Salin Artikel

Kata Dosen UGM soal Rencana Ekspor 1.500 Monyet Ekor Panjang untuk Keperluan Biomedis

Monyet ekor panjang ini diekspor untuk keperluan biomedis.

Pakar satwa liar Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Nurcahyo mengatakan, usulan ekspor 1.500 monyet ekor panjang untuk keperluan biomedis tidak akan merusak ekosistem.

"Kalau se-DIY ya enggak, itu se-DIY kok. Yang di Bantul, Gunungkidul, yang di Sleman di Merapi masih banyak, jadi mungkin 1.500 itu hitunganya dari berbagai lokasi," ujar pakar satwa liar Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Nurcahyo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/1/2022).

Wisnu menyampaikan, pertambahan populasi monyet ekor panjang termasuk cepat, sehingga tidak akan merusak populasi yang ada di habitatnya.

"Tidak. Itu kan cepat sekali, nanti ketika setelah diambil, nanti dua tiga tahun akan kembali lagi dia akan tambah lagi. Kita ketahui kan kawinnya sehari bisa berkali-lali dengan betina yang beda-beda," ungkapnya.

Habitat monyet ekor panjang di DIY ada di Gunungkidul, Bantul, Kulonprogo, dan Sleman.

Wisnu melihat, saat ini jumlah monyet ekor panjang yang ada di beberapa wilayah di DIY sudah melebihi populasi.

Wisnu menuturkanm beberapa tahun belakangan ini, beberapa daerah di DIY semakin banyak peristiwa monyet ekor panjang yang masuk ke area pertanian ataupun permukiman penduduk.

"Sekarang mulai mengganas tidak hanya musim kemarau, tetapi musim hujan pun kasus di daerah Nglanggeran, kemudian Imogiri di berbagai tempat itu," ucapnya.


Permasalahan tersebut, menurut Wisnu, terjadi karena ada beberapa kemungkinan penyebab.

Pertama, terganggunya habitat monyet ekor panjang.

Kedua, kemungkinan jumlah monyet ekor panjang sudah over populasi sehingga sumber makanan di habitatnya tidak lagi mencukupi.

"Tapi memang merebak di mana-mana di Bantul, Gunungkidul, itu sudah overpopulasi, 2021 itu sudah overpopulasi. Sudah banyak cerita-cerita dari teman-teman LSM-LSM lokal yang menemukan masalah konflik monyet ekor panjang dengan masyarakat," tegasnya.

Peristiwa monyet ekor panjang masuk ke pertanian ataupun ke permukiman penduduk di DIY, lanjut Wisnu, sudah lama terjadi.

Dahulu monyet ekor panjang yang masuk ke pertanian atau ke permukiman penduduk jumlahnya tidak sebanyak sekarang.

"Dulu tidak seperti ini, ya adalah satu dua itu biasa, dikasih makan pergi. Ini mereka sudah tidak takut sampai ke dapur mengambil makanan, di kebun itu jagung diambil, kacang diambil, pisang apalagi habis-habisan," urainya.

Wisnu yang juga merupakan Dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini mengungkapkan, salah satu yang dikhawatirkan dari masuknya primata dalam hal ini monyet ekor panjang ke permukiman penduduk adalah bisa membawa penyakit yang dapat menular ke manusia.

"Nah, yang berbahaya kemungkinan bisa membawa malaria. Malaria pada primata kera ekor panjang namanya Plasmodium knowlesi, itu sangat patogen kalau menyerang ke manusia, kasus di Aceh, di Kalimantan Selatan, di NTB itu banyak," ungkapnya.

"Jadi itu melalui vektornya kan nyamuk gigit darah kemudian menular ke manusia. Jadi kalau dia (monyet ekor panjang) turun ke permukiman ada nyambuk yang ikut ditubuhnya, bisa jadi nyamuk tinggal di rumah-rumah itu kemudian menular ke masyarakat, itu yang perlu diwaspadai," ucapnya.

Kondisi kelebihan populasi ini perlu segera dilakukan penanganan agar tidak semakin banyak menimbulkan konflik dengan masyarakat.

Penanganan dilakukan secara terpadu, tidak hanya BKSDA.

"Iya (kelebihan populasi) ini sudah warning, kalau tidak ada penanganan terpadu, saya yakin kalau hanya BKSDA tidak mampu. Harus terpadu satu dari BKSDA sebagai leader, kedua pemda, masyarakat itu penting sekali, perguruan tinggi, kemudian stakeholder yang misalnya mau memanfaatkan untuk kemanfaatan itu misalnya investor untuk wisata, investor untuk diekspor," ungkapnya.


