Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Pong, Perajin Barongsai Asal Yogyakarta Banjir Pesanan Jelang Imlek

Kompas.com, 17 Januari 2023, 20:05 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Jelang Tahun Baru Imlek 2023 menjadi berkah tersendiri bagi perajin Barongsai di Kota Yogyakarta. Dengan kegiatan yang sudah dibebaskan, event-event perayaan Imlek digelar kembali.

Hal ini berdampak bagi penjualan dan undangan bermain bagi para barongsai. Salah satunya adalah Slamet Hadi Prayitno (75), yang bekerja sebagai perajin barongsai dan pemilik sanggar bernama Singa Mataram.

Di rumahnya yang terletak di Jalan Pajeksan, Kota Yogyakarta ia membuat barongsai. Dibantu cucunya ia membuat barongsai dengan berbagai ukuran, dari berupa mainan barongsai berukuran kecil, barongsai untuk anak 8 tahun, hingga barongsai yang digunakan untuk dewasa.

Baca juga: Sambut Lunar New Year, Lippo Malls Hadirkan Bazar, Festival, hingga Barongsai

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat barongsai juga tergolong mudah didapat, terutama bahan baku untuk membuat kepala barongsai. Kepala barongsai terbuat dari kertas-kertas bekas yang dia cetak menggunakan cetakan yang terbuat dari semen.

Kertas ia lumuri dengan lem pati kanji yang dibuat secara mandiri setelah kepala jadi, lalu dikaitkan dengan rangka yang berbahan dari kayu rotan.

Di rumah yang terletak pada sebuah gang ini, aktivitas Slamet dimulai sejak beberapa minggu lalu, karena membuat barongsai tidak bisa dilakukan secara mendadak.

Pesanan pada tahun ini meningkat drastis jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya di mana pandemi Covid-19 masih mengamuk. Barongsai buatanya tak hanya dipesan oleh warga Yogyakarta tetapi juga dipesan dari luar daerah, dengan terjauh pesanan datang dari Papua, hingga Medan.

"Sekarang meningkat, pesanan ya dari Yogyakarta dan sekitarnya kalau luar pulau ada pesanan dari Papua," kata dia, Selasa (17/1/2022).

Barongsai mainan berukuran kecil dihargai Rp 75.000, barongsai untuk anak dibanderol Rp 100.000, dan untuk barongsai ukuran dewasa bisa mencapai Rp 5 juta sampai dengan Rp 6 juta.

Baca juga: Meriahnya Grebeg Sudiro di Solo, Warga Rela Berdesakan demi Lihat Barongsai dan Dapatkan Kue Keranjang

"Kalau yang Rp 5 juta itu dewasa karena kan bulunya asli dari bulu domba, sedangkan di Jogja tidak ada yang jual bulu domba harus beli dari Garut. Harga Rp 5 juta sudah satu set dengan celana," jelas Slamet.

Slamet Hadi, kerap disapa Pak Pong ini sudah menggeluti pembuatan barongsai sejak 1995. Tak hanya sebagai perajin, Pak Pong juga memiliki sanggar bernama Singa Mataram dengan 60 personel.

Untuk mendalami kesenian ini, Pak Pong berguru kepada Doel Wahab. Sosok ini juga merupakan pelestari kesenian Barongsai. Dari sosok ini, Pak Pong belajar tentang teknik permainan Barongsai.

Sebanyak 60 personrl dibagi menjadi dua tim, kondisinya pun sama Imlek tahun ini sanggarnya kebanjiran order. Terutama saat malam Imlek, bahkan sampai menolak undangan manggung.

"Sudah banyak menolak, soalnya itu jamnya berbarengan. Undangan jamnya sama saat makan malam," ujar dia.

Baca juga: Jelang Imlek, Perajin Barongsai di Cirebon Banjir Pesanan, Diminati hingga Luar Jawa

Undangan tampil pada Imlek 2023 ini didominasi dari undangan korporasi, bahkan dalam sehari Imlek kali ini bisa pentas 3 sampai 4 kali.

Pak Pong yang tidak ada keturunan Tionghoa ini mengaku mencintai barongsai karena terpengaruh lingkungannya. Tempatnya tinggal dikelilingi kampung pecinan sehingga budaya Tionghoa melekat pada dirinya.

Ia bercerita sebelum Gus Dur menjadi Presiden Indonesia, etnis Tionghoa tidak berani pentas di muka umum. Jangankan menggunakan barongsai, pawai hanya menggunakan ikat kepala saat itu menjadi hal yang tabu.

"Dulu enggak berani, kalau pawai di Malioboro pakai ikat kepala dan sabuk saja lari. Setelah Gus Dur itu baru berani dan pesanan barongsai meroket," ucapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau