Pohon kemuning bermakna sebagai ning (keheningan) sebagai lambang kesucian dan pikiran yang jernih.
Perjalanan dilanjutkan ke area Kamandhungan Lor atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pelataran Keben yang ditanami pohon keben dengan makna tangkeben atau menutup.
Filosofinya adalah pada usia senja, perjalanan manusia harus bisa menutup segala tingkah laku yang kurang elok.
Setelah itu di bagian selatan terdapat pelataran Srimanganti dengan bangunan Bangsal Trajumas.
Traju berarti timbangan, dan mas berarti logam mulia yangmelambangkan bahwa manusia akan ditimbang amal baik dan buruknya di alam penantian (manganti) menuju keabadian.
Alam keabadian di dalam Keraton Yogyakarta diwakili dengan adanya pelita Kyai dan Nyai Wiji yang disimpan di Gedhong Prabayeksa, di dalam kompleks Kedhaton.
Kedua pelita itu dijaga hingga tidak pernah padam sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai sekarang dengan apinya diambil dari sumber api abadi Mrapen.
Di halaman Kedhaton, ditanam pohon sawo kecik yang berarti perbuatan sarwo becik (serba baik), pohon jambu klampok arum yang berarti bersikap “harum”, baik dalam ucapan dan tindakan, serta pohon kantil dengan makna kemantil-mantil atau selalu teringat (untuk berbuat baik).
Konsep atau filosofi mengenai paran yang ditarik dari Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih pun berakhir di sini.
Khusus bagi seorang Sultan, poros ini memiliki makna berbeda yaitu dimulai dari arah Keraton menuju Tugu Golong Gilig dan dari arah Keraton menuju Panggung Krapyak.
Dari arah Keraton, Sultan akan bermeditasi dengan duduk siniwaka di Bangsal Manguntur Tangkil yang berada di Siti Hinggil Lor, dengan arah pandang ke Tugu Golong Gilig.
Karena itu Tugu Golong Gilig juga disebut sebagai simbol yang melambangkan Manunggaling Kawula Gusti.
Bentuk Tugu yang mengarah ke atas merupakan simbol meleburnya kawula atau rakyat dan gusti atau Sultan, sekaligus kawula dalam makna manusia (termasuk Sultan) dan Gusti yang berarti Tuhan.
Bentuk kewajiban Sultan kepada rakyat digambarkan pada fasilitas masyarakat berupa fasilitas ekonomi yaitu Pasar Beringharjo, fasilitas pemerintahan berupa Kompleks Gedung Kepatihan, dan pengayoman spiritual dicerminkan dengan keberadaan Masjid Gedhe.
Sementara bagi seorang sultan, arah dari Keraton menuju Panggung Krapyak melambangkan area akhir (pungkuran).
Keberadaan sebuah pintu gerbang di bagian selatan kompleks Keraton Yogyakarta yaitu Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) merupakan jalan menuju tempat peristirahatan terakhir para Sultan di Pajimatan Imogiri.
Oleh karena itu, ada larangan bagi setiap Raja atau Sultan yang bertahta maupun keluarga untuk melewati pintu gerbang atau plengkung tersebut semasa hidup.
Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id
www.kratonjogja.id
kratonkec.jogjakota.go.id/
jogja.tribunnews.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.