Wisnu menjelaskan, ada berbagai metode yang bisa dilakukan untuk mencegah monyet ekor panjang tidak masuk ke area pertanian dan permukiman penduduk.

Bisa dengan menanam tanaman buah di habitat alamnya yang dapat menyediakan sumber makanan bagi monyet ekor panjang, sehingga tidak masuk ke pertanian ataupun permukiman penduduk.

Metode lain yang bisa digunakan misalnya konservasi secara alami dengan membuat satu kawasan wisata.

"Wisatawan memberi makan ditempat tertentu, misalnya kita bayar tiket Rp 5.000, nah yang Rp 2.000 untuk beli pakannya, tapi ngasih makanya di sana tidak boleh sembarangan. Nah, dia akan terbisa makan di situ di habitatnya. Artinya, membuat satu program konservasi yang berbasis pada kearifan lokal, kearifan lokal si satwa liar itu," ucapnya.

Kemudian, bisa juga menggunakan metode melakukan kastrasi atau kebiri.

Metode ini dengan tujuan pejantan menjadi mandul untuk mengurangi tingkat kebuntingan betina.

"Jantan ditembak bius, kemudian dikastrasi, mandul kan. Tapi itu perlu biaya untuk obat bius," tegasnya.

Ekspor untuk keperluan biomedis, lanjut Wisnu, juga bisa menjadi salah satu cara untuk mengendalikan populasi monyet ekor panjang.

Namun demikian, ekspor untuk keperluan biomedis juga tidak mudah. Ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.

"Tapi permasalahannya kan tidak semudah itu. Untuk memenuhi kriteria ekspor standarnya cukup ketat, mulai dari umur, ukuran, lalu sudah harus divaksin, harus bebas dari penyakit baru bisa diekspor," tuturnya.

Wisnu menilai 1.500 ekor merupakan jumlah yang banyak, sedangkan menangkap monyet ekor panjang bukanlah perkara yang mudah.

Monyet ekor panjang merupakan satwa yang cerdas dan mempunyai daya ingat yang kuat.

Setelah ada yang tertangkap, mereka akan tahu dan menjauhi perangkap yang dipasang.

Mereka juga akan cenderung berpindah tempat untuk mencari lokasi yang dianggap aman.

"Mereka itu pintar, yang terakhir itu kita pakai perangkap umpanya pisang, buah-buahan, umpanya diambil perangkapnya tetap terbuka, artinya kan cerdas. Jadi penangkapan, apalagi kalau jumlahnya 1.500 itu tentu tidak mudah dan upaya itu memang agak sulit dari segi praktiknya," tegasnya.


Wisnu menekankan, aspek yang perlu diperhatikan adalah mempertimbangkan keseimbangan alam.

Sebab, primata termasuk monyet ekor panjang merupakan bagian dari keragaman hayati.

"Kemudian yang perlu diperhatikan adalah memgenai keseimbangan alam, karena itu (monyet ekor panjang) kan satu bagian dari keragaman hayati, jadi ya mestinya dijaga dilindungi," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 1.500 monyet ekor panjang diusulkan untuk diekspor pada tahun ini. Ekspor monyet ini digunakan untuk keperluan biomedis.

“Untuk ekspor ini baru akan dibahas, besok 26 dan 27 Januari 2022. Pembahasan dengan LIPI membahas tentang kuota ekspor berapa termasuk monyet ekor panjang jadi itu bermacam-macam,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta (BKSDA Yogyakarta), Muhammad Wahyudi saat dihubungi, Selasa (18/1/2022).

Ia menyampaikan pada tahun lalu, Yogyakarta mengekspor monyet ekor panjang sebanyak 300 ekor, tetapi jumlah tersebut masih dinilai terlalu kecil. Oleh sebab itu, pada tahun ini kuota diusulkan naik menjadi 1.500 ekor.

Wahyudi mengatakan bahwa untuk ekspor monyet ekor panjang dilakukan BKSDA Yogyakarta, tetap ada dua perusahaan di Indonesia yang sudah memiliki izin untuk ekspor monyet ekor panjang.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/24/060000078/kata-dosen-ugm-soal-rencana-ekspor-1500-monyet-ekor-panjang-untuk

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke