Alun-alun Selatan yang juga disebut sebagai Alun-alun Pengkeran dahulu dikenal sangat sepi, menakutkan, dan angker hingga tidak ada orang yang berani melewati tempat itu.
Hanya pada malam terang bulan, anak dan remaja di sekitar Alun-alun Selatan akan bermain tetabuhan tradisional atau memanjat pohon beringin kembar.
Baru pada sekitar tahun 1980-an dibangunlah jalan lingkar dan lampu-lampu penerang jalan di sekitar Alun-alun Selatan.
Alun-alun Selatan Yogyakarta diketahui telah mengalami pergeseran fungsi dari waktu ke waktu.
Pada masa lalu, fungsi utamanya adalah sebagai tempat berlatih para prajurit kraton, serta sebagai tempat pemeriksaan pasukan menjelang upacara Garebeg.
Raja akan menyaksikan gladhen (latihan) para prajurit dari Palenggahan Dalem Gilang yang terletak di Tratag Rambat atau di depan Siti Hinggil.
Alun-alun Selatan juga sempat digunakan untuk tempat menghadap bagi abdi dalem Wadana Prajurit dalam tradisi di bulan Puasa, yaitu pada malam 23, 25, 27, dan 29 bulan Ramadhan.
Selain itu, pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, setiap hari Senin dan Kamis siang, di Alun-alun Selatan Yogyakarta diadakan pertandingan panahan, adu harimau melawan kerbau, serta hiburan berupa prajurit rampogan menangkap harimau.
Saai ini Alun-alun Selatan Yogyakarta berubah menjadi ruang publik sekaligus tempat wisata yang sangat menarik dengan adanya berbagai penjaja kuliner, permainan, dan hiburan lainnya.
Masangin adalah suatu tradisi yang menjadi daya tarik dan keunikan dari Alun-alun Selatan Yogyakarta dan kerap membuat wisatawan penasaran.
Tradisi Masangin yang terkait dengan mitos beringin kembar itu dilakukan dengan berjalan di antara dua beringin dengan mata tertutup.
Meskipun terdengar mudah, ternyata banyak orang gagal melakukannya meskipun telah mencoba berkali-kali.
Tradisi Masangin sudah ada sejak zaman dulu yang berawal dari tradisi topo bisu yang dilakukan setiap malam 1 suro.
Hal tersebut diyakini merupakan ritual untuk mencari berkah dan meminta perlindungan dari serangan musuh.
Selain itu, sebagai pusat latihan dan kegiatan para prajurit Keraton, maka para prajurit juga bias mengasah konsentrasi dengan berjalan di tengah antara dua beringin kembar.
Mitos beringin kembar di Alun-alun Selatan Yogyakarta juga semakin kuat dengan adanya kepercayaan bahwa di tengah pohon tersebut terdapat jimat tolak bala untuk mengusir musuh.
Konon, pada masa penjajahan ketika tentara koloni melewati tengah pohon, maka kekuatan mereka langsung hilang.
Dari sanalah muncul kepercayaan bahwa siapapun yang berhasil menyebrangi kedua beringin tersebut maka ia mampu menolak bala.
Sumber:
dpad.jogjaprov.go.id, kratonjogja.id, pariwisata.jogjakota.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.