Hal ini membuat Grebeg tak hanya bernuansa Islam, namun juga memiliki nuansa politik yaitu sebagai tanda bukti kesetiaannya terhadap Sultan.
Selain itu, Sultan berikut benda-benda yang menjadi simbol kebesarannya (Ampilan Dalem) juga akan keluar dari Bangsal Kencana menuju Sitihinggil untuk disaksikan oleh seluruh masyarakat.
Puncak acara Grebeg adalah dikeluarkannya sedekah raja berupa Gunungan sebagai perwujudan rasa syukur atas melimpahnya hasil bumi dari wilayah kerajaan, yang sengaja dibagikan untuk kesejahteraan rakyat.
Kemudian sebelum masa penjajahan Jepang (1942-1945), Pisowanan Garebeg masih digelar, hingga kemudian Pisowanan Garebeg hanya dilakukan saat Garebeg Mulud tahun Dal di Bangsal Kencana.
Setelah berintegrasi dengan Republik Indonesia, Kesultanan Yogyakarta menyesuaikan diri dengan menghapus sistem upeti yang dibayarkan tiap Grebeg dilaksanakan.
Baru selepas tahun 1970, tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta mulai dikenal masyarakat luas sejalan dengan pengembangan wisata yang marak saat itu.
Pelaksanaan Tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta baru memiliki tata cara yang sama setelah UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta muncul di tahun 2012.
Salah satunya, Keraton Yogyakarta akan mengeluarkan lima macam gunungan pada tiap Garebeg.
"Gunungan ini merupakan bentuk sedekah dari Sultan untuk rakyatnya. Ada gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan," ujar Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat, seperti dikutip dari Kompas.com (15/06/2018)
Jumlah keseluruhan gunungan adalah tujuh buah yang terdiri dari gunungan lanang/kakung sebanyak 3 buah, serta gunungan wadon/estri, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan masing-masing sebanyak 1 buah.
Lebih lanjut, ketujuh gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju tiga tempat.
Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi dibawa ke Kantor Kepatihan.
Seperti diketahui, tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta biasa dilaksanakan pada Hari Raya Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal.
Namun biasanya para Abdi Dalem sudah mulai mempersiapkan ubarampe dan berbagai gladi resik sejak jauh-jauh hari.
Terutama karena Keraton Yogyakarta akan mempersiapkan sejumlah gunungan yang akan diarak pada pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal.