Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Rokok Tolak Hari Tanpa Tembakau, Nilai Peringatan Tak Miliki Road Map Jelas

Kompas.com, 31 Mei 2022, 15:48 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Hari tanpa tembakau diperingati tiap 31 Mei. Kampanye tanpa rokok ini mendapatkan penolakan dari buruh rokok di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka menolak lantaran kampanye tanpa tokok tidak dibarengi road map secara jelas.

Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan-Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Waljid Budi Lestarianto berujar, hari tanpa tembakau berdampak pada penurunan produksi di pabrik-pabrik. Sehingga, mengurangi take home pay para buruh rokok.

"Kenapa kalau tembakau itu masih boleh ditanam, masih boleh diproduksi, konsumsi mengapa ada peringatan itu. Kami meminta pemerintah melarang peringatan itu, kecuali tembakau itu sebagai barang yang dilarang seperti ganja," kata dia, Selasa (31/5/2022).

Baca juga: Buruh Rokok Djarum Terima THR Lebih Awal, Tiap Orang Terima Rp 2,38 Juta

Ia menambahkan, hasil dari 70 persen penjulan rokok juga diambil oleh pemerintah dalam bentuk cukai, ditambah PPN 11 persen, penerimaan daerah 10 persen.

"Cukai dapat pajak juga dapat, pajak ada dua daerah sendiri dan PPN, jadi sebelum dibeli konsumen industri nalangi dulu," katanya.

Dengan adanya kampanye hari tanpa tembakau dinilai mengurangi produksi hasil olahan tembakau di pabrik-pabrik karena edukasi kepada masyarakat sangat gencar dilakukan. Hal itu membuat khawatir para pekerja-pekerja di sektor olahan tembakau.

"Total buruh di Yogyakarta ada 4.900 di 6 perusahaan, sedangkan total lahan tembakau berkisar ratusan hektar," ucapnya.

Selama ini, para buruh kesulitan untuk berkomunikasi dengan para pegiat kesehatan karena saat diundang berdiskusi para pegiat kesehatan ini tidak pernah memenuhi undangannya.

"Kita senang kalau diajak diskusi selama ini teman-teman kesehatan belum pernah diskusi. Kita sering undang tapi nggak pernah datang," ungkapnya.

Baca juga: Buruh Rokok Bergerak ke Istana, Protes Cukai Naik dan Serahkan Lukisan ke Jokowi

Lanjut dia, cukai tembakau naik tiap tahun untuk menekan peredaran rokok dan adanya undang-undang kesehatan bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok. Dengan kondisi ini pihaknya meminta kepada para pegiat anti tembakau untuk membuat road map.

Road map ini berisi rancangan, ia mencontohkan misalnya tembakau dilarang 10 tahun ke depan. Tetapi, dalam perjalanan menuju Indonesia tanpa tembakau atau dunia tanpa tembakau harus ada persiapan khusus.

"Misalnya 10 tahun atau 15 tahun mendatang tembakau dilarang, beri buruh-buruh ini keterampilan lain selain melinting rokok. Misalnya kalau mereka mau pindah ke garmen bisa diajarkan menjahit, atau mereka diberi keterampilan untuk membuka UMKM sendiri," jelas dia.

Menurit Waljid hal itu perlu diberikan mengingat para buruh hanya memiliki satu keahlian, yakni melinting rokok. Dengan diberikan keterampilan atau modal dengan skema bantuan tertentu buruh memiliki kesiapan jika harus berhenti menjadi buruh rokok.

Baca juga: Buruh Rokok: Kami Mohon Pak Presiden, Jangan Naikkan Cukai Rokok Lagi

"Kita perlu win-win solution, intinya soal tembakau atau tidak buruh punya kepastian untuk bekerja dan memiliki upah yang layak. Terserah mau kerja di pabrik rokok atau di manapun terserah," ujar dia.

Waljid menambahkan saat buruh keluar dari tempatnya bekerja otomatis mendapat pesangon, dan pesangon itu bisa digunakan untuk modal jika buruh diberikan keahlian-keahlian pendukung.

"Bisa buka warung atau apa, tapi ini ga jelas, cuma kampanye-kampanye," kata dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau