Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning, Benteng Spiritual Keraton Kasultanan Yogyakarta

Kompas.com, 28 Juni 2023, 14:45 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Masjid Pathok Negoro atau Masjid Pathok Negara adalah sebutan bagi lima buah masjid Keraton Kasultanan Yogyakarta, salah satunya adalah Masjid Plosokuning.

Lokasi masjid yang berada di wilayah pinggiran Kuthanegara, tepat berada di perbatasan wilayah Negaragung (sebutan hirarki tata ruang dalam wilayah kerajaan Mataram Islam) membuat pathok negara bisa diartikan sebagai batas wilayah negara.

Masjid Pathok Negoro ini juga disebut sebagai benteng spiritual Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Baca juga: Masjid Pathok Negara di Kasultanan Yogyakarta: Lokasi, Sejarah, dan Fungsi

Masjid Plosokuning terletak di Dusun Plosokuning, Desa Plosokuning, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Nama Masjid Plosokuning yang juga dikenal sebagai Masjid Sulthoni Plosokuning diambil dari nama pohon Ploso yang daunnya berwarna kuning yang dulu banyak terdapat di sekitar Masjid.

Masjid Plosokuning ini berdiri di atas tanah seluas 2.500 meter persegi, dengan luas bangunannya sendiri adalah 288 meter persegi yang setelah mengalami perombakan menjadi 328 meter persegi.

Baca juga: Sejarah Masjid Pathok Negoro Wonokromo, Bentuk Syukur Kiai Welit Atas Tanah Perdikan dari HB I

Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Dilansir dari laman ngaglik.slemankab.go.id, Masjid Sulthoni Plosokuning dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono III yang merupakan ayahanda Pangeran Diponegoro, yaitu saat Kyai Raden Mustafa (Hanafi I) menjadi abdi dalem masjid.

Baca juga: Kisah Masjid Sulthoni Wotgaleh, Makam Pangeran Purbaya, dan Mitos Pesawat Jatuh

Sementara dilansir dari laman dpad.jogjaprov.go.id, menurut salah satu takmir, Masjid Plosokuning sebenarnya berdiri sebelum keraton dibangun.

Masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman Mlangi di selatan bangunan yang sekarang.

Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton dan Masjid Gedhe, beliau kemudian memindahkan Masjid Plosokuning dari posisi sebelumnya ke posisi yang sekarang.

Dilansir dari laman TribunJogja.com, Masjid Pathok Negoro Plosokuning didirikan oleh Kyai Mursodo di tahun 1724, yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman Mlangi, saudara dari Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Menurut literatur yang ada di perpustakaan kraton, Masjid Plosokuning ini menjadi salah satu masjid tertua di Yogyakarta yang usianya hampir mendekati tiga abad.

Bentuk Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Dilansir dari laman ngaglik.slemankab.go.id, Masjid Plosokuning dibangun setelah Masjid Agung Kauman didirikan, sehingga bentuknya terlihat mirip.

Bentuk Masjid Plosokuning yang meniru Masjid Agung Kauman, dapat diamati dari komponen masjid yang terdiri dari mihrab, kentongan, dan bedug juga sama.

Di antara kelima Masjid Pathok Negara, Masjid Plosokuning termasuk yang paling terjaga keasliannya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau