Idenya ini mengantarkan dirinya mengikuti pameran seni rupa Jakarta Biennale. Saat itu, ia dan kawannya mementaskan wayang uwuh dan mendapatkan perhatian dari pengunjung.
"Saat itu dalangnya gantian, kebetulan teman saya bisa berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Tiongkok, dan saat itu jadi perhatian pengunjung," jelas dia.
Kini, karyanya tak hanya dinikmati oleh masyarakat Yogyakarta tetapi sudah dinikmati oleh masyarakat Indonesia bahkan luar negeri.
Dari sini ia mulai diundang pameran-pameran, bahkan sempat mengikuti pameran tunggal di China. Semakin dikenal, Wayang Uwuh mendapatkan pesanan dari berbagai negara seperti dari Eropa, Amerika, dan juga Australia.
Sampah yang tidak berharga kini ia sulap bagai emas. Seni meningkatkan nilai sampah yang ia buat menjadi Wayang Uwuh.
"Kalau dijual kiloan paling berapa, kalau dijadikan wayang dari mulai Rp 25 ribu sampai tak terhingga," katanya.
Sepulangnya dari Jakarta ia tetap bergiat dalam bidang lingkungan hidup dan kesenian. Berbeda dari saat di Jakarta mencari sampah di sungai, di Yogyakarta ia mencari sampah-sampah plastik yang tertumpuk di pinggir jalan.
Bahkan saar mencari sampah plastik untuk karyanya, Iskandar mengaku sering dianggap orang dengan gangguan jiwa (odgj).
"Sering dikira wong edan (orang gila), karena saya kalau cari sampah itu senyamannya kadang pakai sandal jepit yang beda kanan kiri," katanya tertawa.
Baca juga: Kisah Taman Warisan Belanda di Pangkalpinang dengan 2 Sumur yang Tak Pernah Kering
Kecintaan kepada seni dan lingkungan hidup kini ditularkan kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Iskandar sering membuat workshop wayang dengan anak-anak di halaman rumahnya yang cukup luas.
Tidak hanya soal menjaga budaya, menjaga lingkungan, Iskandar juga bertujuan mengurangi kecanduan gawai pada anak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.