Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Candi di Jawa Tengah dan DIY Jadi Tempat Ibadah Umat Hindu Buddha Seluruh Dunia

Kompas.com, 11 Februari 2022, 15:32 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak empat candi di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yakni Candi Borobudur, Prambanan, Mendut, dan Pawon dicanangkan sebagai tempat ibadah bagi Hindu dan Budha.

Pencanangan tempat ibadah tersebut telah melalui proses penandatanganan nota kesepakatan yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi, Menteri BUMN, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X turut menandatangani nota kesepakatan ini.

Baca juga: Candi Muaro Jambi: Sejarah, Keunikan, dan Kompleks Bangunan

Penandatanganan nota kesepakatan dilakukan secara daring.

Sultan menyampaikan keempat candi tersebut dapat digunakan sebagai ibadah bagi umat Hindu dan Budha.

"Sesuai dengan keinginan presiden, kita tandatangani. Candi Borobudur, Pawon, Mendut, dan Prambanan itu bisa digunakan ibadah bagi warga masyarakat baik Budhis maupun Hindu. Tadi sudah ditandatangani bapak mentri terkait, lewat zoom sehingga, bisa memanfaatkan segera dilaksanakan," kata Sultan saat jumpa pers di Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (11/2/2022).

Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah.DOK. SHUTTERSTOCK Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Koordinator Stafsus Menteri Agama EI Adung Abdul Rochman mengatakan keempat candi tersebut merupakan cagar budaya yang dilindungi.

Baca juga: Relief Candi Borobudur: Makna, Cerita, dan Tingkatan

Selama ini pemanfaatannya sdigunakan untuk penelitian kebudayaan, pariwisata, dan saat ini pemanfaatan candi diperluas hingga ibadah agama.

"Bukan hanya kepentingan tadi, juga agama memanfaatkan kembali kepentingan agama umat Hindu dan Budha," kata dia.

Lanjut Adung, nantinya tidak hanya umat Hindu dan Budha dari Indonesia saja yang beribadah di empat candi tersebut tetapi dari seluruh dunia.

Sementara itu Sangha Theravada Indonesia Bhikku Sri Pannavaro Mahathera menambahkan dirinya berterima kasih dengan adanya nota kesepakatan ini.

Lanjutnya, candi tidak hanya memiliki nilai pendidikan, kebudayaan, pariwisata, ekonomi tetapi juga memiliki nilai spiritual.

"Seperti pada saat nenek moyang membangun candi untuk kita," kata dia.

Baca juga: Jadi Pengunjung Pertama Candi Borobudur di 2022, Dua Keluarga Ini Dapat Pelayanan Khusus

Mahathera menambahkan, dengan adanya nota kesepakatan itu tidak akan mengubah status candi tersebut.

Dia meminta agar di depan Candi Borobudur dibangun sebuah pendopo yang digunakan untuk umat beribadah, sehingga umat yang beribadah lebih nyaman.

"Umat kehujanan dan kepanasan semua, sesangkan yang sepuh (lansia) dari luar negeri dan dalam negeri tidak bisa semua naik ke candi," katanya.

Dia berharap agar pendopo dapat dibangun di luar kawasan UNESCO yang bisa menampung 100 umat baik duduk maupun sembayang bersama.

Baca juga: 400 Budaya Spiritual Teridentifikasi di Sekitar Candi Borobudur

"Pendopo kira-kira kapasitas 100 orang yang bisa menampung untuk sembahyang. Pendopo itu bukan Vihara, bukan tempat ibadah permanen," kata Mahathera.

"Pendopo saja terbuka tetap bisa melihat Borobudur," sambungnya.

Mahathera menambahkan pendopo itu tidak hanya untuk umat Buddha saja tetapi siapapun boleh duduk di pendopo tersebut.

Untuk menikmati atmosfer Borobudur, karena pendopo berbentuk terbuka.

"Tidak ada atribut agama sama sekali tetapi Umat Buddha mendapatkan fasilitas untuk meditasi dan semedi, sembayang yang tidak kepanasan," katanya.

Baca juga: Jalan Menuju Candi Borobudur Ditutup Selama PPKM Darurat

Terkait permintaan itu Adung Abdul Rochman mengatakan akan segera menindaklanjutinya.

"Kami harap ada komunikasi bagaimana pembangunan yang baik sesuai dejgan kaodah-kaidah yang diinginkan," ucapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau