Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Iskandar Pencipta Wayang Uwuh, dari Banjir Ciliwung hingga Banjir Pesanan

Kompas.com, 14 Januari 2023, 09:25 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Berangkat dari kecintaan Iskandar Harjodimulyo terhadap seni dan lingkungan, seniman asal Yogyakarta ini membuat wayang dari sampah atau wayang uwuh.

Wayang uwuh atau wayang sampah buatan Iskandar seperti keluar dari pakem pembuatan wayang. Seperti diketahui, umumnya wayang terbuat dari kulit sapi. Namun Iskandar menciptakan wayang dari sampah yang tidak bernilai lagi.

Wayang uwuh buatan Iskandar dibuat dari pelbagai bahan, mulai dari plastik, kardus, hingga seng bekas atap rumah.

Dijumpai Kompas.com di rumahnya yang ada di Sapen, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Iskandar bercerita, dia mulai membuat wayang uwuh saat menjadi relawan di bantaran Kali Ciliwung pada 2013 lalu.

Baca juga: Kisah Pilu Safitri, Mantan TKW, Pulang ke Indramayu Alami Gangguan Jiwa hingga Dikurung di Kamar Besi 12 Tahun

Kala itu, ide menciptakan karya dari sampah muncul saat banjir melanda kawasan Ciliwung.

"Di Ciliwung dengan penyadaran kita, tata kampung kumuh, banyak melibatkan masyarakat melukis bersama. Dari kampung kurang bagus jadi kampung seni. (Saat itu), di tengah kegiatan, ada banjir besar," katanya Jumat (13/1/2023).

Banjir datang membawa berbagai macam jenis sampah, plastik, seng, kardus hanyut di Sungai Ciliwung.

Melihat banyaknya sampah, Iskandar memutar otak bagaimana cara untuk memanfaatkannya. Hingga akhirnya, ide membuat wayang dari sampah muncul.

Pertama kali membuat wayang dari botol plastik, tak semudah yang dibayangkan.

Plastik botol mineral harus diluruskan. Awalnya Iskandar mencoba menyetrika bekas botol mineral itu, tapi justru meleleh.

"Akhirya dapat ide, botol dipotong, (lalu) saya tumpuk dengan beberapa kain baru disetrika. Akhirnya bisa lurus," kata Sarjana Akuntansi ini.

Setelah plastik lurus, Iskandar mulai membuat sketsa dan dilanjutkan dengan pewarnaan.

Teknik pewarnaan ini, kata Iskandar, juga tidak sembarangan dan menggunakan trik khusus.

Iskandar saat memotong mengecat Wayang Uwuh yang terbuat dari Plastik, Jumat (13/1/2023)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Iskandar saat memotong mengecat Wayang Uwuh yang terbuat dari Plastik, Jumat (13/1/2023)

Caranya, plastik dia lapisi dengan lem tipis. Setelah kering, baru dicat menggunakan cat akrilik.

Proses pembuatan tak sampai di situ, selesai mengecat ia lalu menyemprot dengan cat semprot kelir.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau