Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dusun "Mati" Puntingan Magelang yang Ditinggalkan Penduduknya, Kini Jadi Konten Horor di Medsos

Kompas.com, 6 September 2022, 12:28 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Khairina

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com - Dusun Puntingan, terletak di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Sejak dua tahun lalu, dusun ini sudah tidak berpenghuni. Hanya menyisakan bangunan-bangunan rumah tak terawat.

Ada dua akses jalan untuk masuk ke dusun ini. Akses pertama, melewati Desa Dlimas. Meski lebih cepat namun kondisi jalan curam dan berkelok. Sedangkan akses kedua, lewat Desa Dawung, lebih landai namun harus memutar agak jauh. 

Baca juga: Cikal Bakal Dusun Sambo di Kaki Gunung Merbabu, Ditemukan oleh Seorang Musafir di Masa Penjajahan Belanda

Beberapa meter sebelum sampai lokasi kedua akses sama-sama harus melewati jalan setapak berbatu dan perkebunan. Di ujung jalan terlihat beberapa bangunan rumah sudah dipenuhi tumbuhan liar. 

Ada sebuah surau atau mushala kecil yang masih terlihat bersih. Surau ini yang masih dipakai warga dari dusun lain yang biasanya bekerja di perkebunan di sekitar Dusun Puntingan.

Kepala Desa Dlimas Saebani menceritakan, sejak sekitar tahun 1985 dusun ini masih dihuni 7-10 kepala keluarga (KK).

Namun satu per satu, mereka pindah ke dusun atau desa lain hingga menyisakan satu keluarga yang masih bertahan di dusun tersebut sampai tahun 2020.

"Penghuni terakhir suami istri. Mereka hanya malam hari di rumah karena siang keduanya bekerja. Pada 2020, suami meninggal dunia. Tinggal istrinya seorang diri yang juga sakit, akhirnya pindah ke rumah anaknya di Dusun Koripan, Desa Dawung," papar Saebani, ditemui akhir pekan ini. 

Baca juga: Mengenal Dusun Sambo di Magelang, yang Mendadak Populer Setelah Kasus Irjen Ferdy Sambo

Sejak saat itu sudah tidak ada warga yang tinggal di Dusun Puntingan. Meski begitu dusun ini masih tercatat secara administrasi di Pemerintah Desa Dlimas. Dahulu masyarakat Dusun Puntingan mayoritas adalah petani.

Dusun terdekat dari dusun ini adalah Dusun Tobanan (Desa Dlimas) dan berbatasan langsung dengan Desa Dawung.

Batas wilayah antardusun masih berupa hamparan ladang dan semak-semak belukar.

Sepanjang yang diketahui Saebani, sebagian besar warga yang pindah karena merantau ke luar daerah. Namun jika melihat kondisi akses jalan dan minimnya fasilitas seperti listrik, wajar jika penduduk Dusun Puntingan lebih memilih pindah dari dusun ini.

"Listrik tidak ada. Sebelumnya warga ambil (menyalurkan) listrik dari Dusun Tobanan. Karena sekarang tidak ada penghuni jadi tidak ada listrik lagi," terang Saebani. 

Sejak ditinggalkan penduduknya, ada beberapa orang yang mencoba datang untuk merekam Dusun Puntingan sebagai konten-konten horor di media sosial.

Saebani sendiri tidak mengetahui apakah ada faktor mistis hingga warga meninggalkan dusun mereka.

"Iya pernah ada, orang yang datang tapi tidak lewat kami (Pemerintah Desa), mereka merekam untuk bikin (konten) YouTube. Saya juga tidak tahu apakah memang ada (mistis) ya, yang jelas setahu kami warga pindah karena ada merantau ke Sumatera, dusun lain, dan sebagainya," terang Saebani. 

Sementara itu, Sakdan seorang perangkat Desa Dlimas menceritakan, di Dusun Puntingan terdapat dua makam, yang disebut makam atas dan makam bawah. Makam atas merupakan kompleks pemakaman umum untuk warga Puntingan dan sekitarnya. 

Sedangkan makam bawah, kata Sakdan, ada makam yang dipercaya adalah makam ulama asal Demak bernama Raden Rahmat dan makam beberapa kerabatnya. Konon Raden Rahmat adalah pejuang pada masa penyebaran agama Islam di wilayah ini.

Maka dari itu, setiap Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, banyak warga dari daerah lain yang berziarah ke makam tersebut.

"Ada warga dari dusun lain, atau juga luar daerah, yang ziarah ke makam Raden Saleh, tiap Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon. Di makam bawah juga ada Lingga dan Yoni (struktur candi purba)," ungkap Sakdan. 

Selain itu, tidak jauh dari kompleks perumahan Dusun Puntingan terdapat sumber mata air "Kreo" yang dipercaya bisa membantu menyembuhkan penyakit.

"Ada masyarakat yang percaya mata air Kreo bisa dipakai untuk obat tradisional. Kalau orang sakit, kemudian mandi di mata air itu sebelum subuh, ada yang minum juga," terang Sakdan. 

Meskipun tidak ada penghuninya, namun masih ada beberapa warga dari luar dusun yang bekerja di ladang di Dusun Puntingan.

Mereka masih memanfaatkan mushala di ujung dusun untuk shalat maupun istirahat. Selepas pukul 17.00 WIB mereka akan kembali meninggalkan dusun tersebut.

"Kalau sudah jam 5 sore sudah gelap, kan tidak ada listrik. Warga yang kerja di ladang akan pulang," tambah Sakdan. 

Sementara itu, salah seorang warga Dusun Dawung, Muchtar, menceritakan bahwa penduduk Dusun Puntingan sudah tidak mau kembali ke rumah karena konon kerap diganggu jin atau makhluk-makhluk tak kasat mata. Mereka pun meninggalkan rumah mereka begitu saja.

"Mereka sudah tidak betah, karena konon sering diganggu jin. Suasananya juga mistis. Sudah enggak mau pulang lagi," ucap Muchtar. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau