Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grebeg Syawal, Tradisi Lebaran di Keraton Yogyakarta: Sejarah, Jumlah Gunungan, dan Pelaksanaan

Kompas.com - 14/04/2023, 07:11 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Garebeg atau Grebeg adalah salah satu upacara penting di Keraton Yogyakarta yang dilakukan tiga kali setahun sesuai penanggalan Jawa.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, sebutan Garebeg atau Grebeg memiliki arti diiringi atau diantar oleh orang banyak yang merujuk pada iring-iringan para prajurit dan Abdi Dalem dalam membawa gunungan dari keraton menuju Masjid Gedhe.

Baca juga: Malem Selikuran, Tradisi Menyambut Malam Lailatul Qadar di Keraton Yogyakarta

Namun ada pula pendapat yang menyebut istilah Garebeg atau Grebeg berasal dari kata “gumrebeg” yang mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut.

Dalam setahun, Keraton Yogyakarta akan menggelar tiga upacara Grebeg, yaitu Grebeg Syawal, Grebeg Besar, dan Grebeg Mulud.

Baca juga: Yasa Peksi Burak, Hajad Dalem Keraton Yogyakarta dalam Memperingati Isra Miraj

Grebeg Syawal dihelat Keraton Yogyakarta pada tanggal 1 Syawal atau di Hari Raya Idul Fitri.

Sementara Grebeg Besar dihelat pada tanggal 10 Besar (Idul Adha) dan Grebeg Mulud pada tanggal 12 Mulud (Maulid Nabi).

Baca juga: Makna Gunungan dalam Tradisi Grebeg Keraton Yogyakarta dan Solo

Sejarah Tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta

Asal-usul perayaan Grebeg di Keraton Yogyakarta diperkirakan berasal dari tradisi Jawa kuno yang disebut Rajawedha, di mana raja akan memberikan sedekah demi terwujudnya kedamaian dan kemakmuran di wilayah kerajaan yang dipimpinnya.

Namun saat Islam masuk di Kerajaan Demak, upacara ini sempat terhenti sehingga rakyat menjadi resah dan meninggalkan kerajaan yang baru berdiri tersebut.

Kemudian oleh Walisongo, tradisi sedekah atau kurban oleh raja tersebut dihidupkan kembali sebagai sarana penyebaran agama Islam yang mulanya dikenal dengan sebutan Sekaten.

Dari perhelatan Sekaten yang diselenggarakan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad, Kerajaan Demak juga menggelar upacara serupa saat menandai berdirinya Masjid Demak yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

Sejak saat itu tradisi sedekah raja ini mulai berlangsung tiga kali setahun, termasuk untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri.

Berawal dari Kerajaan Demak, selanjutnya Kerajaan Islam di Jawa turut memelihara tradisi sedekah raja tersebut.

Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan DIY, tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta pertama kali diadakan oleh Sultan Hamengkubuwono I.

Sebelum berintegrasi dengan Republik Indonesia, saat garebeg berlangsung para bupati dan pejabat dari seluruh wilayah pemerintahan Yogyakarta.

Mereka yang hadir baik dari wilayah negaragung (wilayah inti kerajaan) maupun mancanegara (daerah-daerah di luar wilayah inti kerajaan), hadir ke kutanegara (ibu kota kerajaan) untuk menghadap Sultan dan menyerahkan upeti.

Hal ini membuat Grebeg tak hanya bernuansa Islam, namun juga memiliki nuansa politik yaitu sebagai tanda bukti kesetiaannya terhadap Sultan.

Selain itu, Sultan berikut benda-benda yang menjadi simbol kebesarannya (Ampilan Dalem) juga akan keluar dari Bangsal Kencana menuju Sitihinggil untuk disaksikan oleh seluruh masyarakat.

Puncak acara Grebeg adalah dikeluarkannya sedekah raja berupa Gunungan sebagai perwujudan rasa syukur atas melimpahnya hasil bumi dari wilayah kerajaan, yang sengaja dibagikan untuk kesejahteraan rakyat.

Kemudian sebelum masa penjajahan Jepang (1942-1945), Pisowanan Garebeg masih digelar, hingga kemudian Pisowanan Garebeg hanya dilakukan saat Garebeg Mulud tahun Dal di Bangsal Kencana.

Setelah berintegrasi dengan Republik Indonesia, Kesultanan Yogyakarta menyesuaikan diri dengan menghapus sistem upeti yang dibayarkan tiap Grebeg dilaksanakan.

Baru selepas tahun 1970, tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta mulai dikenal masyarakat luas sejalan dengan pengembangan wisata yang marak saat itu.

Gunungan Khas Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Pelaksanaan Tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta baru memiliki tata cara yang sama setelah UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta muncul di tahun 2012.

Salah satunya, Keraton Yogyakarta akan mengeluarkan lima macam gunungan pada tiap Garebeg.

"Gunungan ini merupakan bentuk sedekah dari Sultan untuk rakyatnya. Ada gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan," ujar Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat, seperti dikutip dari Kompas.com (15/06/2018)

Jumlah keseluruhan gunungan adalah tujuh buah yang terdiri dari gunungan lanang/kakung sebanyak 3 buah, serta gunungan wadon/estri, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan masing-masing sebanyak 1 buah.

Lebih lanjut, ketujuh gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju tiga tempat.

Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi dibawa ke Kantor Kepatihan.

Pelaksanaan Tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta

Seperti diketahui, tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta biasa dilaksanakan pada Hari Raya Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal.

Namun biasanya para Abdi Dalem sudah mulai mempersiapkan ubarampe dan berbagai gladi resik sejak jauh-jauh hari.

Terutama karena Keraton Yogyakarta akan mempersiapkan sejumlah gunungan yang akan diarak pada pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal.

Sebelum Hajad Dalem Pareden, terdapat dua acara lain yang dapat disaksikan oleh wisatawan, yaitu Gladhiresik Prajurit dan Numplak Wajik.

Gladhiresik Prajurit biasa dilaksanakan sore hari pada hari Minggu terdekat sebelum Garebeg berlangsung.

Sementara Numplak Wajik dilaksanakan tiga hari sebelum Garebeg di Panti Pareden, Plataran Kemagangan untuk menandai dimulainya proses merangkai gunungan.

Kemudian pada hari perayaan, gunungan-gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo.

Pagi-pagi sekali, semua gunungan tersebut sudah disiapkan di emper Bangsal Pancaniti, Plataran Kamandhungan Lor atau yang biasa dikenal Plataran Keben.

Delapan Bregada Prajurit Keraton Yogyakarta akan keluar dari Pracimasana dengan urutan Bregada Wirabraja, Bregada Dhaeng, Bregada Patangpuluh, Bregada Jagakarya, Bregada Prawiratama, Bregada Nyutra, dan Bregada Ketanggung.

Di Plataran Kamandhungan Lor juga telah bersiap dua bregada prajurit keraton yang bertugas mengawal gunungan ke Masjid Gedhe dan Kepatihan, yaitu Bregada Surakarsa dan Bregada Bugis.

Selain kedua bregada tersebut, hadir pula dua bregada dari Pakualaman, yaitu Bregada Lombok Abang dan Bregada Plangkir.

Dari tempat tersebut, gunungan digotong oleh narakarya (tenaga angkut) yang mendapat tugas secara bergilir dari daerah-daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gunungan akan diarak dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju ke Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Kantor Kepatihan.

Gunungan yang telah diserahterimakan dan didoakan kemudian akan diperebutkan oleh masyarakat.

Dengan dibagikannya seluruh gunungan kepada masyarakat, maka berakhirlah upacara Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta.

Sumber: 

kratonjogja.id/hajad-dalem/1-garebeg/ 
kratonjogja.id/hajad-dalem/17-jalannya-upacara-garebeg/ 
budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/16-grebeg 
regional.kompas.com (Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma, Editor : Robertus Belarminus)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Yogyakarta
Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Yogyakarta
Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Yogyakarta
Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Yogyakarta
Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Yogyakarta
Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Yogyakarta
Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Yogyakarta
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Yogyakarta
Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Yogyakarta
Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com