung selama 57 detik.

Sebanyak 6.000 lebih warga meninggal dunia dan 26.000 lebih mengalami luka berat dan ringan.

Apa yang dikatakan Wahyu dikonfirmasi oleh Daryono. Jika ingin mengetahui seberapa bahaya ancaman aktivitas Sesar Opak, kata dia, kita bisa merujuk pada gempa 27 Mei 2006.

Menurut penjelasannya, gempa saat itu memiliki "magnitudo yang kecil", tapi berdampak besar dan mematikan karena pusat gempa berada di daratan dan dekat permukiman padat dengan karakteristik tanah lunak yang tebal.

"Sehingga memicu resonansi dan amplifikasi [penguatan gelombang gempa]," ujarnya.

Sesar Opak tidak hanya menyebabkan kerawanan gempa, dia menambahkan. Ada bahaya-bahaya ikutan gempa lainnya yang juga bisa berisiko, seperti longsoran dan runtuhan batu di perbukitan, hingga tanah terbelah dan likuefaksi di Bantul.

Baca juga: Berentet Gempa Yogyakarta dalam 24 Jam dan Memori 17 Tahun Lalu

"Bahaya ikutan semacam ini terbukti banyak terjadi saat gempa Yogyakarta 2006, sehingga ke depan harus diwaspadai dan diantisipasi oleh masyarakat," tegas Daryono.

Bagaimana mitigasi bencana?

Gempa berkekuatan M 6,3 di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 merusak sejumlah situs budaya, termasuk Makam Raja-raja Imogiri, Bantul. Dari kawasan timur makam kuno ini pun suara gemuruh dari bawah tanah itu bisa didengar.KOMPAS.com/DANU KUSWORO Gempa berkekuatan M 6,3 di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 merusak sejumlah situs budaya, termasuk Makam Raja-raja Imogiri, Bantul. Dari kawasan timur makam kuno ini pun suara gemuruh dari bawah tanah itu bisa didengar.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mitigasi bencana adalah dengan membangun desa tangguh bencana.

Konsepnya adalah dengan memperkuat kapasitas desa, mulai dari infrastruktur sampai masyarakatnya, untuk menghadapi potensi bencana di wilayahnya. Termasuk di dalamnya memperkuat pengetahuan warga.

“Intervensi ini bukan one hit program tapi menerus, jadi itu masuk dalam program-program desanya. Kemudian masyarakat desanya itu juga bisa menggunakan dana desa untuk mitigasi, bisa membangun prasarana-prasarana untuk mitigasi bencana dengan dana desa dan sumber daya yang ada di desa itu. Ini yang bisa menjamin keberlanjutannya,” kata Abdul Muhari kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/08).

Di Yogyakarta sendiri sudah ada 300 lebih desa tangguh bencana, dari target 430 desa. Di seluruh Indonesia, Abdul Muhari mengatakan ada 17.000 desa tangguh bencana yang sudah dilakukan intervensi oleh BNPB.

Baca juga: 5 Hal soal Gempa Yogyakarta M 6,0 di Selatan Jawa, Penyebab, dan Dampaknya

Wahyu Wilopo menambahkan, pemerintah harus memastikan pengetahuan tentang bagaimana menghadapi bencana benar-benar “menjangkau semua masyarakat di desa”, sampai ke lansia, anak, dan difabel.

Dan masyarakat pun harus selalu “siap dan sadar” terhadap ancaman bencana.

“Kenali ancaman, susun strategi untuk mengurangi atau menghindari risiko, dan harus ada gladi [berlatih] untuk membiasakan karena kadang sudah tahu teorinya tapi kalau tidak dipraktekan kadang bingung. Harus disusun sebuah rencana aksi untuk evakuasi,” kata Wahyu.

Kontrol yang lemah

Selain besarnya guncangan, kedalaman, dan durasi gempa, Wahyu mengatakan salah satu hal yang menyebabkan gempa yang mematikan adalah konstruksi bangunan. Itu yang perlu diperhatikan ketika seseorang memutuskan tetap tinggal di daerah rawan gempa.

Gempa 2006 lalu menyebabkan puluhan ribu rumah rusak dan ribuan nyawa melayang.

Kini, rumah-rumah yang runtuh itu sudah dibangun kembali, rumah yang rusak sudah diperbaiki, tapi pertanyaannya apakah bangunan itu memiliki kualitas yang lebih baik dalam menghadapi gempa atau malah lebih buruk?

Wahyu mengatakan, pemerintah memang memiliki standar bangunan di daerah rawan bencana, tetapi menurut dia “sulit sekali” untuk memastikan implementasinya di lapangan.

“Kalau dulu kan yang penting bagaimana bisa memiliki rumah lagi, yang penting rumahnya berdiri. Padahal seharusnya membangun dengan kondisi yang lebih kuat dibanding sebelumnya,” ujar Wahyu.

Baca juga: Trauma Jadi Korban Gempa 2006, Mbah Muhyi Pilih Tinggal di Gubuk Reyot

Dia menilai di situlah diperlukan kesadaran masyarakat dan pihak swasta yang membangun. Para pekerja bangunan yang membangun di daerah rawan bencana, menurut dia harus “memiliki sertifikasi”.

“Saya kira kontrol itu masih lemah. Jadi, sebenarnya IMB [Izin Mendirikan Bangunan] itu salah satunya tidak hanya mengontrol, tapi juga memastikan bangunan atau desain bagunan itu aman buat orang yang tinggal di dalamnya,” tegasnya.

Abdul Muhari mengatakan rekonstruksi bangunan di daerah bencana “tentu saja dibangun lebih baik daripada kualitas sebelumnya” sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku dan pembangunan itu berada di bawah pengawasan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan.

“Di Bantul berapa bulan yang lalu gempa yang kekuatannya magnitudo 6 kedalamannya 10 kilometer itu hanya satu rumah yang rusak berat, sekitar seratusan rumah lainnya rusak ringan, hanya gentengnya jatuh. Artinya ada perbaikan dari sisi mitigasi dan kesiapsiagaan,” ujar Abdul.

Namun, menurut Wahyu, gempa pada akhir Juni lalu itu tidak bisa dijadikan patokan karena pusat gempanya berbeda, bukan di Sesar Opak.

“Itu sudah lumayan jauh pusatnya, dan gempanya kemarin itu lebih pendek waktunya dibandingkan yang dulu,” kata dia.

Baca juga: Gempa 2006, Bangunan Warisan Budaya Yogyakarta Rusak

Pulau Jawa dipenuhi sesar aktif

Tangkapan layar peta titik Sesar Mataram di wilayah DIY berdasarkan data pemutakhiran sesar aktif yang dilakukan BRIN.ANTARA/HO/BMKG Yogyakarta Tangkapan layar peta titik Sesar Mataram di wilayah DIY berdasarkan data pemutakhiran sesar aktif yang dilakukan BRIN.
Sesar Opak bukan satu-satunya sesar yang memicu gempa besar dan mengancam nyawa warga. Beberapa sumber menyebut setidaknya ada lebih dari 30 sesar aktif di Pulau Jawa, yang menyimpan potensi gempa yang berbeda-beda.

Sebut saja Sesar Lembang di Jawa Barat yang bisa memicu gempa dengan magnitudo 6,5 – 7. Ada juga Sesar Kendeng, yang membentang dari Selatan Semarang, Jawa Tengah, hingga bagian barat Jawa Timur, dikatakan bisa memicu gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 7.

Sesar Baribis juga dikatakan bisa memicu gempa bumi yang mematikan karena melewati wilayah Jakarta dan sekitarnya yang padat penduduk.

Itu yang sudah teridentifikasi. Dalam wawancara bersama BBC News Indonesia pada Juni lalu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami dari BMKG, Daryono, mengatakan "masih banyak sekali sumber gempa sesar aktif yang belum terpetakan" di Indonesia.

Baca juga: Pakar Geologi ITS Menduga Gempa Mojokerto Disebabkan Aktivitas Sesar Baru

Gempa Cianjur pada 21 November 2022 lalu, yang menewaskan lebih dari 300 orang dan membuat seribuan orang terluka, disebabkan oleh aktivitas Sesar Cugenang, kata BMKG.

Sesar Cugenang termasuk sesar baru yang teridentifikasi BMKG setelah gempa tersebut.

Sebelumnya, para ahli menduga gempa itu disebabkan aktivitas Sesar Cimandiri karena pusat gempa berada di dekat sesar tersebut.

Sesar aktif lainnya yang belum terpetakan ada di Jawa Timur, yang menyebabkan gempa magnitudo 4,6 di Mojokerto pada Juni lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lagi, Lahan Bekas Tambang di Gunungkidul Jadi Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal

Lagi, Lahan Bekas Tambang di Gunungkidul Jadi Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal

Yogyakarta
Desentralisasi Sampah di DIY, TPST 3R Kota Yogyakarta Dinilai Belum Siap

Desentralisasi Sampah di DIY, TPST 3R Kota Yogyakarta Dinilai Belum Siap

Yogyakarta
Pelaku Pelecehan Payudara di Gunungkidul Ditangkap, Motifnya Dendam kepada Perempuan

Pelaku Pelecehan Payudara di Gunungkidul Ditangkap, Motifnya Dendam kepada Perempuan

Yogyakarta
ASN Tersangka Kasus Pelecehan Seksual di Gunungkidul Diberhentikan Sementara

ASN Tersangka Kasus Pelecehan Seksual di Gunungkidul Diberhentikan Sementara

Yogyakarta
Kementerian Baru Dikhawatirkan untuk Bagi-bagi Jabatan, Ini Kata Mahfud MD

Kementerian Baru Dikhawatirkan untuk Bagi-bagi Jabatan, Ini Kata Mahfud MD

Yogyakarta
Prabowo Menang, Warga Sleman Yogyakarta Jalan Kaki ke Monas untuk Sujud Syukur

Prabowo Menang, Warga Sleman Yogyakarta Jalan Kaki ke Monas untuk Sujud Syukur

Yogyakarta
Bocah di Sleman Tertembak Senapan Angin, Polisi Kejar Pelaku

Bocah di Sleman Tertembak Senapan Angin, Polisi Kejar Pelaku

Yogyakarta
Mahasiswa PTS di Sleman Tewas Usai Latihan Bela Diri, Polisi Sebut Kena Tendangan Sabit

Mahasiswa PTS di Sleman Tewas Usai Latihan Bela Diri, Polisi Sebut Kena Tendangan Sabit

Yogyakarta
Detik-detik Damkar Klaten Evakuasi Anak Sapi Seberat 100 Kg dari Sumur 7 Meter

Detik-detik Damkar Klaten Evakuasi Anak Sapi Seberat 100 Kg dari Sumur 7 Meter

Yogyakarta
Jelang Idul Adha 2024, Peternak Sapi di Sragen Rugi Rp 50 Juta akibat PMK

Jelang Idul Adha 2024, Peternak Sapi di Sragen Rugi Rp 50 Juta akibat PMK

Yogyakarta
Pemda DIY Usulkan 2.944 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Formasi Apa Saja?

Pemda DIY Usulkan 2.944 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Formasi Apa Saja?

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Cerah Berawan

Yogyakarta
Seorang Pekerja Tertimpa Bangunan Proyek Revitalisasi Benteng Keraton, Ini Kata Pemda DIY

Seorang Pekerja Tertimpa Bangunan Proyek Revitalisasi Benteng Keraton, Ini Kata Pemda DIY

Yogyakarta
Pemda DIY Segera Buka Kanal Aduan Layanan Publik dan Sampah, Berikut Informasinya

Pemda DIY Segera Buka Kanal Aduan Layanan Publik dan Sampah, Berikut Informasinya

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com