Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sate Kere, Perbedaannya di Yogyakarta dan Solo

Kompas.com, 27 Juli 2023, 15:45 WIB
Dini Daniswari

Editor

KOMPAS.com - Sate Kere adalah kuliner khas yang dapat ditemui di Yogyakarta dan Solo.

Sate kere sering dipandang sebelah mata, karena terbuat dari bahan-bahan sisa.

Namun, kuliner lezat ini sangat istimewa dan selalu menjadi buruan penggemarnya maupun wisatawan dari luar kota.

Sate Kere

Sejarah Sate Kere

Sate kere artinya miskin. Hal ini diambil dari kata kere yang melekat dari menu sate kere yang dalam bahasa Jawa artinya miskin atau tidak mempunyai uang.

Nama tersebut disematkan lantaran pada zaman pendudukan Belanda, orang yang menyantap sate kere adalah orang-orang pribumi yang berasal dari masyarakat kurang mampu.

Hal tersebut karena, harga daging yang biasa digunakan sebagai bahan baku membuat sate sangat tinggi.

Orang pribumi kemudian mengganti daging dengan gembus (ampas tahu atau tempe) maupun jeroan sebagai pengganti daging.

Baca juga: 5 Tempat Makan Sate Kere di Yogyakarta, Harga Mulai Rp 4.000

Konon, sate kere merupakan hasil kreatifitas dari kaun inlander. Dalam KBBI daring disebutakan bahwa kaum inlander adalah sebutan ejekan bagi penduduk pribumi asli Indonesia oleh orang Belanda pada masa penjajahan.

sate kere mbak Tug yang sudah siap disantap. KOMPAScom / Gabriella Wiajaya sate kere mbak Tug yang sudah siap disantap.

Para inlander memanfaatkan bahan makanan yang dibuang kaum kulit putih atau kalangan atas di masa pendudukan Belanda.

Sate kere juga dianggap sebagai counter culture atau budaya tanding yang dibuat penjajah terhadap masyarakat jajahannya.

Penjajah yang berkuasa dengan kekayaannya mampu menikmati sate daging, sedangkan masyarakat pribumi yang terjajah hanya dapat memanfaatkan sisa-sisanya.

Sate kere saat ini tidak lagi sekedar makanan masyarakat miskin. Sate kere telah berubah menjadi makanan wisata, karena memiliki cita rasa khas.

Aroma panggangan sate kere tercium sedap oleh masyarakat maupun wisatawan yang lewat di sepan penjual sate.

Perbedaan Sate Kere di Yogyakarta dan Solo

Sate kere dapat ditemui di Yogyakarta atau Solo. Meskipun, kuliner tersebut memiliki nama yang sama, namun ada sedikit perbedaan dari bahan yang digunakan.

Berikut ini adalah perbedaan sate kere di Yogyakarta dan Solo.

Baca juga: Nikmatnya Sate Kere Mbak Tug, Sate Langganan Jokowi

  • Sate Kere di Yogyakarta

Ponijah membakar sate dagangannya.Tribun Jogja/Hamim Thohari Ponijah membakar sate dagangannya.

Sate kere Jogja terbuat dari koyor atau lemak yang menempel pada daging. 

Kuliner tersebut memiliki varian bumbu, seperti bumbu kecap dan kacang. Saat dibakar, aroma sate tercium sanngat sedap.

Sate kere dijual dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 5.000 per tusuk. Sate dapat dimakan menggunakan lontong maupun tanpa lontong.

Kuliner sate kere dapat ditemukan di Pasar Beringharjo. Penjual sate kere biasanya berada di depan atau samping pasar dekat parkir sepeda motor.

Di Solo, sate kere terbuat dari bahan tempe gembus maupun jeroan.

Banyak restoran dan warung di Solo yang menyediakan sate kere yang telah dikenal puluhan tahun lalu.

Bagi wisatawan yang sedang bertandang jangan lupa menjajal kuliner khas ini dengan harga yang merakyat tersebut. 

Kuliner sate kere dalam pembukaan Solo Indonesia Culinary Festival (SICF) 2018 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/4/2018) malam.KOMPAS.com/Labib Zamani Kuliner sate kere dalam pembukaan Solo Indonesia Culinary Festival (SICF) 2018 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/4/2018) malam.

Sumber:

surakarta.go.id dan visitingjogja.jogjaprov.go.id

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau