KOMPAS.com - Tumpeng adalah sajian nasi berbentuk kerucut yang lekat dengan kebudayaan Jawa.
Meski begitu, sajian tumpeng tak hanya bisa dijumpai di Jawa namun juga ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: Makna Tumpeng Sewu Malam Selikuran Keraton Kota Solo, Simbol Keselamatan Sambut Malam Lailatul Qadar
Tumpeng biasa disajikan dalam acara-acara penting atau upacara adat, tentunya dengan didampingi lauk yang beragam.
Bentuk dasar kerucut untuk membentuk tumpeng biasanya dibuat dengan kukusan atau cetakan.
Baca juga: Apakah Tumpeng Harus Selalu Berbentuk Kerucut ?
Sebagai sebuah sajian dengan nilai kearifan lokal, tumpeng ternyata memiliki sejarah, filosofi, dan fungsi tersendiri.
Baca juga: Filosofi Tumpeng, Representasi Hubungan Manusia yang Dalam
Dilansir dari laman Bobo, tumpeng mulanya digunakan masyarakat Jawa hingga Madura dan Bali sebagai sebuah persembahan untuk leluhur yang mendiami gunung.
Baru setelah masuknya pengaruh Hindu, terdapat perubahan yaitu bentuk tumpeng yang menjadi kerucut yang merupakan tiruan dari Gunung Mahameru tempat bersemayamnya dewa-dewi.
Setelah pengaruh Islam masuk ke nusantara, terjadi akulturasi budaya sehingga tumpeng tetapdigunakan dalam perayaan tertentu seperti syukuran, kenduri, dan sebagainya.
Nasi tumpeng disebut memiliki filosofi sebagai bentuk representasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesamanya.
Menurut pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia Dr Ari Prasetiyo, S.S., M.Si yang dilansir dari Kompas.com, manusia memahami konsep Ketuhanan sebagai sesuatu yang besar dan tinggi serta berada di puncak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.