Permasalahan tersebut, menurut Wisnu, terjadi karena ada beberapa kemungkinan penyebab.
Pertama, terganggunya habitat monyet ekor panjang.
Kedua, kemungkinan jumlah monyet ekor panjang sudah over populasi sehingga sumber makanan di habitatnya tidak lagi mencukupi.
"Tapi memang merebak di mana-mana di Bantul, Gunungkidul, itu sudah overpopulasi, 2021 itu sudah overpopulasi. Sudah banyak cerita-cerita dari teman-teman LSM-LSM lokal yang menemukan masalah konflik monyet ekor panjang dengan masyarakat," tegasnya.
Baca juga: Suku Baduy Bantu Tangkap Puluhan Monyet Ekor Panjang di Gunungkidul
Peristiwa monyet ekor panjang masuk ke pertanian ataupun ke permukiman penduduk di DIY, lanjut Wisnu, sudah lama terjadi.
Dahulu monyet ekor panjang yang masuk ke pertanian atau ke permukiman penduduk jumlahnya tidak sebanyak sekarang.
"Dulu tidak seperti ini, ya adalah satu dua itu biasa, dikasih makan pergi. Ini mereka sudah tidak takut sampai ke dapur mengambil makanan, di kebun itu jagung diambil, kacang diambil, pisang apalagi habis-habisan," urainya.
Wisnu yang juga merupakan Dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini mengungkapkan, salah satu yang dikhawatirkan dari masuknya primata dalam hal ini monyet ekor panjang ke permukiman penduduk adalah bisa membawa penyakit yang dapat menular ke manusia.
"Nah, yang berbahaya kemungkinan bisa membawa malaria. Malaria pada primata kera ekor panjang namanya Plasmodium knowlesi, itu sangat patogen kalau menyerang ke manusia, kasus di Aceh, di Kalimantan Selatan, di NTB itu banyak," ungkapnya.
"Jadi itu melalui vektornya kan nyamuk gigit darah kemudian menular ke manusia. Jadi kalau dia (monyet ekor panjang) turun ke permukiman ada nyambuk yang ikut ditubuhnya, bisa jadi nyamuk tinggal di rumah-rumah itu kemudian menular ke masyarakat, itu yang perlu diwaspadai," ucapnya.
Baca juga: Wisatawan Dilarang Memberi Makanan ke Monyet Ekor Panjang di Danau Kelimutu, Ini Alasannya
Kondisi kelebihan populasi ini perlu segera dilakukan penanganan agar tidak semakin banyak menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Penanganan dilakukan secara terpadu, tidak hanya BKSDA.
"Iya (kelebihan populasi) ini sudah warning, kalau tidak ada penanganan terpadu, saya yakin kalau hanya BKSDA tidak mampu. Harus terpadu satu dari BKSDA sebagai leader, kedua pemda, masyarakat itu penting sekali, perguruan tinggi, kemudian stakeholder yang misalnya mau memanfaatkan untuk kemanfaatan itu misalnya investor untuk wisata, investor untuk diekspor," ungkapnya.